Episode 4 Naked on Bed
Kepala Arka terasa berat, ketika ia mencoba membuka mata. Rasanya seperti batu besar sedang menghimpit badan, karena ia juga susah menggerakkan tangan dan kaki. Apa yang telah terjadi?
Perlahan-lahan, Arka mulai merasakan gesekan lembut kain pada kulitnya, terasa nyaman sekaligus hangat. Ketika tangannya mulai bisa digerakkan, ia menarik kain itu lebih rapat ke tubuhnya. Mungkin ia tertidur setelah sampai di hotel karena terlalu lelah kemarin. Memang tak ada yang bisa menandingi kekuatan ranjang dalam membuatnya merasa aman. Tidur seharian sepertinya tidak masalah setelah semua yang terjadi setelah 24 jam terakhir ....
Mata lelaki itu bergegas membuka. "Astaga!" pekiknya. Ia bahkan tidak ingat memasuki kamar hotel ini. Apa nama hotelnya, di lantai berapa kamarnya berada, ia sungguh tidak menyimpan data. Pandangannya tertuju pada langit-langit yang berwarna putih, dengan lampu yang masih menyala. Lihat kan, ia tidak pernah tidur dengan penerangan semenyilaukan ini. Arka menyingkap selimut dan hendak bangkit dari ranjang, tetapi ia baru menyadari bahwa tubuhnya tidak tertutup dengan pakaian sama sekali.
"Ya ampun!" desisnya. Arka menelan ludah, mencerna semua situasi yang terjadi saat ini, tetapi kepalanya seakan dihajar oleh palu godam tanpa ampun. Ia merasa pening, sampai kemudian terdengar suara cempreng yang terasa akrab dan familiar diiringi suara pintu yang terbuka lalu menutup dengan sendirinya.
"Udah bangun, Mas?"
Belum sempat Arka menarik kembali selimut yang menutupi harga diri dan kejantanannya, suara cempreng itu berubah menjadi pekikan.
"Ya ampun!"
Mesa membalik badan dan menutupi wajah. Lelaki itu buru-buru meraih kain putih dan menutupi badannya. Ia semakin kesal karena kembali dalam situasi yang memalukan bersama gadis ini. Padahal ia sudah tak ingin menghadapi kejutan aneh yang lain dalam hidupnya.
"Kenapa kamu ada di sini?" seru Arka frustasi.
"Ya, kan. Ya, kan ...." cicit gadis itu masih tak mau menatap Arka. "Duh! Bisa pake bajunya dulu nggak, sih?"
"Lha di mana bajuku?" Arka berteriak histeris, tangannya mencengkeram erat selimut yang menjadi pertahanan terakhirnya.
Mesa menghela napas dan menggelengkan kepala. Arka yang menatap punggung dan rambut gadis itu semakin panik. Matanya menatap nanar ke seluruh penjuru ruangan, tetapi pakaiannya kemarin tak terlihat di manapun. "Kamu ngapain aku kemarin?" tuduh lelaki itu dengan nada tegang. Ia membalik badan Mesa agar ia bisa melihat ekspresi wajahnya. "Kemarin kita ngapain aja?"
"Ya ampun, tolong ya, Mas, kalimat Mas itu mengesankan kalau aku kemarin habis melakukan sesuatu yang buruk." Mesa menatap langit-langit, menghindari agar tatapannya tidak tertuju ke sesuatu yang tidak ingin ia lihat.
"Jangan mengalihkan pandangan, kamu bohong, kan?"
Kali ini, Mesa memutar bola mata. "Aku cuma nggak mau lihat! Mas Arka kan lagi nggak pake baju!"
"Emang ini di mana? Kok bisa aku jadi kayak gini?" Wajah Arka memerah, kombinasi antara marah yang menggelegak serta rasa malu. Nyeri di kepalanya makin mendera, hingga ia mengangkat tangan kanan untuk memijat pelipis. Sayang gerakan itu menyebabkan selimutnya melorot.
"Masha Allah!" Reflek, Mesa memutar tubuhnya lagi. "Bentar deh, aku pinjemin baju temenku!" Gadis itu lari terbirit-birit keluar, meninggalkan Arka yang kini memejamkan mata karena tertekan dengan situasinya.
Lelaki itu duduk di tepi ranjang, setelah mengeratkan kain tebal itu ke seluruh tubuh, kemudian bangkit dan berkeliling mencari gawainya. Atau tasnya yang berisi laptop rusak. Harusnya ada di suatu tempat. Paling tidak, Arka butuh uang untuk membeli pakaian, sebab kopernya masih di rombongan wisata. Namun sejauh mata memandang, tidak terlihat benda-benda yang merupakan miliknya di mana-mana. Sebenarnya, ia berada di mana?
