Traum 11 - Pengakuan Myungsoo
"Jadi seperti itu rasanya."
Komentar itu terdengar diantara deru napas mereka yang saling berkejaran, Myungsoo tersenyum saat menjatuhkan tubuhnya di samping Sooji, menatap gadis itu penasaran.
"Seperti apa?"
"Menakjubkan," Sooji menjawab dengan mata mengerjap, detik berikutnya tangannya bergerak untuk menarik selimut dan menutupi tubuhnya yang memerah, dia memejamkan mata dan tersadar dengan situasi yang baru saja terjadi.
Myungsoo yang melihat tingkah itu menyemburkan tawa gelinya, "baru sadar sekarang, love?"
"Astaga, astaga...ini gila," gumaman Sooji tidak berhenti di sana, karena selimut yang ditarik hingga menutupi kepalanya tidak dapat meredam racauan gadis itu tentang kegilaan yang baru saja terjadi di antara mereka. Bukan hanya Sooji yang merasa seperti itu, Myungsoopun merasakan hal yang sama. Tadi adalah seks paling luar biasa yang pernah dilakukannya bahkan dalam mimpi sekalipun. Bagaimana Sooji merespon sentuhannya dengan desahan merdu, saat tubuh gadis itu menggeliat penuh nikmat di bawah kuasanya, saat respon positif yang diberikan gadis itu saat tubuh mereka saling menyatu. Semuanya sempurna.
Myungsoo mungkin sudah pernah merasakan seks terbaik hingga seks terpanas dalam hidupnya, tapi tidak pernah ada yang bisa membuatnya sepuas ini ketika Mick mendapatkan klimaksnya. Hanya bersama Sooji, dalam mimpi maupun nyata.
Nyata.
Mengeja kata itu membuat Myungsoo kalut, dia menatap selimut yang masih menutupi tubuh gadis di sampingnya lalu memejamkan mata, menghitung mundur dari tiga lalu kembali membuka mata, selimut itu masih di tempat yang sama, membungkus tubuh yang sama.
Benarkah ini nyata?
"Sooji?" Myungsoo memanggil dengan suara serak, perlahan menarik selimut tersebut agar bisa menatap wajah gadis itu, "Sooji..."
Mata Sooji yang masih terpejam karena malu terpaksa terbuka dan dengan enggan menatap pria di sampingnya.
"Ya?" Suaranya terdengar tercekat terlebih menyadari bahwa Myungsoo tidak mengenakan pakaian.
Ya mereka telah melakukannya.
Astaga ini gila.
Tapi keheningan dari pria itu membuat perasaan Sooji semakin menggila, alisnya bertaut saat pria itu tidak mengatakan apapun setelah menyebutkan namanya tadi. Seketika perasaannya jadi ragu, apakah Myungsoo tidak puas dengannya?
Atau lebih parahnya, dia melakukan kesalahan tadi.
Oh tidak, tidak mungkin. Ini adalah sebuah hal yang sangat luar biasa, Sooji tidak memiliki perbandingan lain tapi, dia tau Myungsoo adalah yang terbaik. Pria berpengalaman sepertinya melakukan seks dengan gadis yang paling tidak berpengalaman seperti dirinya, jelas dia bukanlah tandingan wanita-wanita lain yang pernah berkencan dengannya.
Apakah dia terlalu berisik? Atau terlalu banyak mengeluh? Atau kuku-kukunya terlalu tajam? Atau....astaga bagaimana jika Mick tidak puas dengan...
Wajah Sooji kembali memerah dengan gusar, menebak apa yang sedang dipikirkan Myungsoo saat ini membuatnya panik.
Apanya yang salah?
"Myungsoo, aku..."
"Cubit aku."
Sooji mengernyit bingung, dia menatap wajah pria itu yang seperti tidak fokus, "apa maksudmu?"
"Cubit saja..." Masih dengan kebingungan dan tanda tanya di kepalanya, tangan Sooji bergerak dan mencubit lengan Myungsoo dengan keras hingga pria itu mengaduh kesakitan. "Aduh!" Mata Myungsoo membeliak menatap Sooji yang takut-takut setelah mencubitnya, dia menunduk menatap lengannya yang langsung memerah lalu kembali kepada gadis itu.
Kesadarannya langsung muncul.
Ini bukan mimpi.
Sial ini memang nyata!
"Ini bukan mimpi?" Suaranya terdengar lega dan bahagia saat bergerak untuk memeluk tubuh Sooji dengan erat membuat gadis itu menggeliat tidak nyaman.
"Myungsoo..."
"Katakan ini kenyataan, katakan ini bukan mimpi."
