41 - Kiss in the Moonlight
"Kamu kenpa keliatan lesu begitu? Kamu sakit? Apa kita sebaiknya ke rumah sakit?" Alvaska menghampiri Serena. Gadis itu terlihat pucat, dan seperti mayat hidup. Ia sudah menyuruh Serena untuk istirahat tapi gadis itu tetap bekerja. Serena sedang mengepel rumahnya. Terlebih ibunya sudah tidak ada. Ada beberapa pekerjaan yang dilakukan Serena.
"Tidak apa-apa tuan, saya baik-baik saja." Serena merasa sakit di kepala, ia juga beberapa kali muntah. Mungkin karena ia belum makan.
"Turuti perintah saya, kamu istirahat saja. Biar pekerjaan kamu dilakukan oleh pelayan saya yang lain."
"Tapi tuan."
"Kalau kamu menolak saya akan mencium kamu di sini." Ancaman Alvaska berhasil membuat Serena menurut.
"Iya tuan, saya mau istirahat."
Serena berbalik hendak ke kamarnya, tiba-tiba Alvaska menarik tangannya. Hingga mereka saling menatap satu sama lain. Serena menatap Alvaska tidak mengerti, ada apa? Bukannya ia disuruh istirahat.
"Ada apa tuan?"
"Kamu yang mau ke mana?" tanya Alvaska balik membuat Serena semakin bingung. Ya mau ke kamar, mau ke mana lagi coba? Dasar aneh. Pria ini benar-benar membuat Serena kesal. Mau kerja gak boleh mau istirahat juga.
"Ke kamar tuan, kata tuan tadi saya harus istirahat."
"Mulai sekarang kamu tidak akan tidur di kamar belakang." Serena terkejut mendengar itu, maksudnya ia harus tidur di mana kalau tidak boleh tidur di kamarnya.
"Maksud tuan?"
"Saya telah membuatkan kamar baru buat kamu."
Serena menatap Alvaska tak percaya. Ia tak menyangka kalau sampai segitunya Alvaska memperlakukannya. Bagaimana nanti kalau ada beberapa pelayan yang curiga karena ia diperlakukan berbeda dari yang lain.
"Kamar?" tanya Serena sekali lagi memastikan kalau ia tak salah dengar.
"Iya, kamu pasti suka." Mana ada suka yang ada ia tak suka. Ini akan menimbulkan kesalahpaham orang-orang. Ia tahu kalau rumah ini bukan rumah utama keluarga Alvaska. hanya Alvaska yang tinggal di sini tapi pria itu tidak bisa bersikap seenaknya seperti ini, mentang-mentang ibunya sudah tidak ada.
"Tidak tuan ini terlaluu berlebihan." Serena hendak pergi, tapi tiba-tiba dia diangkat digendong ala bridalstyle.
"Ini gak berlebihan, berlebihan itu kalau saya memberikan rumah ini untuk kamu. Meskipun itu bukan hal yang sulit." Serena tak berani menatap Alvaska. Ia salah tingkah, pipinya memerah karena perkataan Alvaska.
Kemudian Alvaska membawa Serena ke sebuah kamar. Kamar tersebut berada di sebelah kamar Serena. Tentu saja hal itu membuat jantung Serena semakin berdebar. ia melirik Alvaska dari sudut matanya. Ia bisa melihat tatapan Alvaska seperti senang. Mata pria itu berbinar. Apa yang sebenarnya direncanakan oleh Alvaska padanya?
Mereka tiba di depan kamar tersebut. Serena terkejut melihat kamar tersebut. Bagaimana ia tidak terkejut, kamar tersebut terlihat mewah seperti kamar seorang putri Kerajaan. Kamar tersebut berwarna pink dengan berbagai desain dan perabotan mewah. Ia tidak pantas mendapatkan kamar tersebut. Ini terlalu mewah untuknya yang sederhana. Kamar ini juga ternyata ada pintu penghubung yang menghubungkan ke kamar Alvaska?
"Tuan sepertinya ini berlebihan, saya tidak bisa menerimanya." Serena menolak dengan tegas. Ia tidak mau tidur di sini, ia lebih suka kamar di belakang meski tidak semewah dan seindah kamar di sini.
"Kamu tidak bisa menolak, mulai besok barang-barang kamu akan dipindahkan di sini." Serena terdiam mendengar itu, bagaimana bisa ia menolak pasti tuannya akan memaksanya.
Alvaska menaruh Serena di atas ranjang, menidurkan gadis itu. Lalu ia menyelimutinya dengan selimut di atas kasur. Serena menatap kesekeliling, ia masih takjub dengan kamar ini. Ia menyukai kamar ini, hanya saja ia merasa tak pantas.