Tangan Arka kembali memijat pelipis, berharap otaknya itu berbaik hati untuk bekerja normal sehingga mampu memberikan jawaban. Sayangnya tidak. Yang ada, ia makin pusing. Lalu perutnya bergolak seperti sedang terjadi badai di dalam sana. Arka berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya ke dalam toilet.
Sebuah pemahaman merangsek ke dalam benak ketika ia duduk di lantai, dengan selimut yang sudah melorot. Tangannya sedang memeluk benda yang baru saja menampung seluruh isi perut. Ia pasti mabuk kemarin. Ia pernah melihat adegan mabuk di film-film, biasanya sang aktor akan terbangun dengan kepala pusing dan muntah. Ya itu, penjelasan logis mengapa Arka berada di kamar, tanpa berpakaian dan merasa pusing luar biasa. Namun, belum ada jawaban logis mengenai keberadaan barang-barangnya.
Terdengar langkah kaki yang berat, dari luar kamar mandi. Arka segera berdiri siaga, lalu menarik selimutnya kembali menutupi badan. Tak lama, suara Mesa terdengar.
"Mas Arka di kamar mandi?"
"J-jangan masuk!" seru Arka panik dan menekan tombol flush.
"Anu, ini baju temenku. Mas Arka bisa pake sementara ini. Atau apa bajunya sudah ketemu?" tanya Mesa. "Aku taruh depan pintu kamar mandi. Pake dulu, nanti kita bisa ... em, ngobrol, mungkin?"
"Ya, ya!" sergah Arka tak sabar. Lelaki itu melangkah menuju pintu yang belum sempat ia tutup, melongok ke arah kursi di mana ada tumpukan pakaian di sana. Tangan Arka meraihnya dengan cepat lalu menutup pintu kamar mandi. Entah Mesa melihatnya atau tidak, karena jarak pintu kamar dan kamar mandi tidak terlalu jauh.
Setelah berpakaian dan mencuci mukanya, Arka keluar dan celingukan mencari Mesa. Rupanya gadis itu sedang duduk di kursi di dekat jendela dan pintu kamar, tepat berada di depan kamar mandi. Pakaian yang dipinjamkan Mesa hanyalah kaus dan celana jins, yang bukan selera Arka.
"Kamu tahu di mana hape dan tasku? Aku udah cari-cari tapi nggak ada." Arka berusaha agar suaranya tidak meninggi.
Mata Mesa membulat. Ia menggeleng dan mengangkat bahu. "Ya nggak tahu. Kemarin Mas Arka bawa sendiri, kok. Malah Masnya nggak mau kita bawain, tasnya dipeluk erat banget kemarin."
Penjelasan gadis itu sama sekali tak bisa memuaskan Arka. Amarahnya kembali mendidih, karena pusing yang menderanya juga tak bisa diabaikan. "Lantas, kok bisa aku ... aku ... di kamar hotel ini? Ini di mana?"
"Kita lagi di Jayakarta resort and spa. Ini sponsor dan salah satu tema liputan programku. Setelah ini, aku mesti kerja jadi nggak bisa nemenin Mas Arka." Mesa menunjuk pintu di sampingnya. "Lautnya bagus banget, Mas. Masnya bisa jalan-jalan sebentar di luar. Maaf aku kemarin booking-in yang ini, soalnya udah malem banget dan Mas Arka nggak bisa ditanya-tanya kemarin. Tapi ini cottage ocean view kok."
"Jadi kemarin aku mabuk? Kok bisa? Seumur-umur aku belum pernah minum minuman kayak gitu! Kamu sengaja buat aku mabuk dan ngelecehin aku?" tuduh Arka sekali lagi. Bahunya naik turun sementara dadanya dipenuhi amarah. Benaknya tak bisa berpikir jernih sama sekali, sejak ia bertemu gadis berambut gulali ini.
Mesa mengangkat kedua tangannya, saat melihat kedua mata Arka melotot. "Kan Mas Arka sendiri yang minum! Nggak ada yang maksa Mas lho kemarin. Tapi Mas Arka langsung minum dan ngehabisin satu botol. Beneran deh! Aku juga nggak pernah minum kayak gituan!" Gadis itu berdiri dengan ekspresi wajah yang teramat bingung. "Emangnya Mas Arka nggak inget sama sekali kejadian kemarin?"
Sungguh, pertanyaan itu juga mengganggu benak Arka sedari tadi. Kalau Mesa saja tidak bisa menjelaskan, lantas siapa yang bisa memberikan jawaban padanya?
*episode04*
Hello, I'm back! Ada yang kangen? He he he, setelah bulan kemarin aku mengalami roller coaster nggak jelas, alhamdulillah aku bisa ngetik lagi hari ini. Ada yang nungguin kelanjutannya?
Please kasih vote dan komen banyak-banyak, biar aku semangat lagi ya! Beneran butuh moral support aku kali ini. Semoga cerita ini bisa cepet tamat dan bisa menghibur kalian kayak biasanya ya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top