Episode 11 Pembawa Sial yang Membuat Lupa
"Tapi ... kenapa aku?"
"Karena ... kalau aku sama kamu ... aku jadi lupa dengan segala sesuatu yang tak ingin kuingat. Yah, mantanku. Sejak aku menginjakkan kaki di sini, lengkap dengan semua kesialanku dan ketemu kamu, yang bikin aku tambah sial."
Mesa melotot. Namun, Arka tertawa kecil. "Maksudku, ketika aku mengalami semua kejadian sama kamu, aku jadi nggak inget. Tapi pas aku marah ke kamu, sendirian dan sepi di kamar, aku jadi kembali mengingatnya. Jadi, maaf kalau kayak memanfaatkan kamu, tapi ... sungguh. Kalau aku bersamamu, aku jadi tak memikirkan dirinya sama sekali."
Gadis itu terdiam kemudian manggut-manggut. "Jadi, Mas Arka pengen move on dari mantan Mas, dengan ngajak jalan-jalan aku? Padahal Mas Arka tahu masih mikir kalo aku ini cuma bawa sial, kan?"
"Emh, ya nggak gitu. Beneran. Emang selama dua hari ini tuh, aku ngerasa apes. Tapi aku tahu bukan salah kamu juga," ujar Arka sembari menatap Mesa dengan lembut. "Kayak gini deh. Kamu tuh ... kayak nggak pernah sedih gitu. Ngikuti semua instingmu, kamu kayak hidup tanpa beban gitu lho. Aku cuma mikir, aku pengen belajar kayak kamu. Biar aku bisa hepi. Dan selama bareng kamu dua hari ini, aku beneran nggak punya sisa ruang buat mengingat mantan aku."
Mesa bersedekap, lebih karena kedinginan akibat air laut dan udara malam yang mulai membebat badannya. "Ya kalo mau hepi, ya hepi aja, Mas. Apa yang menghalangi Mas Arka?" Dahi gadis itu berkerut.
"Itu yang nggak bisa kulakukan selama ini. Aku harus mikir, apa akibatnya untukku nanti."
"Kalo aku, hepi itu kita sendiri yang menciptakan. Kita yang ngerasain, kan? Akibat apa yang mesti dipikir?" cetus Mesa begitu saja.
Arka menghela napas. "Banyak."
Batuk-batuk kecil dari Mesa menyela percakapan mereka. Arka menatap gadis itu yang mulai gemetar kedinginan, kemudian berdecak. Ia mengajak gadis berambut gulali itu untuk menyudahi bincang-bincang mereka untuk berganti baju.
"Anu, Mas. Aku udah check out tadi. Jadi aku udah nggak bawa baju ganti. Semuanya di mobil." Cengiran Mesa membuat Arka menipiskan bibir dan melemparkan tatapan frustasi. "Nggak papa, kok. Aku mau naik taksi aja nyusul anak-anak, nanti ganti baju di sana."
"Jangan ah, ntar keburu masuk angin." Arka bergegas ke toko baju yang terletak tak jauh dari lobi. Membeli beberapa potong pakaian, dan segera menyerahkannya kepada Mesa. Gadis itu tak enak saat menerimanya. "Kamu udah nolongin aku, dan aku udah bilang ke temen-temen kerjamu, kalo aku tanggung jawab jagain kamu. Jadi please, terima ya."
"Oke, makasih," bisik lirih Mesa sembari menunduk. "Aku mau ke kamar mandi lobi dulu, lah."
Arka mengangsurkan kunci kamarnya, berkeras agar Mesa menggunakan kamar mandi kamarnya saja. "Aku tunggu di sini, jangan khawatir. Kamarku ... juga bersih kok." Lelaki itu tidak pernah membiarkan kamar berantakan saat keluar, entah di manapun ia berada. Mesa mengangguk dan mengucapkan terima kasih. "Mesa?"
"Iya?"
"Abis ini kita jadi, kan?"
"Jadi apa?"
"Jalan-jalan. Jangan khawatir, semua akomodasi yang nggak ada hubungan sama kerjaan kamu, aku yang tanggung." Bibir Arka melengkung ke atas, menciptakan sebuah senyuman yang Mesa rasa tulus dan hangat. "Sekadar traktir kamu makan ini itu, nggak bakal bikin aku bangkrut juga kok."
****
"Kamu ngajak Mas itu lagi?" bisik Rani setelah ia berhasil menarik lengan Mesa mendekat. Matanya nyaris keluar dari rongga saat ia melihat teman kerjanya itu bersama Arka, yang kini sepertinya membawa koper dan ransel.
