Tricky - 1 (BARU)

Baca 1 chapter lagi ini, terus nanti kasih komentar ya di bagian bawah ^^

Jangan merasa ini bakal kaku dan serius banget. Nggak, kok. Aku pasti sempilin lawakan receh versiku. Entar, entah di chapter berapa wkwk

#Playlist: J.Cole - She Knows

Dua orang duduk berhadapan sambil menikmati teh dan kue pukis di atas meja. Keduanya sama-sama menyunggingkan senyum mengawali pertemuan pagi ini.

"Berapa umurmu tahun ini, Royal?" Pertanyaan pertama lolos dari mulut pria paruh baya berkacamata, Setmono Soetoyo, sang pendiri partai politik Demosi.

"Tiga puluh delapan, Pak," jawab laki-laki itu yang merupakan sekretaris jenderal partai Demosi.

Partai Demosi berasal dari singkatan Demokrasi Indonesia merupakan partai yang didirikan oleh Setmono sejak tahun 2001. Partai yang pernah meraih dua kali kemenangan dalam pemilihan presiden menjadi partai terbesar ketiga di Indonesia. Di samping itu partai Demosi terkenal diisi oleh pemuda-pemudi berprestasi. Bergabungnya anak-anak muda termasuk siasat Setmono untuk mendapatkan hati masyarakat luas.

"Kamu belum kepikiran untuk menikah?"

"Belum, Pak."

Setmono meletakkan cangkir yang dia pegang di atas piring dengan senyum yang berkibar cerah bak mentari. Setmono menunjuk pukis yang belum disentuh sama sekali. "Kamu cicipin pukis buatan istri saya. Rasanya nggak kalah sama pukis di luar sana."

"Iya, Pak. Saya cicipi, Pak."

Royal Rahandika Adipranas, laki-laki berperawakan tinggi dengan wajah rupawan blasteran andalannya, mengambil satu pukis dan menggigitnya perlahan. Dia mengunyah sambil memperhatikan Setmono yang juga memperhatikannya.

"Sebentar lagi pemilihan gubernur," lanjut Setmono.

Royal berhenti sejenak, menunda kunyahnya menanti arah obrolan mereka.

"Kita butuh pendukung agar Sudrajat bisa terpilih jadi gubernur. Kamu juga harus maju beberapa tahun setelahnya untuk menggantikan Sudrajat. Kita butuh dukungan. Bukan cuma dari kalangan masyarakat luas, tapi partai politik. Kita baru menggenggam satu partai besar dan beberapa partai kecil. Kita butuh satu partai besar lagi untuk menambah kekuatan kita."

Royal menelan mati-matian kue pukis yang membuat tenggorokkannya kering. Dia meneguk teh setelah izin meminumnya.

"Ada baiknya kalau kamu menikahi putri presiden. Partai Bu Presiden sangat besar," usul Setmono.

"Menikahi, Pak? Bukannya putri dari Ibu Presiden udah menikah dengan anak Menteri Pendidikan?"

Setmono tertawa kecil. "Itu kakaknya. Ini anak bungsunya yang baru menyelesaikan gelar magister di luar negeri. Namanya Madu. Dia bisa jadi batu loncatan kamu di dunia politik. Saya yakin seluruh anggota partai Bu Presiden akan memberikan dukungan untuk kamu. Apalagi yang saya dengar, dia anak emas Bu Presiden. Gimana?"

"Saya bersedia aja, Pak. Tapi masalahnya yang kita bahas adalah putri dari Ibu Presiden. Pasti ada banyak orang yang menginginkan dia menjadi istri maupun menantu. Saya cuma sekjen parpol, Pak. Apalah saya kalau dibandingkan sama menantu Bu Presiden yang lain."

Setmono tertawa lagi. "Jangan khawatir, soal tikung menikung minta perjodohan, saya ahlinya. Tugas kamu hanya mengambil hatinya Madu. Kamu laki-laki yang rupawan, mapan, dan sempurna. Siapa yang mau menolak? Dia pasti mau dijodohkan dengan kamu. Yakin aja. Kalau kamu nggak yakin, maka semesta juga ragu-ragu menyatukan kalian."

"Baik, Pak. Saya akan coba mengambil hatinya."

"Itu baru Royal yang saya kenal. Penuh semangat dan berambisi." Setmono melempar senyum lebar. "Tapi ada hal yang perlu kamu tahu tentang Madu."

"Apa, Pak?"

"Saya dengar dia agak liar dan sulit diatur."

Kebetulan sekali Royal tidak suka tipe perempuan seperti itu. Sialnya, kalau dia ingin kariernya semakin menanjak, dia harus melakukan saran dari pendiri partai. Soalnya ini satu-satunya jalan selain mendekati anggota partai lainnya dengan jamuan atau pujian layaknya penjilat.

