27 - Don't Smile
Gimana kabar kalian?
Suka nggak sama cerita ini?
Kalau bagus bisa tag di instagram aku @wgulla_
Love dulu buat part ini
cerita ini terinpirasi dari mathias dan layla
***
SBD - 27
Serena baru saja keluar dari toko ice cream bersama Alvin. Di parkiran ia dikejutkan dengan kehadiran Alvaska. Pria itu berdiri dengan tatapan tajamnya. Tangannya bersedekap lalu menatap Serena seolah ia melakukan sebuah kesalahan.
"Tuan ngapain di sini?" tanya Serena dengan panik. Ia takut Alvin berpikiran yang tidak-tidak. Mengingat Alvaska yang sekarang berbeda dengan yang dulu.
"Kenapa kamu terlihat panik? Kamu tidak suka dengan kehadiran saya?"
"Bukan seperti itu tuan."
Alvaska kini menatap Alvin dengan tatapan membunuh. Ia seakan tak suka dengan kehadiaran Alvin. Terlebih Alvin yang terlalu dekat dengan Serena. tanpa sadar Alvaska menarik pinggang Serena hingga mendekat ke arahnya. Serena terlonjak kaget, ia ingin menghindar tapi Alvaska menahannya. Tangan pria itu mencengkram erat pinggangnya. Membuat Serena tak bisa pergi ke manapun.
"Kamu terlihat lelah sayang, lebih baik kita pulang."
Perkataan Alvaska tentu sjaa membuat Serena membulatkan mata. Ia menatap ke arah Alvin seolah-olah kalau apa yang dikatakan Alvaska itu tidak benar. Namun Alvaska menarik Serena untuk masuk ke dalam mobil.
Serena duduk dengan perasaan yang campur aduk. Dari kaca jendela ia bisa melihat tatapan mata Alvin yang seakan kecewa terhadap dirinya. Ia bingung dengan majikannya itu untuk apa mengaku sebagai sebagai kekasihnya sampai memanggil sayang. Padahal kemarin Alvaska bilang kalau hubungan mereka hanya pura-pura.
Mobil Alvaska melaju dengan cepat di jalan raya. Serena hanya bisa menunduk tanpa berani menatap. Ia ingin protes tentang hal yang pria itu lakukan tadi padanya. Apa maksudnya memanggilnya sayang?
"Mulai besok jangan beli es krim lagi."
"Kenapa tuan?"
"Saya sudah beli es krim satu truck di rumah, harus kamu habiskan."
Hah? Mata Serena membulat tidak percaya. Untuk apa pria itu membelikannya es krim satu truck? Apakah pria ini gila? Kadang ia bingung dengan sifat pria itu. bisa jadi baik atau bisa jadi kasar padanya.
"Tapi tuan, saya..."
"Jangan membantah!"
Serena hanya bisa menghembuskan napas lalu memilih untuk diam dari pada berdebat dengan Alvaska. Ia menatap keluar jendela. Entah kenapa ia merasa Alvaska sedang marah. Bahkan ia bisa merasakan aura dingin pria itu. apa salahnya? Perasaaan ia tak melakukan kesalahan apapun. Hingga mobil yang dikendarai oleh Alvaska berhenti di dalam garasi.
"Jangan keluar, saya mau bicara."
"Tuan mau bicara apa?"
Tangan Alvaska menarik dagu Serena. Wajah mereka saling berhadapan satu sama lain. Serena terdiam ketika mata Alvaska tak henti menatapnya, hal itu membuatnya takut. Apalagi dagunya dicengkram dengan kuat.
"Tuan kenapa?"
"Saya salah aa--ppaaa?" cicit Serena.
"Jangan pernah tersenyum untuk laki-laki manapun!" Entahlah Alvaska tidak menyukai melihat Serena yang tersenyum kepada Alvin. Ia hanya ingin senyum gadis itu hanya untuknya.
"Tapi, kenapa tuan?" Serena bingung kenapa ia tidak boleh tersenyum kepada laki-laki yang ditemuinya.
"Kamu lupa dengan perjanjian kita, seluruh yang ada di diri kamu itu punya saya dan saya tidak suka berbagi denngan laki-laki lain." Alvaska cemburu namun ia enggan mengakuinya. Ia tidak mau Serena kegeeran dan menganggap kalau ia jatuh cinta pada gadis itu.
"Saya bukan barang tuan yang bisa anda lakukan seperti ini," balas Serena tak terima. Ia bukan barang dan tentu saja ia bukan kekasih Alvaska. Jadi Alvaska tidak memiliki hak untuk membuat aturan seperti itu.
"Serena asal kamu tahu ayah kamu adalah pembunuh ibu saya."
"Tidak tuan, itu hanya kecelakaan." Serena tidak terima Alvaska menuduh ayahnya sebagai pembunuh.
"Kecelakaan? Ayah kamu memang sengaja membunuh ibu saya, dia rela melakukan itu demi uang agar bisa membayar hutangnya." Alvaska dengan marah mengatakan itu, ia mencengkram erat dagu Serena. hal itu membuat Serena meringis kesakitan.
