tujuh; netra
Perjalanan dari Milan ke Tokyo memakan waktu yang cukup lama. Beruntung rasa lelahnya terbayarkan saat memijakkan kaki di bandara Narita, ponselnya langsung berdering dan seseorang yang dirindukannya menghubungi.
"Halo, Aiza. Sudah sampai ya?" tanya seorang di seberang sana. Siapa lagi kalau bukan Bokuto Koutarou? Suara berat yang masuk ke indera pendengaran sang gadis cukup menenangkan hatinya. Ia mengulas senyuman tipis seraya menggeret kopernya.
"Ya, aku ambil bagasi dulu oke?"
Di seberang sana, Bokuto mengangguk. Mereka masih berada di hubungan via suara dengan Aiza yang menempel ponselnya di telinga dan mengapitnya guna bahu, sementara Bokuto tetap memegang benda elektroniknya di telinga. Keduanya saling berbincang, padahal sebentar lagi mereka akan bertemu. Biasalah, terlalu lama menjalani hubungan jarak jauh membuat komunikasi mereka terbatas.
Lelaki berambut jabrik itu sudah siap berdiri di dekat pintu kedatangan. Kepalanya terus menoleh ke sana kemari guna memastikan Aiza telah tertangkap oleh pandangannya, hingga dirinya dapat melihat seorang gadis bermahkota putih dengan pakaian turtleneck oranye sebagai dalaman, blazer cokelat muda sebagai luaran dan celana hitam serta sepatu kets sebagai alas kaki. Tangannya melambai dengan riang dan memanggil nama sang gadis.
"Aiza!"
Mendengar namanya dipanggil membuat Aiza menoleh, melihat Bokuto yang melambai padanya. Lantas dirinya mendorong troli dengan koper dan kardus oleh-oleh dari Milan keluar melalui pintu kedatangan. Ia disambut dengan pelukan dari Bokuto yang begitu erat. Rasa rindu yang tak terbendung telah lunas, mulai hari ini mereka akan kembali bersama menghabiskan waktu berdua tanpa terpisah jarak. Begitu pula Aiza yang membalas pelukan sang lelaki, menghilangkan nestapa yang selama ini ditumpuk.
Baik Bokuto dan Aiza, keduanya sama-sama merasa bahagia. Sang lelaki rela izin dari latihan volinya (mengingat dirinya adalah seorang atlet voli Nasional) untuk menjemput Aiza di bandara. Sebenarnya ia bisa menunggu sang gadis berada di kediaman Takahara, tetapi ia tak dapat menahannya.
Mereka melepas pelukan, saling beradu pandang dan sama-sama tersenyum. Bokuto meraih tangan Aiza dan menggenggamnya, begitupula dengan sang gadis yang menyambut tangan besar milik kekasihnya. Keduanya sama-sama mendorong troli lalu melangkah menuju parkiran mobil dimana Bokuto menaruh kendaraannya. Ia memasukkan barang-barang milik Aiza ke dalam bagasi mobil, mendorong troli ke tempat pengembalian yang berada di dekat parkiran lalu masuk ke dalam mobilnya.
Bokuto menghidupkan mobil, memasukkan gigi kopling dan membawa kendaraannya menjauh dari parkiran. Di sela-sela mengantri untuk keluar dari bandara, ia menoleh pada Aiza yang terlihat lesu. Wajar sih, perjalanan di udara yang memakan waktu berjam-jam membuat tubuh capek. Ia malah curiga Aiza terkena jet lag. Tangannya menggenggam tangan Aiza dan menoleh pada lawan bicara.
"Kau gak apa?"
Aiza memijit pelipisnya dan menggeleng. Ia baik-baik saja, hanya merasa pusing karena tidak tidur sebelum keberangkatannya menuju kampung halaman. Terlalu gugup karena saat itu ia menyadari bahwa kepulangannya ke Jepang akan menjadi awal baru untuk kisah mereka yang sempat melakukan hubungan jarak jauh.
"Enggak apa, aku hanya merasa sedikit pusing."
