Traum 4 - Penolakan
"Sooji, maafkan aku."
Bae Sooji menatap heran sahabatnya, pasalnya Monica sudah bolos saat jam pertama, sekarang dia tiba-tiba datang minta maaf dengan wajah seperti baru habis dikejar hantu.
"Apalagi Monic?"
"Eung..itu.."
"Siapa lagi kali ini hmm?" Sooji menyahut dengan santai, seperti tau apa yang ingin dibicarakan oleh gadis itu. Sebenarnya dia tidak menyangka dengan pemikiran aneh Monica dan Stefany. Kedua sahabatnya itu sejak kemarin sudah gencar mencarikan pria untuknya, bahkan tanpa meminta persetujuannya.
Kemarin setelah mengerjainya dengan si dosen muda, pagi tadi sebelum masuk kelas, ada seorang pria yang mendatanginya dan bertanya malam ini mereka akan bertemu di hotel mana. Sooji shock tentu saja, tapi dia sudah bisa menebak jika itu perbuatan kedua sahabatnya, jadi dengan canggung dia mengatakan jika itu hanya candaan teman-temannya dan si pria asing memilih mundur.
Sebenarnya Sooji tidak ambil pusing dengan perbuatan keduanya, karena dia juga tau kalau mereka tidak benar-benar berniat buruk untuknya. Ini memang sesuatu yang sensitif, dan benar-benar konyol di mana mereka berdua mencari kandidat pria yang akan mengambil perawannya.
Sooji tidak pernah mengambil serius tindakan ini, karena berpikir Monica dan Stefany hanya kelewat antusias. Lagipula selama bersosialisasi beberapa bulan di kampus ini yang kebanyakan mahasiswa pertukarannya berasal dari Amerika, membuatnya paham bagaimana cara berteman mereka.
Menurutnya cukup unik dan terkesan konyol, tapi dia senang, setidaknya pertemanan orang Amerika lebih jujur dengan saling menghina atau mengerjai di depan, daripada berpura-pura peduli, tapi dibelakang malah mencemooh. Sooji tidak suka orang munafik, itu alasannya mengapa dia cepat akrab dengan Monica dan Stefany yang ceplas ceplos.
"Itu, Mr. Kim.." Monica terlihat hati-hati, untuk pertama kalinya dia merasa bodoh di hadapan orang lain karena tidak bisa berkata-kata. Sementara itu Sooji hanya diam menanti lanjutan kalimatnya.
"Umm pagi tadi dia memintaku bertemu, dan dia bilang," Monica kembali berhenti bicara, dia mengamati wajah Sooji yang biasa-biasa saja lalu mengerang pelan, "ugh pokoknya maafkan aku, dia bilang, dia mau."
"Mau apa?"
"Oh ayolah Bae Sooji. Kau tidak sebodoh itu untuk menebak!"
Sooji menggelengkan kepalanya lalu terkekeh pelan, "jangan menipuku lagi...kau tau kemarin aku hampir mengigit kepala dosen itu karena seenaknya mau mengajakku pergi."
"Nah itu dia, coba saja jika semua ini hanya bualan. Sayangnya ini adalah kenyataan, dosen sial itu menginginkanmu," keluh Monica dengan wajah kusut.
"Dosen sial huh? Seingatku baru beberapa hari lalu kau memujinya sebagai dosen tampan," cemooh Sooji membuat Monica mendengus.
"Sekarang beda lagi situasinya, jadi apa yang akan kau lakukan?"
"Mau bagaimana lagi?"
Mata Monica melotot tidak percaya, "kau mau...maksudku, itu...astaga, serius?"
Sooji tertawa di tempatnya, "bukan bodoh. Maksudku, aku tidak punya pilihan selain menemuinya dan meluruskan semua ini, yah kuharap dia seorang gentlement yang akan tau kapan waktunya mundur ketika sudah ditolak, walaupun aku meragukan hal itu."
"Huh, for your information, dia tidak menerima penolakan."
"Hmm, terserah. Intinya dia tidak mungkin akan memperkosaku jika aku tidak mau bukan?"
Monica membenturkan keningnya ke meja, "astaga."
"Aku tau niat kalian baik," Sooji kembali bersuara membuat Monica mengintipnya dengan wajah nelangsa, "tapi aku bisa mencari pria sendiri, tidak perlu khawatir," lanjutnya dengan senyum kecil.
"Dan aku tidak ingin melepas perawanku dengan pria random yang kalian pilihkan, setidaknya aku ingin berkencan beberapa kali dulu, baru setelah itu aku memutuskan akan mengajaknya tidur atau tidak."
