Chapter 33

Baru sebentar rasanya mataku terpejam, tapi tidurku terganggu oleh suara pintu diketuk. Dengan terpaksa, aku bangun dan menyeret kaki menuju pintu. Sekilas aku melirik ke arah ranjang, Keyra tidur sangat lelap sampai tidak mendengar ada yang mengetuk pintu kamarnya.

"Ken?" Aku terheran melihat Ken berdiri di depan pintu dengan pakaian lengkap seakan hendak naik gunung.

"Lo mau ikut ke Merapi nggak? Morning track." Jelas saja aku mau.

"Berdua aja?" Dia menggeleng.

"Jenny ikut, dia masih siap-siap. Lo bangunin Rara, deh."

Aku kembali melirik ke arah ranjang, Keyra tidur dengan damai. Tak tega rasanya membangunkannya pagi buta begini.

"Gue nggak yakin Keyra bisa dibangunin." Mengingat tidurnya seperti kebo.

"Kalau dia nggak bangun, lo bopong aja. Tapi bawain dia baju hangat. Di sana dingin kalau pagi." Aku hanya mengangguk sebagai balasan.

Setelah Ken pergi, aku pun kembali ke kamar, lalu mencoba membangunkan Keyra, tapi tetap saja dia tak bergerak. Harus bagaimana lagi caranya membangunkan putri tidur ini? Ya sudah, ide Ken aku jalankan saja.

Setelah mengganti pakaian, dan tak lupa mengambil pakaian ganti dan jaket tebal untuk Keyra, aku pun langsung membopongnya yang masih begitu lelap. Dia semakin berat ternyata.

Jenny membantu membukakan pintu mobil belakang. Dia dan Ken sudah cekikikan melihat Keyra yang sama sekali tak sadar jika sudah berpindah tempat tidur.

Bahaya juga jika punya kebiasaan seperti Keyra. Bagaimana jika seandainya ada perampok di rumahnya? Dia tidak akan sadar jika seisi rumah sudah ludes digondol maling.

Astaga! Membayangkannya saja membuatku merinding.

Akhirnya, Ken pun melajukan mobil menuju Magelang. Jenny duduk setia di sebelahnya, tapi sepertinya kembali tertidur. Maklum, masih pagi buta. Ayam jago saja belum berkokok.

Aku duduk di jok belakang, menjaga Keyra yang masih terlelap. Kepalanya berbaring nyaman di pahaku. Kakinya yang tertekuk saja tak membuatnya bergeming sedikit pun. Biarkan sajalah.

Sejujurnya, aku sendiri masih mengantuk. Tanpa bermaksud tak hormat pada kakak ipar karena tak menemaninya mengobrol, aku menyenderkan kepala, menempel pada kaca jendela, lalu memejamkan mata yang tak tertahankan.

Jalanan tidak begitu mulus, karena sedang ada pengerjaan umum. Alhasil, mobil jadi bergoyang karena melewati jalan-jalan berlubang. Sekilas aku mengintip, Keyra sama sekali tak terganggu, bahkan tidurnya semakin pulas.

Mobil tetap melaju, tak ketinggalan dengan goyangannya yang mengocok perut. Hening, aku pun kembali memejamkan mata. Belum semenit, aku merasakan pergerakan di pahaku. Keyra menggeliat dan tiba-tiba ....

"KYAAAA!!!! MOMMYYY ... RARA DICULIIKK!!!!!" Keyra menjerit, tapi matanya masih terpejam.

Ciiiiiittt!!!

Ken menginjak rem mendadak, yang otonatis membuatku membentur jok pengemudi karena aku tidak mengenakan sabuk pengaman. Sedangkan Keyra, jatuh terguling ke bawah jok.

"Aduuuhh!!! Udah nyulik, jatuhin lagi! Nggak elit banget, sih!" Keyra bersungut sambil mengelus bokongnya.

"Heh!! Lo kenapa teriak sih, Key?" omel Jenny dengan wajah garangnya.

Jelas saja dia berubah garang, tidurnya terganggu oleh teriakan istriku ini. Pun aku yang hampir benjol membentur jok supir.

"Loh? Lo diculik juga, Jen?" Dengan wajah cengo nan polos, istriku mendadak lemot.

"Siapa yang nyulik, Rara?" Ken bersuara, membuat Keyra semakin melongo linglung.

Dalam keadaan yang mungkin belum sadar sepenuhnya, Keyra membenarkan posisinya dan duduk di sebelahku. Matanya menatap kami satu persatu.

"Loh? Dave, kamu di sini juga? Kita diculik berjamaah, ya?"

Ya Tuhan ... ingin rasanya ku menyium bibir polosnya. Pasti nyawanya belum ngumpul semua sampai dia oon begini.

"Key Sayang, nggak ada penculikan. Kita lagi perjalanan ke Merapi." Ujarku mengelus kepalanya, mengacak gemas rambutnya yang memang sudah acak-acakan.

"Ah? Merapi meletus lagi?" Tepuk jidat.

"Key! Kok lo ketularan Nessa, sih? Dia sembuh, lo yang kumat. Dasar!"