"Kalau kamu bisa mengubah Madu menjadi lebih baik, itu akan menjadi nilai plus untuk kamu di mata masyarakat. Bukan rahasia umum lagi putri bungsu Bu Presiden senang berulah. Seandainya berhasil menikah, buat konten manis dan mesra, lalu pamerkan ke publik. Tontonan seperti itu akan menjadi konsumsi yang luar biasa. Kamu bisa mengambil hati masyarakat sebagai suami yang hebat. Biarkan orang-orang lihat kamu sama dia mesra meskipun aslinya nggak ada yang tahu," lanjut Setmono.

"Saya akan coba, Pak, meskipun mengubah sifat seseorang bukan keahlian saya."

"Royal, Royal. Kamu ini pintar-pintar, tapi naif." Setmono tertawa geli. "Buat dia jatuh cinta sama kamu, maka dia akan mengubah dirinya sendiri menjadi tipe idaman yang kamu inginkan. Kita nggak bisa mengubah seseorang kalau orang itu nggak berniat berubah. Makanya saya bilang, raih hatinya. Walaupun ini pernikahan atas dasar kepentingan, kalau kamu dapat cintanya, semua akan lebih mudah, bukan?"

"Baik, Pak."

"Saya akan atur pertemuan kalian berdua. Kamu usaha aja meluluhkan hatinya. Kalau menurut kamu sulit, ingatkan lagi diri kamu soal karier yang membumbung tinggi ke depannya jika berhasil mengambil hati Madu." Setmono mengingatkan.

Royal mengangguk mantap. Dia memikul beban yang lumayan sulit. Membuat putri presiden jatuh cinta dengannya? Mustahil. Dia saja tidak suka perempuan liar dan sulit diatur. Bagaimana caranya meluluhkan perempuan tipe seperti itu? Tapi bukannya naif juga berharap perempuan itu jatuh cinta padanya?

"Oh, saya lupa satu hal. Bu Presiden sendiri yang minta sama saya untuk menjodohkan kamu dengan putrinya. Saya memang mau menyarankan kamu sebagai kandidat, ternyata Bu Presiden langsung bilang kalau dia tertarik dengan sosok kamu. Saya nggak berani tanya alasannya apa milih kamu. Jadi, kamu tinggal persiapkan diri aja bertemu Madu," ungkap Setmono.

Royal bertanya-tanya. Mengapa dia dipilih untuk dijadikan menantu oleh presiden? Apa yang menarik darinya yang belum menjadi apa-apa selain mengekori Setmono? Royal tidak mengerti. Apa pun alasannya, dia akan berusaha sebaik-baiknya supaya tidak mengecewakan banyak pihak.

💕💕💕

Madu memasuki rumah mewah bertingkat tiga yang ada di daerah Kemang. Rumah utama orang tuanya. Rumah kedua orang tuanya ada di Cikeas. Madu pikir akan dibawa ke Cikeas, ternyata malah ke sini. Entah sudah berapa lama Madu tidak menginjakkan kaki di rumah ini. Dia sampai lupa sendiri.

Di depan pagar rumah terdapat dua orang penjaga yang menjaga rumah dengan baik. Dulu tidak ada penjagaan seperti itu. Sejak ibunya menjadi presiden orang-orang itu ada untuk mengawasi rumah. Lagi pula siapa yang mau mencuri atau mengebom rumah presiden? Belum ada yang seberani itu.

Di ruang tamu rumah, Madu menemukan kakaknya duduk manis sedang membaca majalah. Madu berdeham guna menginterupsi kegiatan sang kakak dan berhasil.

"Finally! Gue udah capek nungguin lo, Madu."

Silsila Edukarani Djikrominoto nama perempuan yang tengah duduk itu. Kakak ketiga sekaligus kakak perempuan satu-satunya yang Madu punya. Wajah cantik perempuan itu tidak lantas mencerminkan sikapnya sebaik bidadari. Tidak. Di antara kakak-kakaknya, Silsila yang paling galak dan menyebalkan. Silsila tidak segan memukul Madu dengan tangannya sendiri. Selain fakta akan sikap Silsila yang lebih buruk dari ibu tiri dalam sinetron, fakta lainnya adalah Silsila bekerja sebagai pembawa berita di stasiun televisi ayah mereka. Silsila sudah menikah dengan putra dari Menteri Pendidikan. Perjodohan klasik politik demi kepentingan masing-masing.

"Kenapa?" Madu bertanya santai, masih tetap berdiri tanpa berniat duduk.

"Duduk dulu. Ini pembahasan penting."

Madu duduk di depan sang kakak dengan tangan bersedekap di dada dan kaki menyilang. Silsila menatap adiknya dengan serius setelah meletakkan majalah di atas meja.

"Mama mau jodohin lo sama sekjen parpol Demosi." Silsila memberi tahu tanpa basa-basi.

"Kenapa tiba-tiba mau jodohin?"

"Soalnya dia tahu lo masih berhubungan sama Kian."