"Astaga." Monica kembali mendesah. Bingung dengan status Sooji, gadis itu sebenarnya polos atau pura-pura polos sih? Kenapa membicarakan masalah melepas perawannya segampang bicara tentang baju apa yang akan dia kenakan, beda jika itu Monica atau Stefany, demi tuhan mereka sudah bukan perawan sejak usia 16 tahun, jadi pembicaraan kotor seperti ini adalah hal lumrah untuk mereka.
Tapi ini adalah Sooji, seorang perawan tulen yang bahkan berciumanpun, mereka ragu jika itu telah terjadi dan untuk ukuran seorang perawan, harusnya Sooji malu atau setidaknya berpura-pura risih. Tapi gadis itu malah terlihat antusias.
"Kalian sendiri yang bilang aku hanya belum menemukan pria yang tepat, dan aku sudah ingin mencarinya. Kalian harus mendukungku."
"Terserah Sooji, terserah. Lakukan apa yang kau inginkan, dan setelah kau sudah tidak perawan, katakan padaku karena kita akan merayakannya." Monica bergumam malas, menenggelamkan wajahnya diantara lipatan tangan dan berniat mencuri tidur sebelum jam selanjutnya.
Sooji hanya tertawa, jadi bagaimana bisa dia menyalahlan teman-temannya jika dia sendiri yang menginginkan hal ini?
***
Sooji tidak tau mengapa dia harus segugup ini, tapi berdiri di depan pintu mahoni berwarna hitam itu terasa begitu mendebarkan. Padahal tujuannya ke tempat ini hanya untuk berbicara, bukan melakukan sesuatu yang ada di pikiran kotornya saat ini.
Oke, Sooji akan mengaku, jika dosen begundal yang membuatnya antipati saat pertama kali menggosipkan pria itu bersama kedua sahabatnya, adalah seorang pria dengan feromon yang luar biasa menggairahkan.
Itu adalah pengakuan paling berdosa yang dilakukan Sooji saat ini, dan dia tidak menyangkal jika pria itu menarik perhatiannya.
Tapi ini tidak benar.
Sooji mengagumi profesi pengajar, ayahnya adalah salah satunya. Dan dengan membuat skandal dengan salah satu pengajar, sama saja mencoreng nama baik ayahnya. Sooji tidak ingin ketika tidur bersama pria itu, malah wajah murka ayahnya lah yang muncul. Sangat konyol jika dia harus berlari terbirit-birit meninggalkan pasangannya di atas ranjang hanya karena ilusi wajah ayahnya.
Kembali ke inti permasalahan, saat ini gadis itu sudah menekan bel yang ada di samping pintu sebanyak tiga kali, tapi tidak ada tanggapan apapun.
"Apa dia sedang keluar?" Gumam Sooji pada dirinya sendiri, sambil menggerakkan kakinya tanpa sadar, adalah sebuah tingkah yang akan dia lakukan ketika sedang gugup. Sooji menimbang sesaat, sebelum mengambil keputusan untuk pergi saja.
Yah, sepertinya pria itu sedang tidak berada di dalam kamarnya.
Tapi sebelum benar-benar beranjak dari koridor, Sooji mendengar suara pintu terbuka, jadi dia berbalik dan menemukan pria yang sejak tadi dicarinya menahan pintu kamar dalam keadaan paling tidak pantas, lalu seorang wanita keluar dari sana.
Kedua alisnya terangkat ketika melihat bagaimana sang wanita pirang tersenyum malu sebelum menyematkan satu ciuman mesra di bibir pria itu lalu melenggokan pinggulnya untuk menjauh. Mata Sooji masih mengamati saat wanita itu melewati dirinya, bahkan dia sampai repot-repot berbalik hanya untuk memandang pantat besar yang bergoyang seirama dengan langkah kaki panjang tersebut.
Saat wanita itu menghilang dari pandangannya, Sooji kembali berbalik dan pria itu masih ada di sana. Menopang kedua tangannya di pinggang sambil bersandar di pintu, menatapnya dengan sinar geli.
"Jadi, kamu datang?" Suara pria itu memecahkan kesunyian yang terjadi dan seketika Sooji bergidik ngeri.
"Tentu," gadis itu mengangguk percaya diri, lalu mendekat, sepenuhnya mengabaikan keadaan pria panas yang hampir telanjang di depannya, "saya hanya akan menyampaikan satu hal, Mr. Kim."
