Episode 17 Liar
"Udah, kamu langsung aja ke tkp. Biar aku markir ini dulu ntar aku nyusul." Arka memberikan perintah, ketika mobil telah berada di dekat lokasi yang diberikan oleh Mesa.
"Beneran, nggak papa?" Mesa menoleh dengan khawatir.
Arka mengangguk. "Iya, udah. Ntar kamu telat." Tangan lelaki itu mengacak rambut Mesa sembari tertawa. Gadis itu mengacungkan jempol, kemudian membuka pintu mobil dan segera berlari. Sesudahnya. Arka memarkirkan kendaraan beroda empat itu di tempat yang disediakan, tanpa mendengar suara dering ponselnya. Lelaki itu kemudian mengutip tasnya dan melangkah memasuki kawasan wisata yang akan diliput oleh tim Mesa.
Udara khas pegunungan menyergap Arka dan meninggalkan kesejukan yang lembut tanpa membuatnya menggigil. Lelaki itu menarik napas panjang, sembari melangkah pelan-pelan menyusuri jalanan masih berupa tanah dengan pepohonan yang masih asri dan rindang. Lokasi Danau Biru tersebut berada di tengah hutan lindung yang memang dikelola oleh pemerintah dan warga setempat. Tempat wisata ini biasanya hanya didatangi oleh turis lokal karena tidak banyak diliput. Karena itu, dengan adanya kru televisi yang meliput, akan banyak mendatangkan pengunjung yang lebih banyak.
Ponsel Arka berdering lagi, menyentakkan lelaki itu dari lamunan. Ia begitu asyik menikmati pemandangan sampai tidak sadar bahwa ia sudah berada di danau yang airnya sangat jernih tetapi seolah berwarna hijau kebiruan yang sangat indah. Napas Arka sampai tertahan, karena ia terpesona dengan pemandangan yang tersaji di hadapannya. Ia tersadar bahwa ponselnya masih berdering, tetapi kemudian matanya tertuju kepada Mesa yang sedang bersiap menyampaikan liputannya. Lelaki itu memilih menyingkir agar tidak tertangkap kamera, hingga ia lupa ponselnya tadi sempat berdering.
Mesa dan timnya kemudian meliput pesona Danau Biru yang berada di kawasan hutan lindung Nuraksa, Desa Karang Sidemen, Kecamatan Batukliang Utara, salah satu desa terluar di Kabupaten Lombok Tengah-NTB. Gadis itu penuh semangat di depan kamera, hingga Arka tak berkedip menatapnya.
"... dengan hanya tiga ribu rupiah, kita bisa masuk dan menikmati keindahan danau ini, juga disertai suvenir berupa gula semut yang merupakan produksi warga Desa Karang Sidemen."
Tangan Mesa bergerak mengarah ke ayunan yang berada di tepi danau tersebut, sebuah fasilitas yang dimaksudkan untuk menarik pengunjung. Gadis itu kemudian duduk di ayunan, setelah menyerahkan mic kepada rekannya. Kameramen fokus mengambil gambar Mesa berayun dan tertawa selama beberapa detik.
"Oke, bungkus!"
Teriakan itu menyentakkan Arka, yang sepertinya tersesat lagi dalam pikirannya. Bibirnya kemudian melengkung membentuk busur menyambut Mesa yang berlari ke arahnya.
"Oke, kan?"
Pertanyaan itu membuat Arka sedikit gelagapan. "O-oke, kok." Baginya Mesa yang antusias dan profesional dalam bekerja tidak membuat kesalahan sedikit pun saat liputan tadi.
"Ini spot wisata pilihanku sendiri soalnya. Sempet diragukan sama Mas Reza, tapi pas ke sini tadi orangnya langsung approve," cerocos Mesa tanpa jeda seperti biasa. Yang kemudian membuat Arka sedikit tersipu karena sudah salah paham, karena ternyata gadis itu bertanya tentang lokasi wisata tersebut. Bukan penampilannya. "Di desa ini biasanya ada tradisi Bereke, tapi pas ada khitanan atau orang meninggal sih. Sebenarnya kita semua pengen ngeliput itu, udah ngajuin sebelumnya, tapi emang yang deket tanggal hari ini nggak ada acara khitanan sih."
"Apa itu Bereke?"
