empat; cengkrama

Musim dingin, dimana orang memilih untuk berada di bawah meja penghangat dan mengistirahatkan diri di rumah. Hanya Bokuto yang berbeda karena dirinya telah keluar rumah dengan sweat shirt rajut dan jaket tebal di luar, celana kain, sepatu kets dan tak lupa juga penutup telinga berwarna hitam. Sebentar lagi dia akan lulus SMA, tapi tingkahnya masih seperti anak kecil.

Tumpukan salju yang berada di halaman rumah pun ditendang sembari tertawa dan melompat kecil lalu kembali melangkah menyusuri daerah tempat tinggalnya. Niatnya hari ini adalah mengajak seorang gadis untuk bermain salju bersama. Katakanlah Bokuto orang yang tidak ada kerjaan, tapi benar adanya karena dia hanya seorang diri di rumah.

Kedua kakinya berjalan menuju kediaman Takahara seraya bersenandung. Ia menanti momen dimana dirinya dan Aiza bermain salju seperti membuat bola salju dan melemparnya, membuat orang-orangan dari salju atau sekadar rebahan dan bermain di atas hamparan salju. Sejenak mengulum bibir, membayangkannya saja sudah membuatnya bersemangat.

"Eh, Koutarou?"

Suara tersebut membuat langkah Bokuto terhenti. Matanya mengerjap, melihat figur yang ingin ditemuinya berada di hadapan. Kedua tangannya diangkat diiringi senyum sumringah di wajah.

"Aiza!"

"A-Ah, ya." Gadis pemilik mahkota seputih salju itu gugup. Wajah bahagia yang dipancarkan oleh Bokuto membuatnya terkejut, sekaligus menggemaskan di satu sisi. Semoga saja wajahnya tidak terlalu memerah.

"Ayo kita main salju!"

"Eh? Main salju?"

Bokuto mengangguk cepat. "Yup! Bagaimana kalau kita main perang bola salju?"

"Tapi ... aku harus mengantar roti ke rumah pelanggan."

Sebenarnya Aiza tak enak untuk menolak, tapi roti hangat yang baru saja keluar dari pemanggang harus diantar segera agar pembeli tidak menunggu terlalu lama. Bokuto paham, tetapi tetap saja ia pundung dilihat dari rambut jabriknya yang layu seperti tanaman yang tidak disiram.

"Oh ya ...," ucapnya lesu. "Oh!" Tetapi, sepersekian detik kemudian kembali bersemangat, membuat Aiza tersentak. "Aku temani ya?"

"T-Tidak usah, sungguh!" Gadis itu menolak secara spontan seraya menggeleng dan mengibaskan kedua tangan. Ia malu kalau harus berjalan dengan sang lelaki. Lebih baik dia pergi sendiri daripada harus menahan malu ketika berada di sisi Bokuto.

Hanya saja, namanya Bokuto Koutarou itu tidak pernah mau mendengar omongan orang. Dirinya menampilkan senyuman lebar lalu merangkul bahu sang gadis. "Ayo, aku temani!"

Aiza akhirnya pasrah, bahkan belum mengiyakan ajakan dari sang lelaki tapi dirinya sudah diajak untuk jalan bersama. Tangannya mengeratkan pegangan pada kantong sembari menetralisir rasa gugup serta jantungnya yang berdegup kencang.

~~~

"Uwah, selesai juga ya!"

Sang gadis mengangguk. "Terima kasih, Koutarou."

"Apa pun untukmu, Aiza!" ucap Bokuto dengan semangat. "Jangan sungkan padaku."

Aiza mengangguk. Padahal ia sendiri tidak membayangkan kalau mereka akan berjalan beriringan mengantar pesanan, tetapi ia bersyukur karena dengan adanya Bokuto perjalanannya tidak begitu sunyi. Di sepanjang jalan ia bercerita banyak hal dan Aiza selalu siap memasang telinga untuk sang lelaki. Sesekali merespon agar tercipta timbal balik di antara keduanya.

"Nah, kalau gitu ayo kita main salju!"

"Eh? Dimana?"

"Itu!"

Bokuto menunjuk ke sebuah taman bermain tak jauh dari tempat mereka berdiri. Belum sempat Aiza merespon, lelaki itu menarik tangannya dan membawanya ke taman bermain tersebut. Sepi karena tidak ada yang bermain, hanya mereka saja yang berada di sana.

"Kebetulan sekali ada taman bermain disini. Saljunya juga banyak!"

"Iya," jawab Aiza seraya mengangguk. "Jadi, kita mau main apa?"

"Fufu ...."

Tak disangka, Bokuto telah membulatkan salju dan bersiap untuk melemparnya pada Aiza. Sang gadis tersentak, menutup wajah dengan kedua tangan.

"Koutarou!"

Lelaki itu pun memasang kuda-kuda untuk melempar bola salju, tetapi dirinya diam dan mematung membuat Aiza mengerjap. Ia melihat Bokuto terkekeh dan melempar bola saljunya ke udara.

"Bercanda kok, hehe," ujarnya seraya terkekeh. Aiza bernapas lega karena dirinya tidak jadi dilempar bola salju. "Tapi bohong!" Bokuto melempar bola salju tersebut dan tepat mengenai wajah Aiza, membuat sang gadis cemberut. Lantas membulatkan salju lalu melemparnya pada Bokuto tanpa basa-basi. Lelaki itu tertawa lepas melihat tingkah Aiza yang marah karena dilempar bola salju, bahkan sang gadis melemparinya berkali-kali.

"Nih, aku balas!" Aiza berucap, tak berhenti melempar bola salju pada Bokuto.

"Uwah, Aiza! Stop!" Sang lelaki meminta, tapi dirinya masih larut dalam tawa. Kedua tangannya digunakan untuk melindungi wajah serta tubuhnya, sementara kakinya berjalan menghampiri Aiza. Ketika berada di hadapan sang gadis, tangan Aiza yang memegang bola salju mengambang di udara. Kedua matanya mengerjap ketika Bokuto berada di hadapan dengan tubuh yang penuh sisa-sisa salju. Tangan sang lelaki menangkup kedua pipi Aiza, sedikit mengangkatnya hingga kedua netra mereka saling beradu. Aiza sempat tak sadar dengan apa yang dilakukan Bokuto, sampai dirinya tahu bahwa sang lelaki tengah memegang pipinya membuat rona merah muncul.

"Jangan marah dong~" pintanya lagi. "Tapi, Aiza kalau marah lucu, aku suka."

"H-Hah?" Aiza bingung, otaknya blank. Ia tak tahu bagaimana caranya bereaksi mengingat Bokuto begitu dekat dengan dirinya juga menyentuhnya, ditambah dirinya dipuji membuatnya diam termangu di kedua tangan Bokuto.

"Hehe, makasih ya udah mau nemanin aku."

Lagi-lagi, otak Aiza makin buntu. Ia lupa bagaimana caranya merespon, memilih untuk diam dan menunduk menahan rasa malu.

Hari Keempat - Snow
BokuAiWeek2020 (c) mbakaiza

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top