Myungsoo tersenyum simpul, dia menegakkan badan lalu meluruskan tangan ke arah kamarnya, "masuklah, kita akan bicara di dalam."
"Oh tidak, kurasa mengundang seorang gadis setelah anda berhubungan badan dengan wanita lain di sebuah ruangan adalah hal yang kurang sopan."
"Dan, apa menurutmu berbicara dengan pria setengah telanjang di koridor hotel adalah hal yang sopan?"
Sooji mengernyit tidak senang, "setidaknya itu lebih baik," jawabnya cepat, "jadi, kita akan langsung ke intinya."
"Oh, di sini? Kamu yakin?" Terdengar nada menggoda dalam pertanyaan itu, dan Sooji bersumpah dia tidak mengerti apa maksud kerlingan nakal pria di hadapannya, tapi tetap menjawab.
"Ya, tentu."
Myungsoo terkekeh, kemudian pria itu mengangguk penuh arti, "oke, jadi bukalah bajumu..."
"Apa?" Sooji melotot, berhasil menahan jeritannya yang hampir keluar karena kalimat kurang ajar Myungsoo.
"Kamu mendengarku miss. Kita akan langsung ke intinya, so take off your clothes and we will have a great sex in here."
"Bajingan," Sooji mendesis jengah, "saya ke sini bukan untuk melakukan seks dengan anda Mr. Kim," ujar Sooji cepat, saat ini dia sudah merasa tidak nyaman karena tatapan penuh intimidasi pria di depannya.
"Melainkan untuk meluruskan satu hal, anda tidak perlu menyikapi perkataan Monic dengan serius. Dia sudah melakukan itu sejak tiga hari lalu, dan beberapa pria juga turut dikerjai, jadi anda tidak perlu mengharapkan apapun dari saya." Jelas Sooji dengan berusaha mempertahankan nada formalnya.
Myungsoo mengangkat alisnya, "aku tidak merasa apa yang temanmu katakan adalah sebuah candaan. Jadi, aku tidak akan menerima penolakanmu."
Sooji menggeram pelan, "terserah, yang penting saya sudah menjelaskan dan perihal anda mau menerima atau tidak, itu urusan anda. Jadi selamat malam."
Gadis itu tidak berniat untuk menunggu jawaban Myungsoo karena dia sudah berbalik dan berjalan cepat meninggalkan koridor, dia tidak ingin mengambil resiko apapun dengan tinggal di sana lebih lama.
"Tunggu," terdengar desisan pria itu beserta dengan cekalan di lengannya, Sooji berjengit kaget dan segera menepis tangan itu dengan kasar.
"Jangan menyentuhku!" Jeritnya refleks, "astaga, aku bahkan tidak tau apa yang sudah kau pegang dengan tangan itu," tanpa sadar Sooji menggerutu dengan suara pelan, membayangkan pria itu baru saja bersetubuh dengan wanita tidak jelas. Bagaimana jika wanita itu terkena penyakit mematikan? Bisa-bisa dia juga tertular.
Myungsoo baru saja ingin marah, tapi mengurungkan niatnya saat mendengar gerutuan Sooji, jadi dia hanya teraenyum miring.
"Jadi, aku bisa menyentuhmu saat aku sudah mencuci tanganku?"
Sooji langsung mengangkat pandangannya dan melotot tajam, "Mr. Kim yang terhormat, anda seorang gentlement, bukan? Jadi tolong terima keputusan saya, dan menjauhlah."
"Jadi?" Myungsoo mundur selangkah, masih menatap Sooji dengan senyum miringnya.
"Tidak Mr. Kim. Selamat malam."
Kali ini Myungsoo tidak menahannya, pria itu membiarkan Sooji pergi dengan meninggalkan aroma manis yang menguar di koridor tersebut. Myungsoo memejamkan matanya lalu mengangkat tangan yang tadi menyentuh kulit gadis itu.
"Hmm, manis, sangat manis..." gumamnya saat menempelkan telapak tangannya di hidung, menghirup aroma yang tersisa di sana dengan segenap jiwanya.
"Malam ini kamu bisa menolakku, sayang. Tapi suatu saat nanti, kamu pasti akan menjeritkan namaku penuh damba."
To be continued...
[02/05/18]
Sadar gk di sini myungsoo tuh kayak org sakau 😂 dia sakau-nya bkn krena narkoba tpi krena suzy 😆
Tpi ini awal"nya doang kok, cerita ini gk ada dark-darknya kyak et dilectio, malah banyak manis-manis plus nakalnya tentu saja 😋😋😋
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top