Traum 17 - My Love...

Makan malam biasanya adalah waktu yang paling ditunggu-tunggu oleh Sooji, di mana ia bisa menceritakan tentang kegiatan yang dilakukannya dalam sehari, atau saling beradu argumen dengan sang adik mengenai film yang mereka nonton malam kemarin, sementara itu kedua orangtuanya akan mendengar dengan senyuman ceria dan sesekali menyela perdebatan mereka dengan teguran-teguran kecil yang tidak berarti. Kemudian mengakhiri makan malam dengan tawa riang, yang berpindah di ruang keluarga, dan sekali lagi Sooji akan kembali berdebat bersama Jinyoung, kali ini tentang saluran tv yang akan mereka tonton. Sang kakak ingin menonton drama harian, sementara sang adik ingin menonton saluran olahraga favoritnya, yang ujung-ujungnya harus pasrah dengan menonton film dokumenter tentang sejarah dunia, karena sang ayahlah sang penguasa remot tv. Mereka berdua berakhir dengan wajah cemberut.

Tapi malam ini, semua itu tidak terjadi. Ruang makan yang seharusnya ceria dipenuhi canda tawa ataupun perdebatan, malah berakhir suram. Wajah murung sang putri sulung menulari anggota keluarga yang lain. Jinyoung yang biasanya akan mengusik ketenangan kakaknyapun, kali ini merasa enggan. Tau sesuatu telah terjadi, jadi ia memilih diam dalam menghabiskan makanannya. Sementara sang ibu hanya mampu memberikan tatapan cemas kepada putrinya, meski tidak mengatakan apapun, Mijoo tau bahwa putrinya sedang bersedih dan memikirkan apa yang akan ia lakukan demi menghibur putrinya. Dan terakhir sang ayah, pria itu hanya memberi dukungan pada sang istri, setelahnya ia melanjutkan makan malam dalam diam mengikuti putranya. Dia cukup tau bahwa mengusik anak gadis yang sedang bermuram durja adalah sebuah kesalahan, daripada mendapatkan amukan dari sang putri, lebih baik dia menunggu waktu hingga anaknya merasa lebih baik.

Sooji tidak menyadari perhatian yang diberikan anggota keluarganya, ia hanya termenung, menyuapkan makanan ke dalam mulutnya hingga tandas, lalu tanpa berkata apapun ia beranjak dari kursi meninggalkan ruang makan yang terasa semakin mencekam. Tiga orang yang ditinggalkan hanya melakukan adu pandang dengan raut wajah penuh tanya, tapi tak ada satupun dari mereka yang mengetahui penyebab kemuraman anak gadis itu.

Di dalam kamar, Sooji menatap ponsel yang sengaja ia letakkan di atas kasur tanpa menyentuhnya. Layarnya berkedip beberapa kali, lalu sebuah dering notifikasi terdengar. Ia mengintip layar ponselnya yang masih menyala, melihat ikon salah satu aplikasi chat dan menemukan puluhan hampir mencapai seratus pesan yang belum terbaca, belum sempat mengedipkan mata ponsel itu kembali berdering. Kali ini sebuah panggilan dari nomor yang tidak dikenal, tapi ia bisa menebak siapa pelakunya karena sejak kemarin, ia telah memblokir semua akses yang memungkinkan untuk pria itu dapat menghubunginya. Sejak kemarin malam ponselnya tidak berhenti berbunyi, ada saja pesan ataupun telepon yang masuk namun, ia sama sekali tidak berniat menerimanya. Bahkan berharap baterai ponselnya bisa berkurang dengan segera jadi ia bisa tenang. Tapi ponselnya masih hidup sampai malam ini, bukan sebuah kemungkinan yang akan terjadi kecuali seseorang mencoba untuk memanipulasinya dengan mengisi baterai ponsel itu tanpa sepengetahuannya. Dan Sooji bisa menebak siapa yang cukup lancang untuk menginvasi kamarnya.

Ting.

Suara notifikasi memusatkan fokus Sooji pada ponselnya, ia kembali melirik dan menemukan nama lain di sana. Dengan segera, meraih ponsel tersebut lalu membuka aplikasi chat yang sejak kemarin ia abaikan.

Sena : Eonni, kau baik-baik saja?
Sena : Kau tidak membalas pesanku sejak semalam, aku khawatir.

Mata Sooji mengerjap, ia menggulir pesan dari Sena dan membaca pesan-pesan yang dikirim gadis itu sejak kemarin, kebanyakan isinya mengenai kekhawatiran Sena tentang apa yang telah terjadi kemarin. Ketika gadis itu menyusul dan menemukan ia dalam keadaan mengerikan dengan rambut berantakan, mata merah, hidung berair dan bibir pucat. Sudah sewajarnya memang Sena mempertanyakan apa yang terjadi, tapi ia malah diam dan membiarkan gadis itu bingung dalam pertanyannya sendiri dalam perjalanan pulang ke rumah.

