Traum 8 - Ciuman Pertama

Sooji memejamkan mata setelah melontarkan pertanyaan memalukan itu, tapi dia sudah mengucapkannya dan tunggu sampai Myungsoo menertawainya karena terlalu konyol. Tapi beberapa lama tidak ada tawa atau suara apapun yang terdengar, jadi pelan-pelan dia membuka mata dan menatap Myungsoo yang masih memandangnya dengan intens.

"Kamu tau," Myungsoo berbisik, kedua tangannya yang sedari tadi ada di pundak Sooji turun untuk memeluk pinggang ramping gadis itu, tubuh mereka berdekatan membuat Sooji kepanasan.

"Aku.masih.sangat.menginginkanmu," jawab Myungsoo dengan penuh penekanan di setiap katanya, dia menunduk dan mengecup bibir Sooji lagi, sama seperti sebelumnya hanya tiga detik dan dia melepaskan diri. Sooji mengerjapkan mata, hatinya terasa membuncah saat mendengar pengakuan itu. Myungsoo masih menginginkannya, ternyata dia tidak mengecewakan.

Kencan mereka berhasil kan?

Tapi...

"Tapi anda tidak menciumku."

Sooji menanyakan itu dengan tatapan polos seperti sebuah rusa yang meminta untuk diserang, Myungsoo menggeram pelan. Tangannya bergerak seduktif dengan meremas pinggul Sooji membuat gadis itu tersentak.

"Sangat ingin menciummu sayang," bisik Myungsoo dengan raut wajah tersiksa, "tapi aku tidak ingin melakukannya di mobilku yang terparkir di depan lobi gedungmu."

"Kenapa?" Sooji memiringkan kepalanya bertanya.

Myungsoo tersenyum penuh arti, "jika aku menciummu, maka aku tidak akan bisa menahan diriku untuk tidak menelanjangimu saat itu juga," ujarnya dengan suara serak. "Kamu tentu tidak ingin berakhir telanjang di dalam mobilku saat kencan pertamamu, kan?"

Tubuh Sooji mengigil penuh damba saat mendengar kalimat seduktif tersebut, dia menggelengkan kepalanya. "A..aku..."

"Kita lakukan dengan caramu," Myungsoo menyela, tangannya terangkat untuk mengusap pipi Sooji, "berkencan beberapa kali sebelum bercinta."

Sooji sebenarnya terkejut mendengar perkataan itu, tapi otaknya sedang tidak berfungsi baik untuk menanyakannya jadi dia hanya mengangguk.

"Bagus..." Myungsoo menatap wajah penuh rona Sooji, mata coklatnya terlihat berkabut saat memandangnya dan bibir gadis itu terbuka dengan mengeluarkan napas hangat yang sangat harum.

Pria itu menggeram kembali.

"Sial. Persetan dengan kencan."

Myungsoo lalu menurunkan wajahnya dan menangkap bibir Sooji dengan bibirnya, gadis itu jelas terkejut mendapat serangan tiba-tiba seperti ini, tapi tidak lama karena lidah Myungsoo sudah menjulur untuk menjilati bibir bawahnya, seketika lutut Sooji gemetar. Gadis itu membuka bibirnya saat tangan Myungsoo menarik tengkuknya mendekat, membiarkan lidah pria itu menerobos masuk dan mengajaknya untuk terhanyut dalam sebuah cumbuan yang penuh gelora seperti dugaannya selama ini.

Ini bukan hanya sekedar kecupan, karena kedua lidah mereka turut serta untuk menghasilkan gelora kenikmatan. Sooji memejamkan mata, tangannya terkepal di antara tubuh Myungsoo saat pria itu menggigit bibirnya, desisan terdengar dari pria itu saat Sooji mencoba untuk mengikuti langkahnya dengan menggigit bibirnya.

Ini baru namanya ciuman. Ciuman panas dan sangat bergairah.

Dan Sooji sangat menyukai ciuman ini.

***

Sooji tidak berhenti tersenyum sepanjang hari, kadang dia akan menyentuh bibirnya dan kemudian terkekeh pelan, lalu dia menangkup wajahnya yang merona dan kembali tersenyum.

Persis orang tidak waras.

Setidaknya itulah pemikiran dua sahabatnya yang baru bergabung bersama gadis itu di meja kantin, keduanya saling berpandangan karena Sooji belum juga tersadar dari lamunan gilanya.

"Dia kenapa?" Stefany berbisik ngeri, pertama kalinya mereka menemukan Sooji bertindak aneh seperti ini.

Sementara Monica memutar bola matanya, seakan mengerti apa yang menimpa Sooji. "Mungkin kesambet hantu gedung belakang kampus," canda Monica membuat Stefany tertawa, tapi yang dibicarakan masih asyik dengan dunianya sendiri.

Jadi Monica kembali menyelutuk, "Heh, susah ya hadapi gadis kasmaran, bawaannya melamun terus."

"Sooji lagi kasmaran?" Stefany menyipitkan mata menatap Monica, "serius, sama si dosen bujang itu? Astaga!"