Jenny tak bisa menahan rasa kesalnya karena Keyra mendadak kehilangan kewarasan. Sungguh, jika aku tak kasihan pada Keyra, mungkin tawaku sudah menyembur sejak tadi.

"Key, nih ... minum dulu." Aku menyodorkan air mineral padanya.

Keyra menerimanya dengan kondisi masih linglung. Sekali tenggak, air mineral ludes hingga setengah botol.

Haus, Mbak?

"Hah!" Helaan napasnya terlihat melegakan. Sepertinya dia sudah sadar.

"Udah?" tanyaku dan dia mengangguk. "Ken, jalan lagi." Lalu, Ken pun kembali melajukan mobilnya.

Selama perjalanan, Keyra sedikit masih belum mudeng, kemudian aku menjelaskannya dengan begitu pelan dan penuh kesabaran. Begitu dia sadar sepenuhnya, dia tampak malu. Tanpa diduga, dia langsung memelukku dan menenggelamkan wajahnya di dadaku.

Ya Tuhan, jantungku bisa copot. Sekarang saja berdangdutan girang di dalam sana. Semoga Keyra tak mendengarnya. Nanti dia bisa joget-joget keasikan.

Hahaha ....

***

Akhirnya kami sampai di kawasan Kaliurang. Karena Keyra masih mengenakan piyama tidurnya, alhasil kami menunggunya berganti pakaian di mobil. Aku bisa saja tadi mengganti pakaiannya pada saat dia tidur, tapi itu terlalu menggoda imanku. Keyra memiliki bentuk tubuh yang aduhai. Hanya dengan membayangkannya saja, juniorku bisa langsung turn on.

Jika dulu aku bisa dengan bebas melampiaskan gairah, tapi sekarang berbeda. Hanya Keyra yang bisa membuatku bergairah sekaligus mati-matian menahan diri untuk tidak menyentuhnya. Aku belum pernah tersiksa seperti ini menahan hasrat.

Tak lama kemudian, Keyra keluar dari mobil. Ken langsung menggenggam tangan Jenny dan berjalan lebih dulu. Aku tak mau kalah, langsung saja aku rangkul Keyra supaya dia lebih hangat. Tidak ada penolakan darinya, justru Keyra semakin merangsek ke dalam dekapanku. Berterima kasih pada udara dingin yang mendukung.

Ken menyapa seorang bapak, sepertinya mereka sudah saling mengenal. Kami semua bersalaman, dan kemudian Pak Eman---begitu dia menyebut namanya---mengantar kami menuju pos penyewaan motor trail. Sepertinya seru.

"Dave, lo bisa naik motor?" Keyra tampak ragu dan takut.

"Lo percaya nggak, kalau dulu gue suka balapan motor?" Dia tampak kaget, namun akhirnya mengangguk pasrah.

Good girl!

Ken sudah melaju lebih dulu dengan membonceng Jenny. Keyra tampak ragu dan terlihat ketakutan. Aku meyakinkannya, dan akhirnya naik ke atas motor.

"Dave, lo nggak niat jatuhin gue, kan?" Aku terkekeh mendengar cicitannya yang ketakutan.

"Gue niatnya jatuhin lo di ranjang. Hahaha ... aawww!" Aku meringis karena dia mencubit pinggangku tanpa permisi.

Sakit!

"Ngomong jangan asal!" omelnya.

"Ya lo mikir aja, sebelum gue jatuhin lo, gue duluan dikubur hidup-hidup sama kakak lo!" Dia malah menoyor kepalaku.

Dasar istri durhaka!

"Ya udah, jalan! Pelan-pelan tapi, ya?"

"Lo pegangan dong, Key. Nanti lo jatuh benaran gimana?"

"Ah? Pegangan di mana? Di sini?" Kedua tangannya nangkring cantik di kedua sisi bahuku.

"Lo kata gue ojek pegangnya di sana?" protesku.

Dengan paksa, aku menarik kedua tangannya, lalu melingkarkannya di pinggangku. Aku bisa merasakan dia menegang, aku sengaja. Tangannya begitu pas memelukku seperti ini. Aku suka.

"Eh? Tapi Dave ... ini ...."

"Let's go!"

Langsung saja aku tancap gas tanpa memedulikan protesannya. Awalnya dia memekik ketakutan, hingga kedua tangannya semakin erat memelukku. Ini yang aku inginkan. Sekali-kali modusin istri, tak salah kan? Kami halal lahir batin.

Kami menyusuri jalan bekas lelehan lava Gunung Merapi. Jalanan berpasir dan berbatu, tapi terlihat menakjubkan. Sepanjang perjalanan, yang kami lihat hanya pasir, batuan dan pohon kering karena terbakar lava.

Mengerikan juga membayangkan apa yang terjadi pada saat gunung ini meletus. Panas kota Jakarta saja masih sering aku keluhkan, apalagi pada waktu itu, panas dari inti bumi yang meluluh lantakan area ini. Merinding.

"Dave?"

"Hhmm?"

"Ngeri, yah?" cicit Keyra di belakangku.

