tiga; gering
Hari ini, Aiza harus berada di rumah Bokuto untuk sehari penuh.
Yah, setidaknya sampai lelaki berambut jabrik itu bisa bangun dari kasur dan berjalan ke kamar mandi seorang diri.
Semuanya berawal dari kedatangan Bokuto ke gym yang penuh dengan gairah dan semangat yang membara, seperti Bokuto Koutarou pada biasanya. Namun, Aiza memerhatikan ada yang salah dengan sang lelaki. Hidungnya memerah, matanya terlihat sendu walau tertutupi oleh senyuman khas miliknya, juga suaranya yang terdengar berbeda seperti orang sakit tenggorokkan. Saat itu ia hanya berspekulasi sementara, tetapi dugaannya semakin dibenarkan ketika Bokuto terjatuh saat melakukan spike ke arah lawan. Seisi gym terkejut, termasuk Aiza. Pada akhirnya, sang lelaki diseret ke pinggir lapangan untuk beristirahat. Rekan yang membantu Bokuto menarik dirinya ke pinggir lapangan, diantaranya adalah Konoha dan Akaashi, merasakan hawa panas ketika mereka menyentuh sang lelaki.
Saat pulang ke rumah Bokuto pun, mereka tetap membantu dan mengantar karena kasihan melihat kapten mereka yang tak berdaya. Aiza juga kasihan pada lelaki itu, memilih untuk merawat Bokuto untuk malam ini dan mungkin sampai besok. Seperti yang dikatakan di awal, paling tidak sampai Bokuto dapat berjalan sendiri ke kamar mandi.
"Koutarou, aku siapkan makan malam untukmu ya." Aiza berucap seraya menyentuh bahu sang lelaki. Walau berbalut baju pun, ia dapat merasakan panas dari tubuh Bokuto.
"Aku gak lapar, Aiza," keluhnya seraya mengembungkan pipi. "Aku mau tidur aja!"
"Nanti Koutarou gak sembuh dan gak bisa mempertahankan diri jadi Top Ace di Jepang dong?"
Bokuto mengerjap. Dirinya yang berbaring di atas sofa itu pun tiba-tiba terduduk dan menatap lawan bicaranya seraya mengangguk. "Kau benar, Aiza!" Ia berucap, tetapi kepalanya tiba-tiba pusing karena langsung bangun. Dirinya pun kembali berbaring di sofa dan memeluk tas miliknya. "Maaf malah merepotkanmu ya."
Aiza menggeleng. "Aku tidak merasa direpotkan, kok."
Sang gadis pun melangkah menuju dapur, membuka lemari dan mencari bahan apa saja yang bisa dimasak. Oh, tentu saja sebelum ke dapur ia meminta izin pada empunya rumah. Tidak sopan mengacak rumah orang tanpa izin walau niatnya membantu, itulah yang diajarkan oleh orangtuanya. Ia juga telah mengabari ibu dan ayahnya bahwa dirinya akan menginap selama satu malam di rumah Bokuto. Beruntung mereka sudah mengenal lelaki berambut jabrik itu dengan baik dan benar-benar percaya padanya.
Setahu Aiza, Bokuto sering ditinggal sendiri oleh orangtuanya. Maka dari itu persediaan makanan di rumah sang lelaki terbilang cukup banyak. Apalagi porsi makan seorang Bokuto Koutarou seperti porsi kuli bangunan. Walau pun banyak, semua makanan tersebut adalah makanan instan yang membuat Aiza menggeleng. Untung saja di kulkas ia menemukan telur dan sayur sawi juga beras yang belum dimasak sama sekali. Aiza memutuskan untuk membuat sup telur, sawi yang akan dimasak dengan sedikit kuah dan bubur.
Ia cukup pandai memasak, jadi walau pun bahan seadanya ia dapat memanfaatkannya dengan baik. Mahkota putihnya diikat, ia menyingsing lengan seragam yang masih melekat di tubuhnya dan mulai memasak dari yang paling lama, yaitu membuat bubur. Setelahnya Aiza mulai menyincang bumbu utama yang paling penting di dalam masakkan yaitu bawang putih dan bawang merah. Di sela-sela menyincang bawang, tiba-tiba Bokuto datang dan memeluknya dari belakang yang membuatnya tersentak.
