Special Extra Part 11 Mina-Mumu Private Marriage Life Exposed
Extra part ini buat yang kangen-kangen aja sama Sigit Handam Almahmoudi dan Wilhelmina Santoso.
Intip kehidupan pernikahan mereka dua tahun kemudian, terutama hal-hal yang sangat pribadi dalam hubungan mereka.
Sebelum kamu memutuskan membuka extra part ini di karyakarsa, jangan lupa bahwa ini masih bagian dari cerita Trapping Mr. Mahmoud. Kamu harus setidaknya berusia 18 tahun sebab aku nggak menahan diri khusus di cerita ini, ya.
It's a warning.
Dibutuhkan kedewasaan dalam mencerna kata-kata, adegan, permasalahan, dan keseluruhan isi cerita ini.
Welcome back to Trapping Mr. Mahmoud universe lewat perspektif Sigit Handam Almahmoudi.
Aku nggak bisa ngasih banyak spoiler kecuali quotes2 aja. Sekali lagi, ini emang buat yang engaged sama Mahmoud Mina. Jadi kalau ngerasa butuh baca, langsung ke karyakarsa aja.
Mataku memelotot sampai mau keluar dari ceruknya. Miriam yang melihat ekspresi marahku malah jadi mewek dan mau nangis. Waktu aku meraih kerah kemeja Adrian yang lagi menggendong anakku, bukannya belain ayahnya, tangis Miriam meledak karena takut Adrian bakal kena pukul.
***
"Muuu... jangan," desahnya.
"Jangan 'jangan-jangan'," bisikku. "Dosa."
"Kok dosa?"
"Dosa menolak keinginan laki-laki yang sudah jadi suamimu, Mina," imbuhku.
***
"Apa?" tantangnya. "Aku juga capek, Mu. Bukan cuma kamu yang kerja. Kamu pikir kalau Miriam tidur, aku ikutan tidur? Enggak. Aku ngerjain kerjaan kantor di rumah, aku bersih-bersih. Ngurusin ini... itu. Pulang kerja kamu kan tahunya cuma beres. Ya iya emang kita ada tukang bersih-bersih tiap pagi, tapi emang kamu pikir... sofa kita bersih sendiri, karpet kita bersih sendiri setiap kali dikotorin sama Miriam? Enggak. Aku yang bersihin, Mu. Jadi kalau aku bisa bersikap manis tiap kamu pulang kerja, kamu harusnya juga bisa!"
BRAK!!!
***
Sekilas, kehidupan keluarga kami terlihat begitu sempurna dan tanpa kendala. Namun, kadang orang lupa, untuk mewujudkan kesempurnaan yang bisa ditampilkan di media sosial dan dinikmati orang banyak itu butuh pengorbanan besar.
***
"Kalau laki-laki kawin sama cewek kaya raya, ya paling-paling ini masalahnya. Beda kalau kayak aku... urusan ranjang urusan ke sekian. Lebih penting mikirin penjualan bulan ini bisa nambah bonus apa enggak!"
Lidahku mendecap.
Sindir aja terus!
***
"Yah... perempuan kadang emang bisa senaif itu, Mu. Cuma karena laki-laki bilang, dia udah move on, udah nggak ada pikiran macam-macam sama mereka... mereka bisa sesantai itu. Padahal, kan namanya hidup terus berputar. Sama aja kayak perasaan. Meskipun udah hilang... kalau tiap hari ngelihat mereka makin mempesona... masa iya perasaan lama nggak bisa kembali datang?"
***
Yang ada... aku malah makin pengin memiting lehernya karena ngomong seenak jidat. Healthy Living by Mina satu-satunya impiannya? Lalu bagaimana sama aku? Sama keluarga kecil kami? Selama aku bisa majuin perusahaan, nggak akan ada Mahmoud lain dalam hidupnya? Terus kalau suatu hari followers-ku nggak lagi mau beli barang yang kujual, gimana? Bakal ada Mahmoud lain, dong?
***
Dia selalu bilang, cowok yang dingin dikit, Moud. Biar perempuan penasaran sama kamu.
Ngapain aku dingin-dingin sama istriku sendiri?
***
Kebetulan, lift sudah kembali membuka di lantai lima. Sambil termangu-mangu, aku melangkah keluar. Lupa berpamitan pada si ayah yang kerepotan. Aku baru nyadar, semua keinginanku hanya berpusat pada diriku sendiri dan hasratku ingin bersama Bu Mina lagi seperti dulu. Apa aku ayah yang baik buat Miriam? Kenapa aku jarang memikirkannya hanya karena aku merasa dia sudah ada di tangan yang tepat?