Sooji mendesah, meskipun dia heran tapi, sungguh konyol jika Myungsoo menganggap apa yang baru saja terjadi adalah mimpi, padahal semua ini terlalu nyata untuk dianggap sebagai bunga tidur, "ini kenyataan Mr. Kim. Kamu tidak sedang tidur apalagi mimpi," ucapnya dengan yakin sambil mendongak menatap Myungsoo.
Mereka saling bertatapan untuk beberapa saat sebelum tatapan itu terputus digantikan dengan bibir yang saling menyatu, Sooji masih saja terkejut meskipun telah melakukan hal yang lebih dari ciuman bersama Myungsoo, tapi tidak lama karena dia sudah bisa membiasakan diri dengan cepat. Bahkan membalas ciuman tersebut, meskipun masih dengan gerakan yang malu-malu.
"Ini nyata," bisik Myungsoo dengan mata terpejam setelah melepas ciuman mereka, dia menyentuh kening Sooji, turun ke hidung, lalu ke pipi dan berakhir di bibir merahnya. Pria itu tersenyum puas.
"Luar biasa...manis, perawanku yang manis."
Sooji tidak mendapat pilihan selain tersipu, tapi dia sudah bukan perawan lagi. Mereka telah melakukannya dan...ya, pertanyaan itu kembali muncul di benaknya.
"Apa kamu tidak puas?"
Myungsoo menatap langsung Sooji yang melontarkan pertanyaan tak terduga tersebut, sedetik kemudian Sooji sudah menunduk malu karena mengeluarkan pertanyaan tanpa melalui saringan di otaknya.
"Darimana kamu berpikir aku tidak puas?" Alih-alih menggoda, Myungsoo memilih bertanya balik dengan serius.
"Itu, kau kan...hmm, aku..."
"Hei, tatap aku," Myungsoo menyentuh dagu Sooji dan mengangkat wajahnya agar mereka bisa saling bertatapan dalam jarak yang sangat dekat itu, "kamu berpikir aku tidak puas?"
Sooji merengut dan mengangguk lemah.
"Kenapa?"
"Aku...aku tidak berpengalaman, aku tidak bisa..."
"Sssttt," Myungsoo mengecup bibir Sooji membuat gadis itu bungkam, "mau mendengar rahasiaku? Aku akan membuat sebuah pengakuan."
Mata coklat itu mengerjap penuh minat, rahasia? pengakuan? Dua kata itu membuatnya sangat penasaran, apa kiranya rahasia sang cassanova yang telah berhasil memerawani dirinya malam ini.
"Kamu satu-satunya gadis yang muncul dalam mimpiku setiap malam selama tujuh tahun terakhir."
Sooji tidak bisa lebih terkejut dari ini, matanya membelalak kaget mencari-cari kebenaran akan pengakuan yang dibuat pria itu. Bagaimana bisa Myungsoo memimpikannya selama bertahun-tahun sementara mereka baru saja bertemu tidak lebih dari satu minggu yang lalu?
"Kamu gila?"
***
Sebenarnya Sooji tidak perlu terkejut seperti ini. Semuanya menjadi masuk akal mengapa sejak pertama dirinya terasa begitu digilai sampai ketika akhirnya di menyerah dan berhasil masuk ke dalam pelukan seorang Kim Myungsoo.
Ya, semuanya menjadi masuk akal, mengapa sejak awal tidak ada satupun pria yang menatapnya ketika bersanding dengan dua sahabatnya, tetapi pria yang hanya menghabiskan waktu di ruangan sama dengannya selama tiga jam dengan kemungkinan tidak menyadari keberadaannya tiba-tiba langsung mengejarnya.
Ya, semuanya menjadi masuk akal, mengapa dia yang awalnya tidak menjadi selera pria manapun menjadi obsesi terbesar seorang playboy.
Karena mimpi sialan itu.
Sial.
Sooji masih mengingat dengan jelas ketika Myungsoo menceritakan bagaimana awal dia mendapatkan mimpi erotis yang pemeran utamanya adalah mereka berdua. Itu terjadi tujuh tahun yang lalu saat pria itu berusia 25 tahun dan dia...sial! Dia masih berusia 12 saat itu. Tiba-tiba Sooji merasa mual membayangkan bagaimana seorang pria dewasa bercinta dengan gadis kecil berusia 12 tahun.
"Oh tuhan!" Sooji menjerit tertahan lalu berlari ke kamar mandi untuk mengeluarkan isi perutnya.
"Astaga..." perutnya masih bergejolak, tapi lambungnya sudah kosong dan otaknya kembali memikirkan masalah mimpi sialan itu.