"Earth to Sooji! Come on girl," gadis pirang itu kemudian berseru, menjentikan jarinya di depan wajah Sooji sehingga kedua bola mata coklat itu akhirnya mau menatap mereka.

"Eh, Monic, Stef, kuliahnya sudah selesai?" Sooji mengerjapkan mata lalu tersenyum kepada kedua sahabatnya, dia bahkan sudah melupakan amarahnya akibat ditinggal sendiri pagi tadi.

"Kau beneran lagi kasmaran sama si dosen itu?" Pertanyaan Stefany yang tanpa basa-basi langsung membuat wajah merona Sooji semakin merah dan panas, gadis itu tidak menjawab melainkan hanya tersenyum malu-malu.

"Apa kubilang, dia pasti muncul kan? Jadi tadi dia mengantarmu ke kampus?" Monica berseru penuh kemenangan karena taruhannya benar, dia mendelik ke arah Stefany saat gadis pirang itu masih terlihat shock.

"Oh ayolah Stef, setidaknya berbahagia sedikit karena kawan kita sudah menemukan pujaan hatinya."

"Tapi dia...astaga, ya tuhan, kau benar-benar kasmaran."

Sooji mengabaikan Stefany yang mungkin bertindak terlalu berlebihan, lagipula pria itu adalah teman kencannya, jadi wajar bukan kalau dia suka terhadapnya.

"Jadi ceritakan apa lagi yang dia lakukan tadi?" Monica bertanya dengan penuh semangat.

"Yah begitu, dia menemaniku sarapan sebelum ke kampus," jelas Sooji malu-malu, tidak lupa juga dia mengutarakan kebodohannya karena memberikan pertanyaan memalukan yang berakhir dengan sebuah ciuman panjang dan panas.

Monica melebarkan matanya, "aku tidak tau harus bangga atau malu karena kepolosanmu," decaknya dengan tawa yang ditahan, lalu disambungnya, "tapi sumpah! Aku sangat ingin melihat reaksi Mr. Kim saat kau bertanya tadi, pasti sangat priceless."

"Jadi, ciuman pertamamu?" Stefany menggoda, sepenuhnya telah menerima jika sahabatnya yang polos itu sedang kasmaran pada salah satu bujangan paling diminati.

"Ya, ciuman pertama," bisik Sooji dengan malu.

"Aduh, jadi kalian akan kencan lagi?"

"Katanya sih begitu..."

"Tapi bukannya dia harus kembali ke Korea?"

Pertanyaan Monica membuat ketiganya seketika bungkam, benar pria itu pasti harus kembali. Tidak mungkin akan tinggal di kota ini dalam waktu yang lama.

"Kau benar, jadi..."

"Apa mungkin malam ini?"

Sooji menangkup wajahnya yang kembali panas mendengar godaan Stefany, "entahlah Stef, tadi dia hanya meminta nomorku dan tidak mengatakan apapun."

"Kalau begitu siapkan dirimu malam ini. Aku yakin dia pasti akan memintamu untuk menemaninya," Monica kembali bersuara dengan sangat yakin, melihat kecemasan di wajah Sooji membuatnya menepuk pundak gadis itu dengan tenang, "jangan khawatir, kami akan mengajarimu bagaimana melewati malam pertama..."

"Tidak, tidak perlu," Sooji menyela, dia menggigit bibirnya sambil menatap sangsi pada Monica, "aku tidak mau bertindak lebih bodoh lagi karena mendengar saran konyol kalian. Aku bisa mengatasi ini."

Stefany dan Monica serempak tertawa mendengar kesengitan di kalimat tersebut, keduanya hanya mengangguk mengerti meskipun dalam hati sudah memiliki rencana-rencana lain demi melancarkan malam pertama sahabatnya, karena tau dengan jelas bahwa Sooji benar-benar tidak memiliki pengalaman apapun.

***


Malam yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga, sejam yang lalu Sooji menerima pesan dari nomor asing yang mengaku sebagai Myungsoo dan pria itu ingin mengajaknya ke suatu tempat. Setelah memberitahu kedua sahabatnya mengenai pesan tersebut, ketiganya langsung heboh. Membongkar kabinet pakaian Sooji demi mendapatkan setelan yang pas, serta memaksa gadis itu untuk mencukur bulu kakinya hingga terlihat mulus dan melakukan perawatan lain. Semuanya dilakukan dalam waktu yang sangat singkat sehingga Sooji merasa kewalahan, tapi kedua sahabatnya tidak memberi ampun.

Jadi di sinilah dia duduk di depan cermin sambil menatap wajahnya yang telah dipoles oleh make-up, hasil karya Stefany.

"Apa ini tidak berlebihan?" Tanyanya dengan nada ragu.

Di belakangnya Stefany menggeleng tegas, menyentuh rambut Sooji yang telah di tata sedemikian rupa sehingga terlihat bergelombang dan lebih bervolume, "Sama sekali tidak. Kau sangat cantik, Sooji."

"Terima kasih."