"Istirahatlah, kalau kamu butuh sesuatu bilang pada saya." Perkataan Alvaska membuat Serena menggelengkan kepala, tidak seharusnya Alvaska berkata seperti itu. di sini ia yang pelayan bukan pria itu. Mana ada majikan yang melayani pelayannya. Hanya tuannya saja ini.
"Tapi.. tuan...."
Alvaska menaruh jari telunjuknya di bibir Serena pertanda jangan bicara lagi. Ia tidak suka ditolak. Ia ingin Serena menerima semua ini.
"Tuan." Panggil Serena.
"Kenapa, kamu mau menolak lagi?" Alvaska mengatakan itu sambil menatap tajam ke arah Serena. Sampai kapan gadis itu akan menolaknya.
"Bukan itu, kenapa tuan aneh sekali dari semalam? Tuan baik sekali, membuatkan saya makanan, menyuruh saya istirahat, dan sekarang memberikan saya kamar." Serena masih tak mengerti maksud di balik semua ini.
Alvaska terdiam ia baru menyadari hal itu. kenapa ia repot-repot melakukan hal seperti ini pada wanita yang ayahnya telah membunuh ayahnya. Hanya saja Alvaska tidak mau melihat air mata di wajah gadis itu, kalau dulu ia suka melihat Serena menangis, sekarang ia lebih suka melihat senyum di bibir gadis itu. Ia menyukai senyumnya, senyum yang membuat jantungnya berdebar. Ia tak tahu arti dari perasaan ini, tapi ia menyukai saat-saat bersama Serena. Ia merasa lebih hidup dan bahagia.
"Terima saja mumpung saya sedang baik, kalau saya kembali jahat mungkin kamu tidak akan pernah merasakan hal ini lagi."
Serena menundukkan kepala mendengar itu. ia pikir Alvaska berubah, ternyata pria itu masih sama. Mungkin Alvaska hanya kasian karena ibunya meninggal, bagaimanapun ibu Alvaska juga pernah meninggal. Hal itu pasti membuat Alvaska teringat akan ibunya juga.
"Iya tuan."
"Tidak mau istirahat?"
"Saya sudah sedikit baikan tuan." Serena rasa badannya sudah sehat kembali. Lebih baik ia bekerja dari pada ia bermalas-malasan di sini. Ia tidak mau menghabiskan waktunya dengan begini. Nanti pasti ada beberapa pelayan yang berpikiran buruk tentangnya. Dan juga menuduhnya melakukan hal senonoh dengan Alvaska.
Mendengar itu Alvaska yang tadi berdiri di sebelah ranjang. Tiba-tiba ikut berbaring di samping Serena. Tentu saja hal tak terduga itu membuat Serena terkejut. Terlebih Alvaska yang tiba-tiba memeluknya.
"Saya sudah bilang untuk istrahat, kalau kamu masih ngeyel maka saya akan tidur memeluk kamu sampai kamu tertidur." Alvaska membisikan hal itu di telinga Serena. Tangannya bergerak memeluk Serena erat. Bahkan kakinya melilit kaki Serena.
Serena menelan ludah. Ia ingin berontak tapi ia tak bisa melakukan apapun. Ia hanya bisa pasrah sekarang berada di pelukan Alvaska. Begitu juga dengan debaran jantungnya yang tak berhenti berdetak. Ia rasa ia ingin mati di pelukan pria itu.
"Tidur dan pejamkan matamu atau kamu mau saya cium dan kita bercinta?" mendengar itu tentu saja membuat sekujur tubuh Serena merinding. Ia tidak mau bercinta. Ia lebih memilih untuk tidur meski jantungnya tidak bisa di ajak kerja sama.
"Good night my princess..."
Alvaska menyanyikan sebuah lagu, agar Serena tertidur. Ia tak melepaskan pelukannya. Sampai ia memastikan gadisnya itu sudah tertidur. Tak hanya itu ternyata ia juga ikut tertidur di samping Serena.
***
HIDDEN PART 41 ADA DI KARYA KARSA
ADA ADEGAN DEWASANYA...
"Mau mandi bersama?" tawar Alvaska.
"Tidak tuan, saya bisa mandi sendiri."
"Kamu sedang sakit, lebih baik jika saya yang mandikan." Batin Serena bergumam, udah tahu sakit tapi masih aja diajak enak-enakan. Memang gila pria satu ini.
****
Mau lanjut?
Spam next di sini!!!
Love you
Gulla
. Istrinya Jeno.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top