69. Conflict of Interest
Sedih bentar lagi kelar posting Mahmoud. Cerita ongoingku jadinya tinggal satu 😭 pengin tetep nyapa kalian secara berkala di sini, tapi cerita baru lagi belum siap. Terus kalian kayaknya lebih suka ceritaku yang ringan2, yah? Pada baca SWING enggak?
Oh iya, kemarin banyak yang mau lanjutin Mahmoud dengan harga murah di karyakarsa. Nanti aku bikinin barengan part 70 aku post, ya? Siapin aja maksimal 20K deh. Itu udah murah banget, ya, Sayang. Semoga bisa bantu ngeringanin buat yg udah telanjur penasaran. Harusnya pelanggan premium nggak marah, sih, lagian di KK TMM udah tamat lama, kan, ya? Dan isinya juga beda.
Kalau kangen aku, follow instagram, ya. Doain Factory Romance, romcom-ku selanjutnya cepet-cepet siap di-post.
Love you 🥺
Aku memijat pelan keningku yang seharian berkerut.
Cynthia akhirnya menumpuk berkas-berkas yang beres kutandatangani tanpa terlalu membaca detailnya. Mata sipitnya menjeling ke arahku sementara tangannya merapikan lembar demi lembar kertas tanpa melihat, mengetuk di permukaan meja hingga rapi. Dengan tumpukan berkas dalam pelukannya, dia mulai mengkritikku, "Kalau aku tukang korupsi, Mbak bakal bangkrut nggak lama lagi. Please pay more attention ke dokumen-dokumen yang berkaitan dengan keuangan, biar kita bisa double-check."
"Aku tahu kamu nggak akan mencuri," kataku, menaikkan alis dan menarik kedua sisi bibir, tapi bukan tersenyum. "Cyn, menurutmu kalau kita nyariin apartemen buat Mahmoud, masih masuk budget nggak, ya? Masuk akal enggak?"
"Nggak masuk akal, sih, Mbak. Mahmoud kan udah pakai kontrak yang beda sama kontrak dia sebagai pesuruh, dua-duanya nggak ada yang cover soal tempat tinggal. Cuma Mbak kan bos-nya, ya, jadi ya gimana Mbak Mina aja, atau kita bisa ngasih dia pinjaman dengan bunga rendah? Memangnya dia udah kehabisan uang? Emang selama ini dia tinggal di mana?"
"Em...," aku menggumam, lalu cepat-cepat menggeleng sebelum Cynthia curiga. "Nggak, sih nggak apa-apa. Lupain aja."
Mata Cynthia sempat memincing, tapi karena dia emang bukan orang yang senang ngurusin masalah orang kalau nggak berkaitan dengan tumpukan laporan dan kesesuaian datanya, dia memilih nggak ikut campur sekalian dan meninggalkanku sendiri.
Seharian aku duduk diam di kantor, ngerjain yang bisa kukerjain tanpa ninggalin kursi. Mahmoud hanya masuk dengan baki makan siangku, saat itu aku sedang bicara dengan perwakilan kami yang berada di vendor mengenai bagian selangkangan cycling pants pilot run sample yang katanya kurang nyaman. Aku menyentuh tangan Mahmoud yang tidak ditariknya meski aku hanya membelainya, menggambar garis-garis abstrak di punggung tangannya sambil memandang ke iris matanya.
Kami sama-sama nggak bicara, aku karena telingaku terpancang di telepon, sedangkan Mahmoud masih tampak sangat terpukul.
Waktu pesan dari Albert kuterima, "Keputusan yang bagus, melempar Mahmoud keluar dari apartemen sebelum siapapun tahu dia pernah tinggal di sana dan jadi skandal baru. How did you do that?" Dan aku membalasnya dengan, "Improvise." Aku sudah tahu bahwa Gio akan menampung Mahmoud untuk sementara. Oleh karena itu kupikir kalau memang Mahmoud berencana tinggal di apartemen, dan bukannya di kos pria biasa, siapa tahu kami punya budget untuk meringankan sakit hatinya? Tapi kurasa bukan itu poin masalah utama buat Mahmoud.