"Sooji, kamu kenapa?"
Kepala gadis itu langsung berputar mendengar suara tersebut, dia berjengkit menghindar saat melihat tangan pria itu ingin menyentuhnya.
"Sooji?"
"Ma-maaf, kupikir aku masuk angin," ujarnya dengan wajah cemas, "aku..."
Myungsoo memberi tatapan bingung, dan Sooji bisa menebak jika pria itu tidak senang dengan tingkahnya yang aneh seperti ini.
Tapi mau bagaimana lagi? Apakah dia harus merasa baik-baik saja ketika berhadapan dengan pria yang membayangkan berhubungan seks dengannya di usia 12 tahun?
"Aku memesankan makanan dan teh hangat untukmu," ujar Myungsoo masih belum berpindah dari tempatnya di depan pintu kamar mandi.
"Terima kasih," Sooji menunduk, sepenuhnya merasa bersalah, tapi dia juga tidak bisa berhenti memikirkan hal menjijikan itu.
"Baiklah, jadi ayo keluar...teh hangat akan membuat perutmu merasa lebih baik."
Setelah mengucapkan itu, Myungsoo langsung meninggalkannya di kamar mandi. Sooji sedikit kecewa sebenarnya, tapi bersyukur juga karena pria itu mengerti dan memberinya waktu untuk sendiri. Dia langsung berkumur dan membasuh wajah, menatap pantulan dirinya di balik cermin dan mendesah berat.
Sangat menunjukan penampilan 'aku puas setelah seks', yang pasti juga dapat dilihat oleh Myungsoo. Sooji menghela napas lalu memasukan salah satu kancing kemeja yang terlepas. Sooji melangkah keluar dan menemukan Myungsoo sudah duduk santai di sofa sambil menonton berita di tv, pria itu hanya mengenakan kaos polos berwarna putih dan celana tidur flanel, serta telanjang kaki. Napas Sooji tercekat, membayangkan kegiatan mereka satu jam yang lalu di ranjang yang berada tepat di belakang sofa.
Astaga, ini gila.
"Tehmu ada di meja, ada makanan juga. Kamu bisa makan," suara Myungsoo membuat lamunan Sooji buyar, pria itu berbicara tanpa mengalihkan tatapannya dari tv, hanya menggerakan dagunya untuk menunjuk meja bundar dekat pintu balkon.
"I-iya," Sooji bergumam gugup, dia berjalan mendekati meja sambil sesekali melirik Myungsoo yang masih terlihat acuh terhadapnya, dia duduk menghadap ke arah sofa jadi dia bisa melihat pria itu dari samping. Sooji menggigit bibirnya setelah melihat makanan di atas meja, "emm Myungsoo?"
"Ya?" Pria itu menjawab, tapi masih tidak mau menatapnya.
"Kamu tidak ingin makan?"
"Tidak."
"Makanan ini terlalu banyak untukku."
"Kamu makan saja."
"Tapi..."
"Bae Sooji," Myungsoo langsung menoleh dan menatapnya tajam, dari tempatnya duduk Sooji merasa sedikit takut karena pria itu kelihatan sangat marah, "makan saja, oke?"
"Tidak oke," suara gadis itu mencicit pelan untuk menolak, Myungsoo menyipitkan mata menatapnya, "kamu pasti lapar juga, jadi makanlah."
"Kamu yakin memintaku makan bersamamu?" Sooji menaikkan satu alisnya merasa bingung dengan pertanyaan itu. "Kamu yakin tidak akan menghindar atau menampilkan wajah menjijikan jika aku ada di dekatmu?"
Sooji membelalakan matanya, apa dia terlalu setransparan itu memperlihatkan perasaannya?
"Myungsoo aku,"
"Sudahlah, tidak usah dibahas. Jadi makan saja."
Setelah itu Myungsoo kembali menatap tv tanpa menoleh padanya lagi, sengatan rasa perih langsung merambat di dadanya. Dia menyesap teh dan perasaan bersalah langsung dirasakannya ketika menyadari Myungsoo menyiapkan semua ini untuknya. Dia tau Myungsoo pasti marah karena reaksinya yang berlebihan seperti ini, bahkan saat pria itu masih bercerita dia langsung meloncat turun dari kamar mandi untuk menyembunyikan diri. Sudah jelas jika dia menunjukkan penolakan yang begitu kentara pada pria itu.
Lalu apa yang diharapkannya? Myungsoo mau mengabaikan dan tetap berusaha merayunya?
"Dasar bodoh," gerutu Sooji dengan suara pelan.
Continued..
[13/05/18]
No comment.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top