Perasaan bersalah langsung menyergapnya, Sena tidak pantas diabaikan. Seharusnya ia bisa menjaga kontrol diri di hadapan gadis itu, membiarkan Sena bertanya-tanya dan mencemaskannya, itu akan menjadi pengaruh buruk bagi sang bayi. Dengan kesadaran yang baru datang padanya, tentang betapa bahayanya si bayi jika Sena terlalu banyak berpikir dan betapa kejamnya dia jika terus-menerus mengabaikan Sena hanya karena keegoisannya. Jadi dengan perasaan cemas, ia membalas pesan gadis itu.

Sooji : Maaf membuatmu khawatir, tapi aku baik.

Hanya jawaban singkat itu yang bisa Sooji berikan, karena kenyataannya sampai saat ini, ia masih belum bisa mempercayai apa yang telah terjadi. Tentang kehamilan Sena, kemunculan Myungsoo dan wanita lain yang diduganya telah menjadi istri pria itu, Sooji merasa kewalahan untuk mencerna semua ini.

Sena : Terima kasih Tuhan. Akhirnya kau membalas pesanku.
Sena : Kejadian kemarin membuatku cemas.

Sooji : Percayalah, semuanya baik-baik saja. Jangan terlalu banyak pikiran. Pikirkan anakmu saja.

Sena : Tapi aku perlu menjelaskan sesuatu padamu. Kita harus bertemu.
Sena : Please?

Sooji menghela napas, ia berpikir sejenak. Apa yang akan dikatakan Sena kepadanya, kemungkinan besar akan membuatnya kembali merasakan sakit hati, dan mungkin kali ini ia tidak bisa menjamin kalau dia bisa berpura-pura baik-baik saja di depan semua orang. Tapi jika ia melewatkan ini, maka selamanya dia tidak akan tau kebenarannya, yang meskipun kecil, ia berharap bahwa apa yang ada dalam pikirannya tidaklah benar.

Sooji : Baik, besok kita bertemu.

Sena : Terima kasih Eonni. Apa kau tidak keberatan kita bertemu di rumahku?

Sooji : Tidak, besok kita bertemu di rumahmu. See you.

Setelah memberikan balasan itu, Sooji dengan terpaksa mematikan ponselnya lalu melemparnya ke tengah-tengah ranjang. Ia berbaring menatap langit-langit kamar lalu kembali berpikir.

Apa yang telah terjadi di sini?

***

Terkadang, Sooji bertanya-tanya. Kesalahan apa yang telah ia perbuat sehingga harus mendapatkan nasib yang begitu sial? Bagaimana Tuhan bisa menentukan jalan takdirnya dengan tidak begitu menyenangkan, ketika selama ini yang ia lakukan adalah sebuah kebaikan. Sejak kecil ia tidak pernah absen untuk sekolah minggu, mengunjungi Gereja setiap hari minggu adalah kewajiban yang selalu tekun ia lakulan. Berdoa sebelum makan ataupun tidur adalah kegiatan sehari-harinya. Ia percaya pada Tuhan, pada kemurahan hati Tuhan, begitupula ia percaya bahwa semua yang terjadi dalam hidupnya adalah rencana Tuhan. Namun, kali ini ia tidak bisa memikirkan satupun hal positif mengenai takdir yang digariskan Tuhan untuknya. Ia tidak mengerti mengapa harus mendapatkan cobaan yang begitu berat untuk hidupnya yang lurus-lurus saja.

Seperti halnya saat ini, apa yang ia hadapi sekarang bukanlah sesuatu yang ia harapkan terjadi. Hari ini, seharusnya ia datang ke rumah Sena, mendengarkan penjelasan gadis itu, kemudian pulang ke rumah dan menata ulang perasaannya. Tapi seperti yang dia katakan akhir-akhir ini, kesialan berkedok kebetulan benar-benar telah memukul rata nasibnya di dunia ini.

Pilihannya hanya ada dua, tetap di sini dan menghadapi segala kemungkinan terburuk yang bisa saja membuatnya hancur, atau membalikan badan, melangkah menjauh dan berjanji tidak akan menampakkan diri lagi. Dan ketika ia memutuskan pilihannya, ia melangkah mundur dengan tekad kuat di matanya ia berbalik hendak berjalan menjauh, tapi panggilan itu membuat langkahnya terhenti. Tubuhnya berubah kaku, dan saat itu juga segala kenangan indah yang terlewatkan langsung menampakkan wajahnya.

"My love..."