"Kalau ayah saya benar membunuh ibu tuan, ayah saya harusnya masih hidup bukan mati."
"Kamu itu masih polos Serena. Saya tahu semua tentang ayah kamu, ayah yang kamu anggap baik itu diam-diam suka berjudi dan bermain wanita. Kamu tidak tahu, kan?"
"Enggak ayah saya tidak seperti itu."
"Terima faktanya Serena, lagipula hilangnya nyawa ayah kamu juga tidak bisa membuat ibu saya kembali. Dengar ini baik-baik saya tidak akan pernah melepaskan kamu sampai kapanpun." Perkataan Alvaska membuat bulu kuduk Serena ketakutan. jadi selama ini alasan Alvaska selalu menganggunya karena pria itu berpikiran kalau ayahnya adalah pembunuh. Lalu apa tadi, Alvaska bilang kalau ayahnya seorang pejudi dan pemain wanita. Itu tidak mungkin. Alvaska mungkin hanya menakutinya.
"Saya minta maaf tuan, kalau hal itu membuat anda sedih. Saya tahu rasanya kehilangan bukan hanya tuan saja yang sedih, tapi saya juga sedih ketika harus kehilang ayah saya." Serena ingin melawan Alvaska dan membela ayahnya, namun ia rasa percuma. Pria itu sedang marah, orang kalau marah jangan dilawan dengan emosi tapi harus ditenangkan.
Serena bahkan tidak menyangka datang dari mana keberaniannya. Ia memeluk pria itu. membawa Alvaska ke dalam dekapannya. Hal itu membuat Alvaska terkejut, terlebih tangan mungil Serena yang mengelus punggungnya dengan penuh cinta.
"Tuan mungkin sakit karena kehilangan ibu tuan, tapi saya tahu tuan kuat bisa bertahan sejauh ini."
Alvaska terlena dengan pelukan itu. ia merasakan kenyamatan dan kehangatan sama seperti ketika ibunya memeluknya dulu. Namun Alvaska tak mau terlalu terlena dengan pelukan itu, ia langsung melepaskannya dengan kasar.
"Maaf tuan kalau saya lancang memeluk tuan."
"Tuan, saya mau ke dalam." Serena mengutuk dirinya sendiri. Bisa-bisanya ia melakukan hal itu pada Alvaska. Kenapa ia memeluk Alvaska? Bodoh!
"Tidak, ikut saya dulu."
"Ke mana tuan?"
"Ikut saja."
Serena menurut, mereka keluar dari mobil. Lalu berjalan berdua masuk ke dalam rumah. Rumah terlihat sepi. Sepertinya ibunya lagi di luar. Kadang ibunya mendapatkan tugas untuk membeli keperluan rumah di supermarket.
"Ruangan apa itu?" Serena bertanya, ia belum pernah melihat ruangan itu sebelumnya.
"Masuk."
Ketika sampai di dalam ruangan itu. Serena menelan ludah. Ia terkejut melihat sebuah supermarket mini di sana. Sebenarnya tidak bisa di bilang mini karena luas sekali. Bukan hanya itu ia melihat banyak sekali Frezeer ice cream ada sepuluh, pria itu tidak berbohong dengan mengatakan kalau membeli es krim satu truk dan ada beberapa cemilan lainnya.
"Tuan mau jualan?" tanya Serena polos.
Dalam hati Alvaska tertawa. untuk apa ia jualan seperti ini? Bisnisnya lebih menggiurkan dari pada harus berjualan warung seperti ini.
"Bukan ini buat kamu."
"Buat saya?"
"Iya, dengan syarat harus dihabiskan." Serena menelan ludah, apa bisa ia menghabiskan es krim sebanyak itu.
"Kenapa tuan membelikan es krim sebanyak ini dan juga cemilan itu untuk saya?"
"Agar kamu tidak jajan lagi sama bocah ingussan itu," ujar Alvaska dengan marah. Ia tidak suka melihat Serena berdua dengan Alvin.
"Maksud tuan Alvin."
"Jangan sebut nama dia atau laki-laki lain kalau sedang bersama saya."
"Maaf tuan."
"Ini kuncinya dan tempat ini jadi milik kamu Serena." Serena menerima kunci itu dengan perasaan berdebar. Padahal tadi pria itu kasar, sekarang pria itu memberikan hal yang tak terduga. Ia sama sekali tak bisa menebak isi pikiran Alvaska. Kenapa Alvaska bersikap seperti ini padanya? Pria itu juga seolah-olah tidak menyukai Alvin. Apa Alvaska cemburu kalau Alvin dekat dengannya? cemburu? Tapi untuk apa? Tidak mungkin kan Alvaska menyukainya?
***
Gimana cerita ini?
Lanjut or no?
Spam 1 buat lanjutt
100 komen baru lanjut yaaa
follow instagram aku wgulla_
gulla
istri sahnya jaehyun
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top