Madu tertawa kecil. Dia tahu bukan itu alasannya. Ibunya tentu punya kepentingan tersendiri ingin menjodohkannya dengan salah satu kepercayaan partai tersebut. Dengar-dengar kakaknya yang pertama akan dijadikan calon presiden beberapa tahun mendatang. Tentunya sang ibu butuh kerjasama dengan beberapa partai terkemuka untuk mewujudkan ambisinya itu. Partai Demosi termasuk partai dengan jumlah pengikut terbanyak ketiga setelah partai Nasper, partai yang menaungi ibunya.

"Memangnya kenapa kalau masih berhubungan sama Mas Kian? Ada yang salah?" Sebelum kakaknya menjawab, Madu menambahkan, dengan menjentikkan jari. "Ah ... gue tahu! Takut tercium media gue ada hubungan sama mantan wakil presiden terdahulu?"

"Lo nggak perlu tahu alasannya. Pokoknya minggu depan lo ketemu sama calon suami lo. Namanya Royal Rahandika Adipranas. Lo pasti suka. Dia lebih ganteng dari Mas Kian kesayangan lo itu." Silsila sengaja menekankan kalimatnya saat menyebutkan Kian. Sengaja. Biar adiknya tahu bahwa dia sama seperti ibunya yang tidak setuju Madu masih berhubungan dengan orang yang bersangkutan.

"Lo tahu, kan, gue udah sering pacaran sama yang ganteng-ganteng, Kak? Gue juga nggak butuh yang ganteng kalau mereka nggak berguna. Buat apa? Bikin repot aja." Madu tetap santai dengan senyum miring yang dia tunjukkan pada sang kakak.

Silsila kesal mendengarnya. Tangannya sudah terkepal menahan emosi. "Pokoknya lo harus ketemu Royal. Mama pengin lo nikah."

"Kenapa nggak dijodohin sama pendiri partainya aja? Kenapa harus sekjen?"

"Pendirinya udah punya istri dan anak. Seumuran Mama. Royal ini masih muda. Udahlah, lo nggak usah banyak mau. Nanti gue kasih tahu alamat pertemuan lo sama dia," tegas Silsila galak.

"Setelah Mama berhasil jodohin Kak Bahlawan sama anaknya mantan presiden, jodohin Kak Fagan sama anaknya mantan jaksa agung, jodohin lo sama anak menteri pendidikan, sekarang dia mau jodohin gue sama sekjen parpol. Kenapa malah makin turun? Kenapa nggak jodohin gue sama anaknya wakil presiden yang sekarang?" Madu menatap kakaknya, masih dengan setengah senyum yang ditunjukkan.

"Gue nggak tahu. Gue cuma disuruh menyampaikan sama lo mengenai perjodohan ini. Jangan banyak protes. Mama tahu yang terbaik untuk anak-anaknya. Lo tinggal datang aja ketemu calon lo, apa susahnya, sih?" Kali ini suara Silsila naik beberapa oktaf. Urat-urat lehernya sampai terlihat gara-gara respons sang adik.

"Ya udah atur aja." Madu bangun dari tempat duduknya. Walau sebenarnya dia belum berminat menikah muda, dia akan mengikuti saja keinginan ibunya. Sekali ini dia akan menjadi putri yang menuruti sang ibu. "Gue mau pergi. Sampai jumpa lagi nanti, Kak."

"Bukannya lo baru pulang? Mau ke mana lagi?"

Madu menoleh sambil mengulas senyum. "Apartemen Mas Kian."

"Lo..." Silsila menahan diri tidak melempar adiknya dengan majalah. Menggantung kalimatnya yang hendak diucapkan. "Jangan macam-macam. Kalau lo bikin malu Mama, gue nggak segan cekik lo."

"Oh, maksudnya jangan sampai gue hamil?" Madu tertawa kecil. "Lihat aja nanti. Kalau nggak bablas, ya ... nggak. Akan lebih bagus kalau hamil, kan? Jadi, gue nggak perlu nikah sama sekjen itu."

"Madu!" Suara Silsila semakin meninggi. Berteriak berulang kali memanggil-manggil nama sang adik. "Hei, Madu! Madu!"

Madu tidak mempedulikan sang kakak, berjalan santai keluar meninggalkannya di belakang sana. Tidak peduli kakaknya mengamuk atau nanti akan menghampirinya ke apartemen, dia ingin meninggalkan rumah ini. Madu terlalu asing dengan rumahnya sendiri. Lebih baik dia mendatangi tempat yang lebih familier untuknya. Iya, apartemen Kian sangat familier dan lebih banyak kehangatan daripada rumahnya sendiri.

💕💕💕

Jangan lupa vote dan komen kalian<3<3

Jadi, gimana dengan cerita ini? Lanjut nggak neeeeh?

Marganya Royal kuganti bukan Resmana lagi ya tapi Adipranas hehe nanti ada cerita untuk keluarga Adipranas yang lain wkwk

Follow IG: anothermissjo

Madu, si pembuat onar '-')/

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top