***
Dia... masih sama seperti Mina yang dulu. Nggak ada yang berubah. Dia bisa memakai topeng seriusnya di kantor, topeng keibuan di depan Miriam, topeng istri yang sabar di depan Abhi dan Ummiku, tapi di depanku... dia nggak pernah lupa bagaimana caranya menjadi istri yang nakal.
***
Bu Mina selalu senang bekerja dengan pakaian bagus dan dandanan cantik. Dia merasa paling seksi berpenampilan seperti wanita karir. Berapa kali pun aku memuji keseksiannya mengenakan daster, nggak akan mengubah apa yang membuatnya merasa cantik. Dia harus rela menyisihkan apa yang membuatnya bahagia supaya kebahagiaan keluarga kecil dan impiannya sama-sama terwujud. Seharusnya aku bekerja sama dengannya, bukan malah jadi beban pikirannya.
***
Perempuan itu terlihat begitu sehat, berkilau merona ditempa cahaya keemasan di langit-langit kamar. Jantungku mencelus. Bagaimana bisa ada perempuan semolek ini di atas tempat tidurku?
***
Seharusnya aku tahu... dia bukan tidak menginginkan semua ini. Dia hanya punya prioritas lain yang memaksanya hanya bisa melakukan ini sekali-sekali. Mustahil orang berkeluarga dan berharap nggak ada satu hal pun dari hidupnya yang berubah. Kamu yang naif, Moud. Kamu nggak mau berhenti hanya menjadi laki-laki, padahal saat menikah... kamu harus jadi ayah dan suami.
***
"Kamu nggak tahu... betapa banyak perempuan di dunia ini yang berharap suaminya masih tetap menginginkan mereka seutuhnya seperti sebelum mereka punya anak. Sebelum mereka jadi ibu. Sebelum mereka kehabisan waktu buat dandan, atau sekadar menyemprot collogne sebelum tidur."
***
Dia perempuan pintar. Dia pasti tahu cara membuat seorang pria memberinya rasa nikmat tanpa lelaki itu menyadarinya. Tubuhnya terus mengentak, bibirnya tak henti mendesah. Kadang dia berkata jangan, kadang dia meminta lebih dari yang sudah kuberikan. Dia membuatku gila.
***
Gaun istriku tercabik. Entah apa yang terjadi. Dia menjerit dan merintih lebih kencang dari yang pernah kudengar sebelumnya. Tubuhku menggilasnya. Kami sama-sama nyaris tak berpakaian. Aku melihat apa yang kuinginkan juga diinginkannya. Maafkan orang tuamu ini, Miriam... tapi sebelum kamu ada... kami hanya dua insan yang saling mencinta, dan dahaga pada satu yang lainnya.
***
Bu Mina meratap ngeri melihatku mengusap mukaku yang basah dan mencekal kedua tangannya lagi. "Sudah tahu jawabannya?" tanyaku.
"Ha? Apa?"
"Lapar atau tidak singanya, menurutmu?"
"Singanya... kayaknya nggak pernah nggak lapar... mengerikan!"
***
"Atau!" seruku penuh semangat. Dia nggak perlu melanjutkan kalimatnya, aku udah tahu apa maksudnya. Bu Mina tertawa renyah karena aku paham begitu cepat. Dia mengentak pasrah ke depan saat aku menariknya duduk, sementara aku sendiri berbaring telentang membuka kakiku di depannya. Perempuan cantik itu masih tertawa-tawa geli melihatku terburu-buru membuka kait celana panjangku, sampai kemudian napasnya tertahan menatap apa yang kutunjukkan dari baliknya. Sementara ku menggigit bibir dan menaruh tanganku menyangga kepala, Bu Mina meneguk air liurnya. "Singa betina juga bisa lapar," kataku, menggoda.
***
"Bukannya semua laki-laki begitu? Bahkan... kadang ada yang merasa sudah salah pilih setelah melihat tubuh istrinya berubah pasca melahirkan. Aku takut... kamu terjebak dalam keterpesonaanmu pada Mina yang dulu. Sekarang... mungkin aku belum banyak berubah... tapi bagaimana dengan nanti? Satu orang anak lagi... atau dua... apa kamu bakal terjebak terus di sana?"
Nyarinya di sini, ya.
Karya, terus klik Extra Part TMM
Jangan lupa beli koin via web, ya. Jadi ketik karyakarsa di browser, login pakai akunmu. Beli koin atau dukung via browser karena harga koin lebih murah via browser. Habis itu kalau ngerasa lebih nyaman baca di aplikasi, balik ke aplikasi setelah berhasil melakukan dukungan.
Terima kasih sudah mendukung!
Kalau belum follow instagram dan karyakarsaku, follow ya!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top