Mereka berkemah di atas bukit yang diberi nama Bukit Korea oleh warga sekitar. Pemandangan yang disajikan sungguh memanjakan mata, lengkap dengan kelap-kelip lampu yang menyala dari kota. Juga ada lampu berbentuk bintang yang cukup besar, yang sangat cantik dijadikan latar untuk foto. Karena Arka tidak menyiapkan tenda, juga karena datang saat malam hari, ia harus meminta izin kepada pihak pengelola. Untungnya, Arka diperbolehkan berada di sana, meskipun dengan alat seadanya. Ucok pun berbaik hati mengizinkan Arka tidur di tendanya, karena ia sendirian. Rekan kerja Mesa itu meminta maaf karena sempat ribut dan menantang Arka minum tuak yang dibawanya kemarin. Namun, tak butuh waktu lama, mereka berdua malah berbincang akrab seperti kawan lama.
"Iya, dia mau ikut," jawab Mesa pendek. Ia sendiri masih bingung menjelaskan keadaan yang terjadi di antara mereka. "Dia nggak bakal ngerepotin kok. Semuanya ia tanggung sendiri."
"Bukan itu maksudku. Mas Reza juga nggak bakalan keberatan lah, selama dia nggak ganggu kerjaan atau gangguin live lagi. Yang jadi maksudku, kamu sama dia ada apa? Kenapa kamu mendadak harus sama-sama dia terus?" desak Rani.
Tangan Mesa menyugar rambutnya, kemudian teringat dengan bagaimana lembutnya Arka menyisir dan mengepangnya kemarin malam. Perempuan itu menghela napas. "Aku nggak tahu. Dia bilang, cuma pengen having fun. Abis putus, kamu tahu, kan. Yang dia nangis di siaran live kita kemarin."
Alis Rani terangkat. "Having fun sama kamu?"
"Iya. Katanya dia mau aku yang nemenin dia." Mesa meraih tas ranselnya dan mencari sisir di sana. Butuh waktu cukup lama untuk mengaduk-aduk tas, karena gadis itu bukan tipikal orang yang suka kerapian. Ia sungguh terkejut saat melihat kamar yang ditempati Arka sungguh tak jauh berbeda dengan saat ia masuk kamar hotel pertama kali. Bahkan selimutnya saja dilipat dan ditaruh di ujung ranjang. Saat ia menemukan sisirnya, gadis itu merasa sedikit malu dengan kerapian Arka.
"Wah ... dia naksir kamu?" Rani menyodorkan secangkir teh hangat, yang tadi dibuat oleh rekan-rekannya yang lain. Tangan Mesa meraih cangkir tersebut dan menyesap isinya sedikit, sebelum menaruhnya di bawah.
"Nggak lah. Apaan sih?" Mesa menyisir rambutnya, dengan gerakan lambat, mencoba mengingat bagaimana lelaki berkacamata yang kini berbincang dengan Ucok di tendanya itu merapikannya. Namun, ia akhirnya menyerah dan menyisirnya dengan asal-asalan seperti biasa.
Rani terkekeh, hingga Mesa menegur gadis itu karena takut tawanya akan mengganggu pengunjung yang lain. "Lha terus? Kenapa dia nggak ngajak jalan aku, misalnya?"
"Kamu mau jalan sama dia?" tanya Mesa berusaha tidak terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan rekan kerjanya itu.
"Bukan gitu. Kenapa dia mau jalan-jalan sama kamu? Bukannya dia udah bayar ikut tur dari travel mana itu?"
Mesa terdiam. Matanya terpaku pada kain tenda yang ada di hadapannya, bingung harus menjelaskan. Namun, ia tahu bukan itu yang diinginkan Arka. Lelaki itu sudah menjawab bahwa ia hanya butuh bersenang-senang untuk melupakan mantannya.
"Atau ... kamu yang naksir dia?"
"Hah? Nggak lah. Apaan sih, Ran!" sergah Mesa seraya melempar sisirnya kembali ke dalam tas.
"Terus kenapa kamu mau nemenin dia? Atau kenapa mesti kamu yang bantuin dia dan ngajakin dia have fun demi ngelupain mantannya? Kalau nggak ada perasaan, apa dong namanya?"
Pertanyaan itu seakan meninju jantung Mesa dan membuatnya melompat ke galaksi lain. Pikirannya berputar di antara bintang dan meteor, sampai terisap oleh lubang hitam, tersesat tak jauh jalan pulang.
*episode11*
Jadi yang duluan naksir siapa ya? Mesa atau Arka? Atau nggak dua-duanya?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top