Suara itu tidak berubah, masih sama merdunya seperti berbulan-bulan lalu ketika membelai telinganya, masih juga memberikan efek menggetarkan kepadanya. Sooji mengepalkan kedua tanganya, ia menunduk guna menghalau perasaan familiar yang mulai menyelimuti dirinya. Tidak, ia tidak boleh terlena. Semua ini hanya bualan. Dengan kekuatan yang tersisa, Sooji mencoba melangkahkan kakinya. Ia tidak boleh membiarkan dirinya terjatuh di sini, setidaknya, tidak di hadapan pria itu.

"Tunggu dulu," tapi lagi-lagi efek yang diberikan pria itu kembali membuatnya bergetar. Kali ini bukan hanya suara, melainkan sentuhan hangat yang ia rasakan di pergelangan tangannya yang dingin. "Dengarkan aku, please..."

"My love..."

"Don't..." Sooji sudah berusaha, ia berseru sembari menarik tangannya dengan paksa, "don't you dare call me like that." Ucapnya dengan napas tertahan dengan ekspresi jijik di wajahnya, ia melirik pria yang berdiri kaku di sampingnya lalu mendesah panjang.

"Eonni? Kau sudah datang."

Suara Sena yang tiba-tiba terdengar membuat keheningan lenyap di antara mereka. Myungsoo melangkah mundur dengan kikuk, sementara itu Sooji menetralkan napasnya yang entah mengapa tiba-tiba memburu,menghitung sampai tiga sebelum berbalik dan menemukan Sena berdiri di ambang pintu dengan kaos longgar dan celana leging ketat, menatapnya dengan raut senang

"Sena.."

"Ayo masuk, aku sudah menunggumu sejak tadi." Sena melangkah mendekatinya lalu tanpa menunggu jawaban apapun, gadis itu langsung menariknya masuk ke dalam rumah. "Kita di kamarku saja ya. Aku tidak ingin Myungsoo Oppa mendengarnya." Meskipun kening Sooji berkerut mendengar nama Myungsoo begitu akrab diucapkan oleh Sena, ia tetap mengikuti gadis itu. Memasuki sebuah kamar bernuansa biru laut, dengan perabotan seadanya. Seperti karakternya, Sena adalah gadis yang sangat sederhana.

Sooji mengamati kamar Sena, yang hanya diisi oleh ranjang berukuran sedang, lemari pakaian dua pintu dan meja rias yang berada di samping ranjang. Kamar ini memiliki kamar mandi sepertinya, karena ia menemukan sebuah pintu lain yang berada di sisi lain dari pintu keluar. Ia menatap jendela yang terbuka di samping lemari, lalu merasakan hembusan angin menerpa wajahnya. Tiba-tiba ia memejamkan mata untuk mendapatkan ketenangan.

"Eonni..."

"Ya?" Sooji merasa lebih baik sekarang, ia menoleh menatap Sena yang duduk gelisah di sampingnya, kemudian tersenyum pada gadis itu, "Sena, aku baik-baik saja. Jangan terlalu mengkhawatirkanku."

"Maaf, maafkan aku," Sena berbisik lirih, ia menunduk ketika melanjutkan kalimatnya lagi, "aku tidak tau apa yang terjadi. Tapi mungkin saja, kau menangis karena akulah penyebabnya."

Sooji masih mempertahankan senyumannya, "tidak, ini bukan karena kau atau siapapun," jawabnya dengan bijak. Menarik tangan Sena membuat gadis itu mau tak mau menatapnya, ia menghembuskan napas dengan berat, meyakinkan diri sebelum mengutarakan pertanyaan yang sejak dua hari lalu terus mengganggu pikirannya, "apakah Myungsoo ayah dari bayimu?" Sena mengerjapkan mata mendengar pertanyaan yang sama sekali tidak diduganya, menatap Sooji yang terlihat seperti sedang menahan sesuatu, wajahnya yang memerah membuat Sena cukup khawatir dengan apa yang sebenarnya telah terjadi padanya.

"Kau baik-baik saja, Eonni?" Bukannya menjawab, Sena malah memberikan pertanyaan yang tidak berelasi membuat Sooji mendesah dalam kegusarannya.

"Jawab pertanyaanku, Sena."

"Itu..." Sena menggigit bibir, sejujurnya ia cukup bingung harus mengatakannya seperti apa, karena sepertinya Sooji dan Myungsoo telah saling mengenal, tapi ia tidak tau sudah sedekat apa mereka, jadi ia perlu tau dulu hubungan mereka seperti apa agar bisa menentukan bisakah ia berbicara lebih jauh atau tidak, "kau mengenal Myungsoo Oppa?"

Sooji memejamkan mata, ia bisa saja mati penasaran karena kelakuan Sena yang sama sekali tidak membantu. Gadis itu sebenarnya sudah bisa menebak jika ia dan Myungsoo saling mengenal ketika melihat reaksinya di rumah sakit tempo hari dan apa yang terjadi tadi, mereka tentu sangat dekat, tapi jika mengetahui hal tersebut membuat Sena merasa terguncang, sudah seharusnya hubungan ini tidak dikatakan pada siapapun, "aku sempat menjadi mahasiswanya, di Bordeaux."

