01 - Sweet Punisment


Gimana kabar kalian?

Suka nggak sama cerita ini?

Kalau bagus bisa tag di instagram aku wgulla_ yaa

Love dulu buat part ini

Cerita ini agak kejam kejam banget cowoknya jadi siapin hati yaaa....

***

Serena pulang sekolah bersama temannya yaitu Alvin. Mereka sudah berteman dari kelas satu. Alvin juga sudah tahu kalau Serena itu adalah anak pembantu begitu juga anak di sekolahnya, jadi tak jarang ada yang mau berteman dengan Serena. Serena bersekolah di sekolah yang di Kelola oleh Yayasan Harapan, salah satu Yayasan yang di miliki oleh Keluarga Alvaska. Kebetulan Serene sekolah di sana atas rekomendasi dari ayah Alvaska, Tuan Alex.

Awalnya ibu Serena enggan menerima hal itu. Namun Serena meyakinkan ibunya, kalau ia ingin punya kehidupan yang lebih baik. Serena tidak mau menjadi pembantu, dia berharap dengan dia sekolah bisa merubah kehidupan keluarganya. Ia ingin punya masa depan yang cerah, tidak terus-menerus menjadi benalu di kehidupan orang lain. Terlebih Serena anak yang cerdas dan rajin. Hal itu juga yang membuat Rina akhirnya menyetujui niat baik Tuannya meski ia merasa enggan.

Ibu Serena hanya bisa menyekolahkan Serena sampai SMP. Lalu ketika SMA barulah Serena sekolah di Yayasan milik Keluarga Alvaska. Meski gratis, tapi tetap saja uang jajan, seragam dan peralatan sekolah ditanggung oleh mereka sendiri. Mereka hanya tak ingin dianggap kurang ajar, karena meminta lebih.

Alvin sudah tahu juga jika rumah yang selama ini Serena tempati adalah rumah milik majikannya. Alvin suka mengantar sampai depan gerbang. Seperti sekarang motor sport hitam Alvin berhenti di depan gerbang rumah.

"Makasih, tumpangannya Alvin."

"Santai aja, kayak sama siapa."

"Oh, iya, kapan-kapan kalau nonton bareng mau?" Alvin mengajak Serena untuk nonton. Mereka jarang sekali bisa main. Biasanya mereka pergi ke toko buku atau makan bakso.

"Boleh, tapi aku izin sama mama aku dulu. Kamu tahu sendiri aku di sini juga kerja. Aku cuma numpang." Serena tidak memiliki rumah, jadi orangtuanya sedari dulu mengabdi di sini. Mereka sudah bekerja sangat lama di sini sekitar sepuluh tahun lebih.

"Okey, nanti kalau senggang kabarin aja. Aku pulang dulu, ya."

"Hati-hati di jalan." Alvin sebelum pergi menepuk puncak kepala Serena. Hal itu membuat Serena terpaku, ia menatap ke arah Alvin dengan malu, lalu menunduk.

Tak jauh dari arah lain, tiba-tiba sebuah mobil hitam mewah datang.Alvaska berada di dalam duduk di kursi penumpang meskipun begitu ia masih bisa melihat pemandangan di luar. Ia menatap ke dua remaja yang sedang di mabuk cinta itu. melihat Serena yang tersenyum lebar seperti itu membuat kemarahan di hati Alvaska memuncak. Ia mengertakan gigi, tangannya terkepal. Ia sangat tidak suka melihat Serena bahagia. Ia menatap tajam ke arah mereka berdua.

"Lihat saja nanti, Serena. Saya pastikan kamu tidak akan bisa tersenyum seperti itu lagi." Alvaska bergumam dengan penuh ancaman. Ia pastikan cowok yang bersama Serena itu, tidak akan bisa menginjak kaki lagi di depan rumahnya.

Serena terkejut melihat mobil Alvaska yang lewat di depannya. Ia langsung menunduk hormat hingga mobil itu masuk ke dalamm rumah. Melihat hal yang dilakukan oleh Serena, membuat Alvin kagum, serena begitu sopan terhadap majikannya.

"See you, Serena."

Lalu motor yang dikendarai Alvin menghilang dari pandangannya. Serena masuk ke dalam rumah. Ia kemudian menuju tempat tinggalnya untuk berganti baju. Perutnya lapar, ia belum makan juga. Namun saat ia tiba di kamar, ibunya langsung menghampirinya.

"Kamu dicariin Tuan Alvaska, dia minta diantarkan makan sama kamu di ruang kerjanya."

Mendengar hal itu membuat Serena kesal. Ia baru pulang, tapi tuan muda manja itu sudah memanggilnya. Ia langsung cemberut padahal ia belum makan.

"Aku baru pulang, Bu."

"Ganti baju sebentar, kamu antar makanannya."

"Padahal aku belum makan juga, perut aku lapar."