"K-Kou?"
"Aizaa~ Aku pusing."
"Kenapa Koutarou tidak tidur di kamar saja?"
"Kamarku di atas, capek mau naik lagi," keluhnya. "Nanti kalau aku jatuh terus guling-guling di tangga gimana?"
Aiza tersenyum tipis. "Gak mungkinlah, Koutarou 'kan kuat. Masa' sakit kayak gini gak bisa dilawan?"
"Uh, Aiza kalau ngomong suka bikin aku senang, tapi aku lagi pusing jadi gak bisa semangat ngeresponnya."
Bokuto memasang wajah cemberut seraya menaruh kepalanya di bahu Aiza. Sang gadis dapat merasakan deru hangat napas milik Bokuto yang membuatnya merinding. Kedua tangannya berhenti menyincang bawang karena terlalu gugup berada begitu dekat dengan sang lelaki.
"Koutarou istirahat aja dulu ya? Nanti kalau udah selesai masak aku beritahu."
"Gak, aku gak mau jauh-jauh dari Aiza." Bokuto berucap seraya mengeratkan pelukannya, semakin membuat konsentrasi sang gadis buyar.
"Kou, aku gak kemana-mana kok," ucap Aiza. "Istirahat dulu, gih. Nanti makin pusing loh."
Rambut milik Bokuto mendadak layu seperti tanaman yang tidak disiram. Ia sedang sakit, sekaligus perasaannya menjadi kacau karena merasakan pusing, sakit tenggorokkan dan susah bernapas di saat yang bersamaan. Bokuto menuruti perkataan Aiza, tetapi ia tak berjalan ke sofa atau bahkan ke kamarnya melainkan ke meja makan, duduk di kursi dan menaruh kepalanya di atas meja.
Aiza mengulas senyuman tipis, lantas melanjutkan memasak makanan kembali karena sempat diinterupsi oleh Bokuto. Durasi memasaknya pun terbilang cepat, mengingat bahan yang dimasak seadanya dan memang tidak perlu waktu yang lama. Di saat yang bersamaan bubur pun telah selesai dimasak di rice cooker. Ia menyajikan masakannya di atas meja, dimana semangkok bubur, sup telur, satu piring kecil sayur sawi dan air hangat diletakkan.
"Koutarou, ayo makan dulu," ucapnya seraya menepuk kepala sang lelaki. Bokuto pun mengangkat kepalanya yang terasa berat, melihat makanan yang telah tertata rapi di hadapannya (apalagi ini dibuat oleh Aiza) membuat nafsu makannya memuncak seketika. Ia pun mulai melahap makanan tanpa menunggunya dingin, membuatnya kepanasan karena memasukkan makanan yang masih panas ke dalam mulut. Melihat itu pun membuat Aiza panik, lantas mengelus pundak sang lelaki dan menyodorkan segelas air hangat padanya. "Hati-hati. Makanannya masih panas, loh."
"Uh, padahal aku mau cepat-cepat makan makanan yang dibuat Aiza."
Rona merah tampak di kedua pipi Aiza, terlebih wajah kecewa Bokuto terlihat menggemaskan. Ia memalingkan wajah dan menggaruk pipi, mulai merasa malu karena terang-terangan dipuji oleh sang lelaki.
"N-Nanti, tunggu udah agak dingin, Kou."
"Oke deh." Bokuto pasrah, karena memang dirinya tak bisa menyantap makanan di hadapannya kalau masih panas. Ia menoleh pada Aiza yang berpaling padanya, meraih tangan sang gadis yang berada di atas meja dan mematri senyuman lebar. "Aiza baik banget, makasih ya!"
Sentuhan hangat yang memenuhi tangan Aiza membuatnya malu, memilih untuk mengangguk pelan dan menutupi wajahnya yang kemerahan dengan menunduk. Walau begitu, Bokuto tetap setia pada senyumannya karena tahu sang gadis malu karenanya.
Hari Ketiga - Sick
BokuAiWeek2020 (c) mbakaiza
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top