Sampai Adrian tiba-tiba muncul dan marah-marah, aku sama sekali nggak kepikiran mengusir Mahmoud dari apartemenku. Tapi kalau Adrian sendirian saja bisa bikin kekacauan seperti itu, apalagi kalau semua orang tahu selama ini Mahmoud tinggal denganku? Hal itu akan sangat berpengaruh pada penjualan produk-produk HBM. Seperti yang Albert bilang, sekarang ini yang paling penting adalah menyelamatkan reputasi Mahmoud.
Selanjutnya, bayiku. Bayiku adalah yang paling penting setelah aku mengatasi hal-hal yang dikhawatirkan akan menimbulkan benturan di kemudian hari. Begitu semuanya selesai, aku akan fokus dengan kandunganku.
Aku akan punya bayi!
Bayi. Akan ada makhluk kecil dalam kehidupanku selanjutnya. Oh ya Tuhan..., aku menangkup wajahku sendiri dengan kedua tangan. Mataku mendadak berkaca-kaca dan hatiku menghangat dengan cara yang sangat menyenangkan. Dadaku berdebar. Aku tidak pernah menyangka perasaan seperti ini yang kualami saat akhirnya aku akan punya bayi. Selama ini aku menganggapnya bakal merepotkan, menjegal kesuksesanku, menghambat ruang gerakku, dan sebagainya. Namun ketika dia benar-benar akan hadir, aku hanya merasakan kegembiraan. Aku tak peduli pada pernikahan, bahkan perasaanku yang mulai tumbuh untuk Mahmoud pun... rasanya tak terlalu berarti lagi. Inilah cinta yang demikian pas untukku. Dia terasa nyaman dan menghibur, seakan saat ini ada sepasang lengan kokoh yang memelukku.
Aku belum pernah menikmati momen seorang diri dengan perutku sejak kutahu ada nyawa lain di dalam diriku.Dengan penuh kasih aku mengelus perutku yang masih sangat ramping. Selayaknya seorang ibu aku tersenyum menatap perutku. Untuk pertama kalinya sejak aku tak ingin merusak penampilanku, aku tak peduli.
Mungkin mengirim Mahmoud keluar dari apartemenku adalah keputusan terbaik pertama yang kuambil demi si jabang bayi. Dengan kehadiran Adrian, adanya Mahmoud di apartemenku akan memicu kecemburuannya. Mereka akan terus berseteru entah apa alasannya dan itu hanya akan memicu stres.
Tamara mengetuk pintu tepat setelah pukul lima. Aku memutar kursiku ke belakang dan menghapus air mata bahagia dari pipiku, baru menyilakannya masuk. Gio menyusulnya bersama Albert yang sibuk menekan bluetooth earphone di telinganya. "Ya... aku udah lihat foto-foto di instagram-mu. Bisa kita coba. Okay... kutunggu besok di kantor, yah?"
"Mbak Mina baik-baik aja?" bisik Tamara seraya menyahut tanganku dan menggenggamnya.
"Ya... I am gonna have a baby," kataku, lalu air mataku menetes lagi.
"Iya, ih... Mbak nggak takut, kan? Nggak cemas?"
"Nggak tahu, ya... sekarang yang kurasain cuma happy aja," jawabku tulus. Tamara mengitari meja dan mengajakku berpelukan.
Dua orang pria yang kini duduk bersebelahan di depanku itu hanya bisa menunggu momen emosional para gadis berlalu. Setelah Tamara kembali ke seberang meja, berdiri di antara kursi Gio dan Albert, rapat pun dimulai.
"Mahmoud tinggal denganku sampai kami dapat tempat tinggal baru buatnya. Biaya kayaknya nggak jadi masalah buat Mahmoud. Dia juga kelihatannya nggak berusaha mempertahankan diri di apartemen Mbak Mina. Waktu kutanya lagi sebelum dia pulang beberapa menit lalu, dia bilang, supaya adil. Entah apa maksudnya."
"Menurutku ada hubungannya sama Adrian," timpal Albert. "Mereka kayaknya terlibat pembicaraan serius di pantri. Selama sekitar setengah jam, Mahmoud menutup pintu dan menguncinya. Nggak ada ribut-ribut. Kalau dia berhasil meredam Adrian dari mengoceh ke publik, itu ada baiknya. Sekarang kita lebih baik membicarakan sesuatu yang lebih penting. Mungkin beberapa minggu lagi kita masih bisa pakai stock foto Mbak Mina, dan foto baru sebelum perutnya kelihatan. Sementara itu, kita akan membangun image untuk female face baru kita."