"Jadi, itu tradisi layaknya upacara adat. Di mana penghulunya atau pimpinan jamuannya akan disuguhkan makanan dari biji-bijian." Tangan Mesa bergerak selama ia berbicara. Bahkan rambutnya juga ikut bergerak mengiringi langkahnya yang ringan dan lincah. "Keluarga yang akan mengadakan khitan menyiapkan jajanan khas Lombok seperti pangan, wajik, apem, renggi, jaran, ure dan lain-lain. Jajanan itu nanti akan diperebutkan oleh keluarga, anak kecil atau para warga untuk kemudian dibawa pulang. Selain jajanan, biasanya juga ada uang receh yang akan direbutin. Aku sempet lihat beberapa video yang ada di YouTube, kayaknya seru gitu lho. Cuma kata Mas Reza nanti bakal ngambil video orang terus dijadikan montage aja."
"Montage?"
"Oh, montage itu istilah ...." Penjelasan Mesa terputus karena dering ponsel Arka. Gadis itu berdeham dan mempersilakan lelaki itu mengangkat teleponnya.
Tangan Arka membuka resleting tas, dan meraih gawainya di dalam sana. Deretan nomer yang tertera di atas layarnya sama sekali tidak ada dalam kontak, hingga dahi lelaki itu berkerut. Ia sempat berpikir apakah ini trik Luna lagi yang menelepon menggunakan nomer tak dikenal, agar Arka lengah dan mengangkat panggilannya. Ibu jarinya segera menekan tombol merah dan kembali berpaling ke arah Mesa.
"Kita makan dulu yuk!" ajak Arka antusias.
Telunjuk Mesa mengarah ke gawai yang berada di tangan lelaki berkacamata itu. "Kok nggak diangkat?"
"Sales kayaknya. Bikin males aja." Arka berdeham. "Aku pengen nyoba Mie Rampok ini deh, tadi sempet gugling. Kita ke sana yuk. Temen-temenmu gimana?"
"Ntar kayaknya kita mau ke lokasi berikutnya sih. Tapi boleh deh, aku juga lagi pengen yang pedes-pedes." Mesa menoleh ke arah teman-temannya yang sedang bersiap naik mobil. Setelah beres-beres, ia sudah berpamitan untuk menemani Arka ketimbang bersama mereka. Yang langsung saja disambut dengan ejekan dan ledekan yang bersahut-sahutan. Termasuk Rani yang seakan memberi isyarat kepada gadis berambut gulali itu, "Aku bilang juga apa."
"Eh, besok mau nyoba nasi balap puyung nggak? Katanya cuma ada di pagi hari." Arka menoleh ke arah Mesa yang tangannya erat menggenggam tali tas cangklongnya. Wajah gadis itu tampak heran, disertai dengan matanya yang membola. "Kenapa sih, mukamu kok aneh gitu?"
"Tumben aja, Mas Arka inisiatif ngajak-ngajak wisata kuliner. Biasanya mau ngapa-ngapain aja males." Gadis itu terkekeh.
Arka menghela napas. "Kamu tahu nggak? Aku sengaja nyusun itinerary sendiri, biar kamu nggak ada ide buat ngajak aku yang aneh-aneh. Bungee jumping misalnya. Aku masih sayang nyawaku ya."
Tawa gadis itu makin membuncah, menyisipkan rasa menggelitik di perut Arka saat mendengarnya. Aneh. Gadis itu seakan punya kekuatan super, sampai Arka merasa ingin tertawa juga bersamanya. "Ide bagus itu, Mas. Aku udah lama banget pengen ngerasai bungee jumping. Ntar aku cari tempatnya ya?"
Gelengan tegas segera menjadi jawaban Arka. "Nggak. Sampai kapanpun aku nggak mau. Udah ah. Aku laper banget nih. Lama-lama bisa makan orang!"
"Ih, Mas Arka kanibal!"
"Habis kamu ngeselin lama-lama." Bibir lelaki itu mencebik. Mesa semakin santer meledek, hingga Arka menarik tubuh gadis itu dalam pelukan. "Minta disleding ya kamu?"
"Apaan itu disleding, Kak Seto banget!" Mesa tergelak sembari memberontak.
Sementara Arka, yang matanya kini bertaut ke arah wajah gadis berambut gulali itu, merasa jantungnya bergerak liar tak terkendali. Ia segera tertawa, menutupi kegugupannya sebelum melepaskan tubuh Mesa. Ia tak mau situasinya menjadi canggung. Namun, mengapa hatinya ini tak mau diajak kompromi? Mengapa tubuhnya seakan tak bisa dikontrol dan selalu ingin berada di dekat gadis di sisinya saat ini?
*episode17*
Ada yang jantungnya deg-degan nih. Apakah ini tinggal menghitung waktu buat mereka jadian?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top