"Sabar ya sayang, mau gimana lagi, ini tugas kita. Maafin ibu nggak bisa kasih kehidupan yang layak buat kamu. Kamu malah harus ikut menanggung semua ini." Rina menyesal karena belum bisa membahagiakan putri kecilnya. Di tambah lagi, ia masih banyak berhutang pada keluarga yang telah menampung mereka. Bahkan dulu utang keluarganya di bayar oleh keluarga Alvaska. Mau tidak mau ia harus mengabdi di sini. Dan juga penyesalan karena dulu suaminya lalai dalam menyupir hingga menyebutkan Nyonya di rumah ini meninggal.

"Iya, Bu. Tapi hari sabtu Serena bolehkan, main sama temen Serena?"

"Boleh, sayang. Sekarang anterin dulu makanan buat Tuan Alvaska nanti dia merajuk lagi." Serena langsung senang, ia seperti anak kecil yang diberikan permen. Ia tak menyangka kalau ibunya itu mengijinkannya untuk pergi bermain.

Serena langsung berganti baju. Lalu ia ke dapur membawa makanan yang telah ibunya siapkan. Ia menghembuskan napas, makanan yang ia bawa terlihat enak. Perut Serena berbunyi, ia jadi ingin makan. Ia hanya bisa menatap makanan itu. Kemudian ia membawa makanan itu pada Alvaska. Kenapa pria itu suka sekali menyuruhnya? Kenapa tidak pembantu yang lain saja?

Serena pergi ke ruang kerja Alvaska. Ia berharap setelah memberikan makanan ini pada tuan arogan itu, ia bisa istirahat. Ia ingin segera makan. Sampai di depan pintu Serene mengetuknya lalu masuk. Terlihat Alvaska sedang duduk di meja sambil menatap layar computer. Kenapa tuan arogan ini tidak makan di meja makan saja? Kalau makan di meja makan, tinggal ambil ia tak perlu repot-repot membawa makanan ini. Menyebalkan sekali.

"Ini tuan makan siangnya." Serena mempersilahkan Alvaska untuk makan. Ketika ia ingin pergi, tiba-tiba pria itu memanggil namanya.

"Mau ke mana?"

"Mau ke dapur Tuan."

"Di sini, tunggu sampai saya selesai makan." Suara Alvaska terdengar begitu dingin. Hal itu membuat Serena meneguk ludah gugup. Ia yang awalnya mau pergi tak jadi. Ia kembali berdiri di sebelah meja tempat Alvaska makan.

Apa katanya tadi menunggu pria itu makan sampai selesai? Dasar gila? Batin Serena bergejolak. Ia lapar dan sekarang ia di suruh berdiri di sini menunggu sampai pria itu selesai makan. menyebalkannya lagi pria itu makan dengan elegan, makannya berirama lama sekali. Rasanya Serena mau pingsan, ia menahan sakit di perutnnya.

Dalam hati Alvaska senang melihat raut wajah Serena yang pucat. Ini hukuman atas perbuatan kurang ajar Serena yang berani membawa cowok ke rumahnya. Rasakan itu gadis kecil. Siapa suruh tadi menguji kesabaranya. Akan ia tunjukan siapa itu Alvaska Von Harold. Ia sangat marah. Terlebih tadi Serena malah pacaran di rumahnya, dasar tidak sopan.

"Lain kali jangan bawa cowok ke rumah ini, kamu pikir ini ruumah kamu?" perkataan Alvaska membuat Serena sadar, jangan bilang Alvaska marah karena melihat Alvin di depan gerbang tadi.

"Maaf. Tuan, tadi teman saya hanya mengantar pulang. Dia juga udah tahu kalau rumah ini bukan punya saya, dia sudah tahu kalau saya hanya pembantu di rumah ini."

"Terserah kamu mau alasan apa. Saya hanya tidak suka melihat orang asing ada di rumah ini, meski hanya di depan gerbang. Jadi jaga sikap kamu, kamu harus sadar diri dengan posisi kamu yang hanya pembantu di rumah ini. Kamu pikir hal yang kamu lakukan tadi siang sopan, berpacaran di depan rumah saya?"

Serena mendengar itu jadi sedih. Matanya jadi berkaca-kaca. Ia tahu ia hanya pembantu, tapi direndahkan seperti ini membuat hatinya sakit. Padahal ia tidak berpacaran dengan Alvin. Namun ia bisa apa? Sudah dimarahi, disuruh berdiri padahal lagi lapar, sakit sekali hatinya sekaligus perutnya. Serena menangis, air matanya keluar tanpa ia bisa tahan lagi. Entahlah setiap ia bersama Alvaska ia akan selalu menangis. Pria itu mudah sekali membuatnya menangis padahal hanya dengan perkataan saja.

"Maaf Tuan, saya janji tidak akan melakukan hal itu lagi."


****

Gimana cerita ini?

Lanjut or no?

Spam 1 buat lanjutt

100 komen baru lanjut yaaa

follow instagram aku wgulla_ yaaaa

gulla

istri sahnya jaehyun


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top