48 - Engagement


Haloooo

masih pada setia baca cerita ini yaaaa

kita liat kegemesan Alvaska

****


"Kenapa lo keliatan bingung gitu?" tanya Rangga.

Sedari tadi Alvaska tak henti mondar-mandir di depan meja kerjanya. Mereka sedang berada di kantor. Kebetulan Rangga di dalam ruangan kerja milik Alvaska. Ia merasa sikap bossnya itu aneh.

"Gue lagi bingung mau nyiapin lamaran."

"Lamaran? Emang lo mau ngelamar kerja di mana?" mendengar itu Alvaska langsung mendelik. Ia menatap tajam ke arah Rangga. Karena ucapannya dianggap dicandaan.

Sedangkan Rangga tertawa puas, seakan berhasil membuat Alvaska kesal.

"Sorry bro, gue bercanda."

"Gue lagi serius padahal."

"Lo mau ngelamar Serena?" tebak Rangga.

"Siapa lagi kalau bukan Serena."

Mendengar hal itu membuat Rangga tertawa. Ia merasa Alvaska menjilat ludahnya sendiri. Dulu Alvaska bilang tidak akan mau menikah dan menyangkal perasaannya pada Serena. Siapa sangka kalau Alvaska akan menjadi bucin. Ternyata memang benar benci dan cinta itu hanya setipis benang.

"Apa lo mau ngeledekin gue?" Alvaska sudah jengah karena ia selalu diledekin karena mengingkari perkataanya. Namanya juga cinta, ia tidak bisa menolak. Sekuat apapun ia mencoba.

"Puas banget gue, liat lo jadi bucin."

"Gak butuh hinaan lo."

"Sorry Al, gue cuma masih gak nyangka aja kalau lo bakal nikah sama Serena. Lo serius mau lamar dia? Gue kira lo mau langsung nikah."

"Gue pengen bikin lamaran yang layak. Bukan cuma langsung nikah gitu aja. Gue pengen dia ngerasain hari spesial kayak wanita di luar sana. Tau sendiri cewek bakal bahagia banget kalau di lamar apalagi kalau disiapin kejutan." Alvaska ingin yang terbaik untuk Serena. Gadis itu sudah banyak menderita karenanya. Maka dari itu untuk menebus semua kesalahannya. Ia ingin membuat lamaran dan pernikahan yang indah agar bisa dikenang oleh Serena.

"Gak nyangka seorang Alvaska bisa mikir kayak gitu." Rangga takjub dengan Alvaska. Sahabatnya selama ini tak pernah memikirkan kebahagiaan orang lain selain dirinya sendiri. Sekarang Alvaska tiba-tiba mau membuat Serena bahagia, bahkan memikirkan perasaan gadis itu.

"Dia yang ngerubah gue, lagian gue ngelakuin hal kayak gini cuma sama Serena aja. Dulu gue selalu suka liat dia nangis, sekarang gue gak mau biarin dia nangis, siapapun yang bikin dia nangis bakal habis di tangan gue." Alvaska tidak suka melihat Serena menangis, rasanya ia ikut tersakiti. Maka dari itu ia akan selalu melindungi gadisnya itu dengan cara apapun.

Rangga bergidik ngeri mendengar itu. Ia tahu perkataan Alvaska bukan main-main.

"Kalau lo mau bikin lamaran spesial lo bisa nyewa restaurant, pantai, taman atau kapal pesiar buat nyatain perasaan lo." Rangga memberikan sebuah saran pada bosnya itu.

"Boleh juga, nanti gue pikirin dulu tempat mana yang cocok. Sekalian gue mau beli cincin buat Serena. Lo bantu gue siapin semuanya."

"Siap Bos!!!"

"Satu lagi."

"Apa bos?"

"Tolong beliin gue kucing."

"Bukannya waktu itu lo udah beli 1." Rangga merasa aneh, bosnya ini tak suka kucing. Itu juga beli karena buat mengancam Serena. Alvaska bilang kucing itu dia jadikan ancaman disaat Serena tak menurut. Alvaska mengancam dengan dalih akan mematahkan kaki kucing itu. Memang psikopat sejati. Untung Serena bisa mengubah Alvaska. Hal yang Rangga syukuri karena shabatnya itu menjadi lebih manusiawi sekarang.

"Gue pengen satu lagi, biar kucing di rumah gue ada temennya," ujar Alvaska. Ia tak menyukai kucing tapi melihat Serena sangat suka membuatnya mau tak mau ikut suka. Bahkan ia sesekali ikut menggendong atau bermain dengan kucing bersama Serena.

Kedengarannya gila, hanya saja untuk saat ini ia akan melakukan apapun yang Serena sukai. Ia ingi selalu melihat senyum di wajah gadis itu.