"Nah, sudah cukup berdandannya. Sekarang pakai sepatu dan temui pangeranmu," Monica muncul dengan membawa sebuah sepatu berhak lima senti berwarna hitam, senada dengan dress yang digunakan oleh Sooji, itu adalah salah satu koleksi sepatunya yang rela dipinjamkan demi kelancaran malam ini.

"Apa tidak ada sepatu biasa saja? Aku tidak terbiasa memakai heels." Protes Sooji melihat sepatu yang disodorkan Monica. Dia terbiasa memakai sneakers atau flat shoes, jadi heels merupakan hal baru untuknya.

"Astaga Sooji, ini hanya lima senti dan ini hak terpendek yang kupunya. Jangan protes terus dan pakai saja, sudah bagus aku setuju dengan pilihan gaunmu. Seharusnya kau memakai gaun yang lebih berani."

Sooji mengerucutkan bibirnya, dress musim panas yang dikenakannya ini sudah termasuk level berani untuknya. Dengan tali spageti yang melintas di pundaknya serta panjang yang berhenti tepat di atas lutut membuatnya takut jika gaun itu akan terlepas dari tubuhnya. Tapi Monica dan Stefany telah memastikan jika gaun ini tidak akan putus atau apapun seperti yang dia khawatirkan, daripada dipaksa memakai gaun kekurangan bahan, masih lebih mending yang satu ini.

"Kalian benar-benar menyiksaku," gerutu Sooji sambil memakai sepatunya.

"Oh sayang, ini akan sepadan dengan reaksi dosen panasmu setelah melihat penampilanmu malam ini, percaya pada kami," Stefany menepuk tangan dan tersenyum bangga.

"Benar, kau luar biasa malam ini," tambah Monica dengan senyum puas.

"Turunlah, jangan membuat pangeranmu menunggu lebih lama."

"Ya, terima kasih kalian sudah mau membantuku. Aku..hmm, aduh aku sangat gugup," Sooji yang sejak tadi terlihat sangat tenang kini tiba-tiba gugup membuat kedua sahabatnya tertawa kecil.

"Jangan khawatir. Semuanya akan lancar," ucap Monica memeluk Sooji.

"Sana pergi. Jangan lupa ceritakan bagaimana performanya." Stefany mendorong tubuh Sooji ke pintu dan menepuk bokong gadis itu dengan jail yang mengundang tawa ketiganya, yah setidaknya kegugupan Sooji sudah berkurang sedikit.

Tapi, itu tidak berlangsung lama.

Karena nyatanya berhadapan langsung dengan pria itu setelah memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi malam ini membuat lutut Sooji jadi lemas.

Ditambah wajah terpesona pria itu saat menyambutnya di depan pintu lobi, Sooji tidak mungkin salah menebak jika Myungsoo menyukai penampilannya. Thank to Monic and Stef.

"Hai," Sooji melambaikan tangan saat tidak ada tanda jika Myungsoo akan menyapanya lebih dulu. Pria itu mengamatinya dari atas hingga bawah, kemudian kembali ke atas untuk menatap matanya, senyum simpul langsung terulas di wajah tampannya.

"Hai, cantik," Myungsoo maju selangkah, menangkap tangan Sooji dan mendekatkan ke bibirnya untuk di cium, "luar biasa...kamu tampak menakjubkan."

Sooji tidak memiliki pilihan selain tersipu atas pujian yang diberikan untuknya. "Anda juga tampan malam ini," balasnya tak mau kalah. Kenyataan Myungsoo terlihat tampan memang benar, dengan kemeja slimfit berwarna hitam dan jins biru yang membungkus kaki panjangnya membuatnya terlihat sangat jantan. Jangan lupakan rambut yang tidak disisir rapi yang meninggalkan kesan nakal sekaligus menggairahkan.

Sooji jadi terpana. Pria ini memang pemikat wanita.

"Siap untuk berangkat?"

"Always."

Sooji menerima ajakan tersebut, tangannya sudah digenggam oleh tangan hangat Myungsoo dan dia tersenyum malu sebagai respon.

"Jadi, apa aku orang pertama yang mengajakmu kencan makan malam?" Myungsoo bertanya sesaat mereka tiba di mobil.

"Ya."

Pria itu berdecak kagum, menoleh untuk menatap bagaimana Sooji tersipu malu di bawah tatapannya.

"Berkendara, kencan, ciuman," Myungsoo mengurut satu persatu membuat Sooji bingung, "aku jadi penasaran apalagi hal pertama yang akan kamu lewati denganku." Tambah Myungsoo menjelaskan apa maksud kalimat awalnya, mendengar nada penuh makna tersebut membuat Sooji tidak bisa menyembunyikan senyumannya.

"Entahlah, kita tidak akan tau jika tidak mencari tau," gumamnya pelan.

Myungsoo tersenyum puas, mengulurkan tangan untuk mengusap pipi Sooji, "yeah, let's find out, love."

Continued...
[08/05/18]

Udah ya, nanti lagi 😉🤗

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top