[14]
Diwaktu yang sama, Jeongin dan Han pergi ke kantor polisi untuk melihat siapa sopir yang telah menabrak Serim.
Sampai disana mereka dikejutkan oleh apa yang dijelaskan polisi.
"Maaf, sopir truk ini tidak mengakui bahwa beliau sudah menabrak korban, ia bercerita kepada kami bahwa truk itu merupakan miliknya tapi ia mengaku kalau truk nya telah di curi sejak pagi. Dan juga beliau tidak tahu kenapa disaat beliau tersadar berada dalam truknya sendiri." Jelas salah satu detektif yang menangani kasus Serim.
"Jadi maksud bapak, seseorang dengan sengaja menukar sopir yang asli?"
"Dan juga orang itu membuat pemilik truk kehilangan kesadaran waktu mau ditukar?"
"Iya seperti itu." Jawab detektif itu menanggapi pernyataan Jeongin dan Han.
"Ah sial!" Han emosi begitu juga Jeongin. "Kita udah di bodohi sama pelakunya!"
"Bagaimana dengan keadaan korban?" Tanya detektif itu.
"Dia masih di operasi, belum ada kabar." Ucap Jeongin dengan wajah sendu mengingat keadaan kakak kelasnya itu.
"Loh paman Jinyoung?"
Nampaknya Han mengenal salah seorang di balik jeruji besi. Jeongin mengekor dibelakang Han yang mendekat ke arah penjara.
"Paman kok bisa disini?"
Seorang pria dewasa berumur 40 tahunan bangkit dari duduknya dan mendekati Han.
"Ada salah paham nak Han, paman di duga udah nabrak anak SMA sama truk punya paman sendiri. Padahal mah truknya dicuri orang." Jelas pria itu membuat Han terkejut.
"Jadi pemilik truk itu paman?!" Pria itu mengangguk.
Jeongin mencolek lengan Han dengan memperlihatkan wajah polosnya. "Itu paman lo?"
"Bukan, itu Park Jinyoung, paman yang dulu pernah bekerja jadi sopir pribadi dirumah Felix, sekarang udah gak lagi. Makanya gue bisa kenal, kan gue dulu mainnya sering ke rumah Felix." Jelas Han, Jeongin hanya ber oh ria paham.
"Paman gak tahu apa-apa nak Han, waktu itu paman pergi buat ngopi sendirian, eh tiba-tiba ngantuk berat dan waktu bangun paman malah duduk di truk milik paman yang baru saja hilang."
"Jadi.. ada yang sengaja naruh obat tidur dikopinya dan memindahkan paman Jinyoung." Jeongin menebak dengan tepat, sama seperti apa yang sedang Han pikirkan.
"Gak nyangka bakal serumit ini."
•|T R I C K Y|•
Sepulang dari kantor polisi Han dan Jeongin mampir dulu ke rumah Han sebelum pergi menjenguk Serim. Mereka begitu sangat bingung untuk memecahkan siapa pelaku dibalik semua ini.
"Lo mau minum apa? Gue bikinin." Tawar Han. Jeongin menggeleng, dia masih memikirkan sesuatu.
Tak lama ia menghela nafas kasar, sangat kasar sampai Han bisa mendengarnya. Jeongin menatap heran ke luar jendela yang ramai orang dan ada mobil polisi.
"Eh Han Han ! Itu ada apa ramai-ramai?" Han ikut melihat di samping Jeongin. "Lo... Gak berbuat jahat kan?"
Han menoyor kepala Jeongin kuat. "Ngaco lo anjir! Itu mereka ramai-ramai disitu. Bukan di rumah gue."
"Emang itu bangunan apa?" Tanya Jeongin sembari menunjuk bangunan disamping rumah Han yang sedang dikelilingi orang banyak.
"Hanya gudang lama yang gak terpakai. Kenapa ramai kayak gitu? Kayaknya ada sesuatu."
Mereka berdua pergi keluar rumah ingin memastikan sesuatu. Mereka bisa lihat garis kuning polisi yang bertuliskan dilarang masuk melintang di depan gudang.
"Eum permisi, ini ada apa ya?" Tanya Han pada salah satu orang yang ikut berkerumun.
"Katanya disini ada pembunuhan, ada dua korban yang sudah meninggal di dalam sana." Han dan Jeongin kaget dengan apa yang barusan orang itu katakan.
Jeongin beralih menatap ke arah gudang hingga netranya bertemu dengan postur tubuh salah satu temannya yang ia kenali. Ia pun menarik Han untuk mendekati nya.
"Yo Felix ! Lo kok ada disini?" Lee Felix menatap kedua temannya itu kaget luar biasa. "Eh sorry gue ngagetin lo ya hehe." Ucap Jeongin sambil cengengesan.
"Lo habis darimana?"
"Ah gue? Gue habis pulang dari les privat terus lewat sini ada ramai-ramai. Gue kepo lah." Jawab Felix sambil menunjukkan tas ransel di punggungnya.
Tak lama mereka berbincang, petugas polisi keluar dari gudang dengan mengangkat mayat itu dan membawanya ke mobil ambulan.
"Permisi.. Apa kalian murid di SMA Jiwaipi?" Salah seorang polisi menghampiri mereka bertiga.
"Iya pak itu benar, ada apa ya?"
"Nampaknya identitas korban satu sekolah dengan kalian, tolong kerja samanya untuk investigasi lebih lanjut."
Han, Jeongin, dan Felix di giring untuk ikut bersama polisi itu.
"Eh sebentar, Jeongin gabisa ikut. Ini di cari mama." Kata Jeongin sembari menunjukkan ponselnya yang berdering tanpa menunjukkan nama orang yang menghubunginya.
"Oke. Hati-hati ye." Jeongin melayangkan tangannya ke dahi membentuk hormat.
Setelah mereka pergi, Jeongin mengangkat panggilan itu.
"Halo kak? Bisa ketemu sekarang?" Ucap Jeongin menyela omongan orang yang menghubunginya. Dia berbohong soal panggilan dari mamanya.
•|T R I C K Y|•
"Jisung kemana sih? Lama banget keluarnya."
"Mungkin masih nenangin diri kak." Jeno berusaha menenangkan Minho yang cemas.
"Tapi ini udah lama banget loh, Serim udah dipindahin ke ruang rawat. Dia gak balik-balik kesini." Minho semakin cemas saja dengan adik dari temannya itu.
Syukurlah operasi Serim berhasil, meskipun dia masih koma dan belum sadar.
"Biar gue cari keluar kak, Min tolong temenin kak Minho." Jeno pergi meninggalkan Minho dan Jaemin di ruang tunggu.
Mereka tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sedih harus mengingat, begitu Serim sadar dari komanya, ia akan di suguhi oleh kabar kematian adiknya, Park Jisung.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top