"Bordeaux?" Sena berseru, matanya melejit seperti akan keluar dari tempatnya membuat Sooji heran. Gadis itu menatapnya seperti baru saja melihat hantu, membuat Sooji mau tak mau mempertanyakan apa yang sedang dipikirkannya, tapi Sena hanya mampu menatap wajah Sooji dengan lekat, ia membuka mulutnya hendak bersuara namun, kalimatnya tersangkut di tenggorokan. Ia cukup terkejut untuk mengetahui kebenarannya.

"Ada apa?"

"Kalian bertemu di Bordeaux?"

Sooji masih merasa bingung, tapi tetap menganggukan kepalanya. Apa yang diketahui Sena? Mengapa gadis itu seolah mengerti dan tau apa yang terjadi di Bordeaux, atau jangan-jangan dia memang mengetahuinya? Menebak itu, ekpresi Sooji ikut-ikutan terkejut, Sena mengetahui hubungannya. "Tidak, ini tidak seperti..."

"Astaga! Aku berpikir itu hanya omong kosong, tapi kau memang nyata."

Kalimat yang ingin ia lontarkan sebagai alasan atau apapun namanya agar Sena tidak berpikir macam-macam langsung tertelan kembali. Ia mencoba mencerna apa yang baru saja dikatakan Sena, kalimat yang seperti familiar untuknya. Seperti seseorang pernah mengatakan padanya namun, dalam konteks yang berbeda. Kau nyata. Alis Sooji menukik tajam ketika mengingatnya, ya, Myungsoo pernah mengatakan itu padanya, berkali-kali setelah sesi percintaan mereka, ataupun ketika mereka berkencan, semuanya akan diakhiri dengan kata yang sama, seperti mencoba meyakinkan diri bahwa dia adalah nyata. Bukan sebuah mimpi.

"Kau tau?" Sooji tercekat, ia sama sekali tidak mengerti apa maksud semua ini. Takdir macam apa yang telah terjadi di sini? Mengapa ia serasa dipermainkan oleh semua orang, mengapa hanya dirinya yang tidak tau akan apapun, mengapa hanya dirinya yang terlihat bodoh di sini.

Mengapa?

"Tentu saja aku tau!" Sena berseru, ia melupakan semua yang ingin dikatakannya pada Sooji, lalu serta merta memeluknya dengan erat, "aku sudah berpikir Myungsoo Oppa berbohong pada kami semua, ternyata itu benar."

Sooji merasa pusing, "tunggu dulu, apa sebenarnya maksudmu? Kau harus menjelaskan semuanya padaku," ujarnya sambil melepas pelukan Sena, menatap gadis yang terlihat sangat girang itu dengan pandangan menuntut.

Sena tersenyum, ia menggenggam tangan Sooji, "maaf, kalau saja aku percaya. Seharusnya aku bisa mencegahnya," ucapnya dengan penuh rasa bersalah, walaupun begitu, rasanya ia ingin sekali berjingkrak-jingkrak karena pada akhirnya dia tau bahwa kebenaran yang dibawa Myungsoo empat bulan yang lalu telah terbukti. "Apa kau mengingat wanita yang tempo hari di rumah sakit?" Sena bertanya, membuat Sooji menelan ludah. Ini saatnya, ia akan mendapatkan jawabannya.

"I-iya..."

"Pertama-tama, aku akan menjawab pertanyaan pertamamu Eonni," sahut Sena dengan senyum yang tidak lepas dari wajahnya, "tidak, ayah dari bayiku bukan Myungsoo Oppa," ucapnya dengan yakin, membuat Sooji menarik napas lega untuk sesaat, karena setelahnya ia kembali dikejutkan dengan kebenaran yang memukulnya telak, "tapi dia ayah dari bayi wanita itu." Jantung Sooji berdetak dengan cepat, matanya memanas seiring dengan aliran cerita yang keluar dari bibir Sena, ia terus menatap gadis itu dengan tubuh yang perlahan-lahan bergetar. Ia mengigit bibir ketika cerita Sena hampir mencapai akhir, dan pandangannya benar-benar telah buram ditutupi airmata, tanpa sadar ia menangis dengan kepala tertunduk lemah.

"Mereka menikah satu bulan yang lalu."

Kali ini, hatinya benar-benar hancur dan dia telah kalah.

***

Continued...
[30/07/28]

Oke, back to story, jdi udah puas? Gimana? Udah ada yg siap-siap terror si abang?

Ada yg bisa tebak gk, Sena itu siapa? 🤔🤔🤔

Kalo bisa sempatkan baca di part survey sebelah ya 🙏 minta tolong buat dijawab 😁

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top