***

Tak pernah terpikirkan bagi Alvaska untuk menemani Serena berbelanja di supermarket. Seumur hdup baru kali ini Alvaska melakukannya. Sepanjang waktu ia tak henti berada di sebelah kekasihnya itu untuk memastikan bahwa kekasihnya baik-baik saja. Bahkan tangan kanannya selalu memeluk erat pinggang Serena. Sedangkan tangan kirinya mendorong troller.

Serena tadi mau berbelanja, maka dari itu Alvaska berinisiatif ikut. Karena istrinya hamil, jadi ia ingin terus mengawasinya. Ia juga tidak tega meninggalkan Serena berbelanja sendiri.

"Kamu mau dimasakin apa, Mas?" panggilan baru Serena pada Alvaska. Lebih baik ia memanggil pria itu Mas. Agar tidak terkesan canggung.

"Apa aja, semua masakan yang kamu masak saya suka." Pipi Serena merona mendengar itu.

"Tapi untuk sekarang kamu jangan terlalu banyak melakukan kegiatan, biar pembantu di rumah aja yang lakuin. Saya gak mau kamu dan anak kita kenapa-napa." Serena tersenyum, ia jadi salah tingkah. Kadang ia masih belum siap menerima Alvaska yang mode bucin begini.

"Serena...." tiba-tiba sebuah suara membuat ke dua orang itu berpaling.

Serena terkejut mendapati sosok Alvin di belakangnya. Sedangkan Alvaska kesal karena tahu kehadiran bocah sialan itu. Rahangnya bahkan mengeras ketika Alvin berjalan mendekat ke arah mereka.

Alvin menatap Serena dengan penuh kerinduan. Bahkan matanya terlihat sendu. Ia merindukan Serena. Ia terkejut ketika tahu Serena berjalan bersama Alvaska. Bukankah terakhir kali ia tahu Serena diculik.

"Alvin."

"Mau apa kamu?" Alvaska lebih dulu menghalangi. Ia berdiri di depan Serena. Melarang Alvin mendekati kekasihnya.

"Saya mau bicara sama Serena."

"Bicara saja sekaranng. Saya tidak mengizinkan." Alvaska melarang hal itu. Ia takut kalau Serena akan luluh dan lebih memilih Alvin.

"Mas, sebentar aja aku mau ngomong sama Alvin. Setelah itu aku gak akan ngomong lagi sama dia." Serena memohon pada Alvaska. Ia meminta untuk terakhir kalinya.

"Oke, saya awasi dari belakang."

Lalu Alvaska mundur sedikit, meski ia penasaran apa yang mereka bicarakan tapi ia percaya pada Serena.

"Alvin, maaf aku berbohong sama kamu."

"Gak Serena seharusnya aku yang minta maaf. Aku gak tahu kalau kamu harus terjebak sama dia."

"Maksud kamu apa, Alvin?"

"Aku denger kalau dia hamilin kamu cuma buat balas dendam ibunya. Andai aku tahu dari awal aku bakal bantu kamu, Serena."

"Udah terlambat Alvin."

"Apa yang terlambat? Kamu masih mau sama dia? Dia itu brengsek! Aku bisa bantu kamu pergi dari dia. Kita rawat anak kamu sama-sama." Serena menggelengkan kepala, ia tidak setuju dengan hal gila itu.

"Aku sebentar lagi nikah sama dia. Aku gak mungkin ninggalin dia, anak aku juga butuh ayah. Selain itu aku udah mencintai pria itu."

Perkataaan terakhir Serena membuat hati Alvin sakit. Rasanya perih sekali seperti di tusuk dan robek pisau. Begitu perih dan menyayat. Ia menatap Serena tak percaya bagaimmana bisa Serena menyukai iblis seperti itu.

"Kamu bohongkan, dia ancam kamu, pasti dia nyakitin kamu biar kamu sama dia terus!!"

"Gak Alvin. Andai kamu nolong aku dari awal aku mungkin masih mau, tapi sekarang beda Alvin. Mama aku udah meninggal, aku cuma punya tuan Alvaska. Hal itu bikin aku sadar, kalau aku cinta sama dia. Maafin aku, Al."

Setelah mengatakan itu Serena pergi meninggalkan Alvin. Ia berjalan mendekat ke arah Alvaska. Sedih untuk Serena meninggalkan sahabatnya tapi sekarang ia punya Alvaska. Begitu juga dengan Alvin yang menangis melihat Serena lebih memilih Alvaska dari pada dirinya. Rasanya memnyakitkan karena cintanya bertepuk sebelah tangan.


***

Mau lanjut?

Spam next di sini!!!

Love you

Gulla
. Istrinya Jeno.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top