"Namanya juga bencana alam, Key." Ku elus tangannya yang melingkar manis di perutku.

"Kak Ken sama Jenny mana?" Suaranya bergetar karena dingin.

"Nanti kita ketemu di bekas rumahnya Mbah Marijan. Bentar lagi kita nyampe, kok." Kepalanya yang bersandar di punggungku pun mengangguk patuh.

Akhirnya, di sinilah kami berhenti, di depan bekas rumah mendiang Mba Marijan. Ken dan Jenny sudah lebih dulu masuk ke rumah itu. Rumah yang menjadi saksi betapa mengerikannya letusan gunung saat itu.

Aku dan Keyra pun menyusul ke dalam. Tak bisa aku jabarkan, rasa takjub dan ngeri menguar bersamaan ketika melihat kondisi di dalam rumah ini. Keyra yang sedari tadi menempel di lenganku, pun semakin mengetatkan pelukannya. Sepertinya dia merinding.

"Ciiiee ... Tahu deh yang udah nikah... Nempel mulu kayak perangko." Celetuk Jenny yang tiba-tiba muncul di belakang kami.

Sontak kami menoleh ke belakang. Keyra langsung melotot sambil menunjukkan tangan terkepal kepada sahabatnya. Wajahnya memerah, entah karena malu atau kedinginan. Yang jelas, dia semakin terlihat menggemaskan.

"Udah dong, Jen. Jangan godain Rara terus," Ken menengahi. "Mending kita foto, yuk!" Ajak Ken pada kekasihnya itu.

"Kak Ken! Rara juga mau difoto," rengek Keyra tiba-tiba.

"Minta sama laki lo, dong ...." Lagi, Jenny menggoda Keyra.

Aku dan Ken hanya terkekeh melihat tingkah mereka berdua. Jenny yang menggodanya dengan memeletkan lidah mengejek, sedangkan Keyra sudah berkacak pinggang sambil ngedumel, entah apa yang digumamkannya.

"Ya udah, sini foto sama aku aja." Aku menarik lengannya, menuntunnya berdiri di depan sebuah frame lukisan yang sudah tak berbentuk.

Keyra manut saja. Dia tak bisa menolak karena dia tak membawa ponsel, pun dompet. Aku lupa mengambilnya. Membopongnya saja sudah cukup merepotkan.

Aku membidikkan kamera ponsel padanya. Soal berpose, dia tidak diragukan lagi. Mau pose jungkir balik pun dia masih terlihat cantik. Wajar, kerjaan sampingannya menjadi model.

"Selfie, yuk!" Dia mengangguk dan langsung menempel padaku.

Klik. Klik. Klik.

Berbagai gaya dengan beragam ekspresi berhasil aku abadikan. Apa aku senang? Jelas. Keyra tak menolak, justru terlihat menikmati. Saat aku melihat hasil jepretan, rasanya kami begitu serasi. Bolehkah aku berharap?

"Nanti kirim ke ponsel gue, ya?" Aku mengangguk, masih fokus melihat hasil bidikan kamera ponselku.

Setelah puas berkeliling di Dusun Kinahrejo, kami semua kembali turun menuju pos penyewaan motor tadi. Karena jalanannya yang menurun, ditambah berpasir, jadi laju motor menjadi lebih kencang. Keyra semakin erat memelukku. Dia ketakutan.

"Kita pulang sekarang?" tanya Jenny saat kami sudah berada di mobil.

"Kita lanjut ke Borobudur. Mumpung masih di Magelang." Aku mengangguk setuju dengan usul Ken.

"Nggak, ah! Kakak, Rara tuh belum mandi. Masa udah jalan-jalan aja, sih." Keyra protes tidak setuju.

"Siapa suruh susah dibangunin? Udah ngikut aja." Jenny meledek Keyra yang sudah memasang tampang cemberut.

"Udah, Key, nggak mandi juga kamu masih cantik." Aku jujur saat mengatakan dia cantik.

"Ciieee ... yang dibela sama suami nihyee ..." godaan Jenny berhasil mendapat hadiah jitakan dari Keyra. "Kak Ken ... aku dijitak Kekey ...." Adu Jenny dengan rengekan manja.

"Dasar manja! Bisanya ngadu doang!" Keyra mencebik kesal.

Jenny tak terima dikatakan manja oleh Keyra. Alhasil, mereka berdua perang mulut. Aku dan Ken cuma bisa tertawa melihat kedua wanita ini saling melempar ledekan.  Lumayanlah, hiburan untuk perjalanan kali ini.

Aku menyadari satu hal lagi. Ternyata Keyra orangnya sangat cerewet. Aku jadi semakin gemas padanya.

~ o0o ~

To be continued ....

===================

FYI:
Ini cerita sudah lama, dan latar belakang juga waktu yang di ambil adalah di tahun 2011, beberapa bulan setelah Gunung Merapi meletus dan bekas erupsi dibuka menjadi objek wisata.

So... kondisi dulu jelas sudah berbeda dengan sekarang yang sudah lebih tertata rapi.

Udah... gitu ajah ^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top