"Ah, kebetulan aku juga belum makan siang. Nanti kita berhenti di restoran saja ya."
Sang gadis mengangguk. Bokuto mengulas senyuman tipis seraya mengacak mahkota milik Aiza, mengatakan pada sang gadis untuk beristirahat sejenak di mobil sebelum mereka sampai di restoran. Hal tersebut diiyakan oleh Aiza, membuatnya menurunkan posisi kursi dan berbaring. Setidaknya ia dapat memejamkan kedua mata sejenak.
~~~
"Aiza~ Ayo bangun," ucap Bokuto seraya menepuk pipi sang gadis dengan pelan. Merasakan sentuhan di pipi serta suara yang mengajaknya untuk bangun membuat Aiza membuka kedua mata perlahan. Walau sedikit payah karena dirinya benar-benar terlelap, tapi ia berusaha untuk tersadar sepenuhnya dan merubah posisinya menjadi duduk. Ia mengusap kedua mata, menutup mulut yang menguap dan netra hijau mint-nya terlihat begitu kelelahan. Bokuto tersenyum gemas, mencubit hidung wanitanya yang baru saja tersadar. "Ayo, makan dulu."
Aiza mengangguk pelan. Dirinya langsung keluar dari mobil dan di luar Bokuto telah menunggunya. Sang lelaki merangkul Aiza yang masih terlihat capek dan menuntun jalannya, takut-takut kekasihnya malah ambruk karena jet lag.
Setelah keduanya memijakkan kaki di restoran, Bokuto melihat menu yang terpampang di belakang meja kasir. Tentu ia memesan makanan dengan porsi besar, sementara Aiza dipesankan dengan porsi yang normal saja. Biasanya juga Bokuto jadi tempat penampungan terakhir oleh Aiza kalau makanannya tidak habis.
Mereka pun berjalan ke satu meja, dimana Aiza duduk di ujung tepat di dekat dinding sementara Bokuto duduk di sebelahnya. Lebih dekat lebih bagus, mengingat betapa lelahnya seorang Takahara Aiza setelah melakukan perjalanan jauh. Jadi kalau terjadi sesuatu, Bokuto akan sigap membereskannya.
"Kou, aku ngantuk," keluh Aiza seraya menopang kedua pipi. Mendengarnya membuat Bokuto terkekeh lalu mengacak mahkota putih milik wanitanya.
"Iya, kau makan dulu baru tidur lagi ya?"
Aiza merasa sangat kelelahan hanya bisa mengangguk sebagai respon. Melihat gadis pemilik marga Takahara lesu membuat Bokuto kasihan juga, tapi di satu sisi merasa gemas karena sifat manja Aiza muncul. Ia menangkup pipi Aiza dengan kedua tangan dan memanggil nama sang gadis. Netra emas miliknya dan hijau mint milik Aiza saling beradu. Bagi Bokuto, warna iris milik sang gadis adalah warna favoritnya yang paling menenangkan. Hijau mint yang selalu menyorotkan kelembutan dan kehangatan, sampai membuatnya terlalu larut dan jatuh ke dalam warna tersebut.
Lain halnya dengan Aiza yang belum sepenuhnya sadar dengan tingkah sang kekasih, memilih untuk diam dan membiarkan Bokuto menyentuhnya.
Bokuto tersenyum lebar, menempelkan dahi miliknya dan milik Aiza, seakan-akan lupa bahwa mereka masih berada di tempat umum. Namun, cinta itu bisa membuat orang lupa seakan-akan dunia milik berdua. Begitulah Bokuto ketika telah jatuh hati pada gadis di hadapannya, benar-benar memabukkan dan membuatnya lupa. Netra milik sang gadis pula yang membuatnya makin membuat cintanya begitu membara.
"I love you," ujar sang lelaki. Aiza tersenyum tipis, mengacak rambut milik Bokuto dan membalas, "I love you too."
Eyes green
Quite and enchantment
And i'm going down
Like the titanic
Eyes hazel
Sweet and dynamic
And i'm going down
Like the titanic
Hari Ketujuh - Eyes
BokuAiWeek2020 (c) mbakaiza
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top