Aku berusaha nggak mengerutkan kening. "Kalian sudah menemukan kandidat untuk itu?"
Albert dan Gio mengangguk. Secepat itu? Mereka saling melirik, tapi Tamara yang angkat bicara, "Mas Albert pikir... Lastri cocok buat menggantikan Mbak Mina selama Mbak Mina hamil dan cuti melahirkan," katanya diikuti bibir bawahnya yang tergigit cemas menyaksikan manik mataku membola besar dan kelopak mataku membuka lebar. "Menurut Mas Gio, satu, kita menghemat biaya. Dua, kita bisa menggunakan teknik nggak jauh berbeda dari yang sudah berhasil kita lakukan pada Mahmoud. Lastri akan jadi SPG display store HBM yang instagram-nya kita ambil alih."
Aku bergantian memindai Albert dan Gio yang menundukkan kepala menekuri lutut masing-masing. Kepalaku terus menggeleng tak percaya, kedua sikuku bertumpu di meja, memijat-mijat pelipis. Kepalaku mendadak terasa begitu ringan, hampir melayang. Lastri? Yang bener aja? Ada ribuan selebgram di negeri ini, mereka seperti jamur, jumlahnya bertambah banyak terus karena nggak bisa dibasmi.
"Untuk apa Lastri?" tanyaku. "Yah... aku tahu dia manis, badannya bagus... tapi kenapa harus dia? Image seperti apa yang mau kalian bikin buatnya? Bukankah Mahmoud aja cukup? Female face ini fungsinya buat mendampingi si bintang utama yang sedang absen aja, kan? Jangan bikin masalah, dong. Kalau dia tahu aku hamil dan kemungkinan ini anak Mahmoud, apa dia nggak akan bikin runyam? Pilih aja dari audisi. Jangan nambah-nambahin pikiranku, ah."
Gio yang pertama kali menaikkan bola matanya, lalu meringis, "Albert, Mbak," katanya mengalihkan tanggung jawab.
Albert mendengus, tak bisa berdalih. "Yah... kupikir... Mbak nggak mau dia berangkat ke Arab karena nggak jadi nikah sama Mahmoud, kan?"
Mulutku terkunci.
Sambil mengukur rahangnya yang berambut, Albert mengambil jeda sebelum menjelaskan lebih lanjut, "Karena Mahmoud jelas nggak akan menikahinya, kupikir ini justru akan jadi cara kita menutup mulut Lastri."
"Maksudmu?"
"Suatu hari, publik akan mengendus kehamilan Mbak Mina. Unggahan yang terlupakan itu akan muncul kembali ke permukaan. Lastri ini sudah punya base pendukung yang lumayan, followers instagram-nya ternyata sudah di angka sepuluh ribuan. Kalau dia speak up, habislah kita."
Tamara dengan sigap menyodorkan ponselnya kepadaku, membuka tepat di halaman instagram Nicky_Bukan_Astria. Astaga... anak umur sembilan belas dari mana yang menggunakan referensi nama Nicky Astria? Dalam hati aku setuju, dia memang cocok kalau disandingkan dengan instagram Mr.Mahmud. Sayangnya, saat kuteliti satu per satu konten foto dan video pendeknya, gaya Lastri sama sekali nggak mengecewakan.
"Kita nggak akan bikin narasi apa-apa, atau gimmick yang disebarkan di akun gosip. Trap sejenis akan bikin orang malas. Kami hanya akan mulai mengunggah foto Nicky dalam seragam toko dan perlahan menggeser foto-foto Mbak Mina selaku face utama HBM. In the mean time, Mbak akan muncul di produk-produk baru yang selama ini kita tunda pengembangannya, katering harian ibu hamil dan suplemen. We can still make money from your unexpected pregnancy!" seru Albert persis seperti marketing sekaligus motivator MLM yang sedang mempresentasikan bualannya di depan calon member.
Aku hanya bisa diam, memejamkan mataku dan berdoa semoga semuanya baik-baik saja.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top