Chapter 24

Celoteh ibu mertua dan kekehan ayah mertuaku, membuat suasana rumah pagi ini terasa berbeda. Biasanya, di meja makan hanya ada aku dan Keyra, itu pun waktu sarapan kami lebih sering saling diam.

Dingin.

Mengingat Keyra, aku yakin dia akan segera bangun dan pasti mengamuk padaku. Kenapa? Karena dia akan bangun di kamarku, bukan kamarnya, dan pasti dia akan berpikir aku kembali menjebaknya.

Itu tak akan terjadi lagi. Aku beritahu kejadiannya.

Semalam, Keyra ketiduran saat perjalanan menuju bandara. Tak tega aku membangunkannya, alhasil aku memutuskan membawanya pulang dan menelpon Hans supaya menjemput mertuaku.

Jalanan lumayan macet. Jadi, selang waktu saat aku tiba di rumah dengan kedatangan orang tuanya yang dijemput Hans berdekatan, aku tidurkan saja dia di kamarku. Tapi tenang saja, aku tak tidur seranjang dengannya.

Sementara Keyra tidur lelap, aku menemani kedua mertuaku berbincang. Niatnya aku kembali ke kamar dan memindahkan Keyra ke kamarnya, tapi aku keburu lelah dan mengantuk. Akhirnya aku tertidur di sofa dalam kamarku.

Ya begitulah.

"Mom? Dad?" Sontak kami semua menoleh ke asal suara.

Keyra muncul dengan penampilan awut-awutan. Aku yakin dia pasti syok karena terbangun di kamarku.

"Oh, Sayang ... Kamu udah bangun. Sini ...." Ibu mertuaku memintanya untuk duduk di sampingnya.

"Kalian kapan datang?" Keyra kebingungan.

Rasanya aku ingin mencubit pipinya, dia menggemaskan.

"Udah semalam, Sayang. Kamu pasti kelelahan, ya?" Dahinya mengkerut. "Kata Dave, kalian langsung dari Bandung semalam, karena kamu tidurnya lelap, jadi Dave nggak tega bawa kamu ke bandara. Semalam kami dijemput sama asistennya." Sorot matanya tajam langsung mengarah padaku.

Aku hanya mengendikkan bahu cuek, menyeruput kopi yang nikmat, khusus racikan ibu mertua. Aku yakin, sekarang pikirannya penuh dengan spekulasi negatif tentangku. Masa bodolah. Paling nanti juga aku kena semburannya.

"Dave, kamu nggak kerja?" tanya Keyra dengan tatapan meneliti penampilanku yang kini mengenakan pakaian santai.

"Nggak. Aku udah ambil libur seminggu." Jawabku santai.

"Loh? Kenapa?" Kedua mertuaku terkikik melihatnya keheranan seperti itu.

"Kan ada Mom dan Dad, Sayang. Masa aku tinggal kerja, sih? Lagian, udah ada Hans yang bantu di kantor." Lidahku terasa pas dengan memanggilnya sayang.

"Suami kamu mau ngajak kita semua jalan-jalan. Sebentar lagi mertuamu juga datang." Ayah mertuaku menimpali.

Lihatlah Keyra sekarang tampangnya langsung melongo. Tak lama, tatapan menusuknya kembali mengarah padaku. Sepertinya dia marah, tapi karena apa?

Kalau hanya karena dia terbangun di kamarku, aku pikir alasannya sudah jelas diucapkan oleh ibunya. Tapi tatapan ini begitu tajamnya, seakan mataku perih kalau membalas tatapannya.

"Mom, Dad, Rara ke kamar dulu, ya?" Keyra bangkit, dan kedua orangtuanya mengangguk.

Kemudian Keyra menoleh padaku dan memberikan kode supaya aku mengikutinya ke kamar. Aku sudah bisa menebak, dia akan menyemburkan lahar sebentar lagi.

Aku pun permisi sebentar meninggalkan kedua mertuaku dan menyusul Keyra ke kamar. Entah apa yang akan terjadi, aku sudah siap menghadapi macan betina yang satu ini. Iya, Keyra itu macan, manis dan cantik.

"Dave! Kenapa lo nggak ngomong dulu sama gue?" semburnya, begitu aku masuk dan menutup pintu kamar.

Bahaya kalau gelegar suaranya terdengar oleh mertuaku.

"Lo tidur, gimana gue ngomong sama lo? Lagian apa salahnya, sih?"

Yang benar saja aku harus diskusi dengan orang tidur. Sama saja aku seperti bicara dengan tembok.

"Dave! Gue kangen pacar gue," aku mulai paham. "Lo yang bilang, kalau dengan pernikahan ini gue bisa bebas. Tapi kenapa lo seenaknya aja mutusin kemauan lo sendiri?" sungutnya murka.

"Lo mau nemuin pacar lo di saat keluarga lo di sini? Lo mau cari mati?" Dia hanya diam dengan tatapan tak suka. "Harusnya lo berterima kasih sama gue karena udah ngalihin perhatian mereka dengan sikap lo yang terlalu memuja pacar lo itu." Geram juga jadinya.

"Eh? Gak salah lo?" Dia mencibirku. "Gue nggak memuja pacar gue. Apa salah gue kangen sama pacar gue sendiri? Bukannya lo yang begitu terobsesi dengan pacar lo yang jelas-jelas udah tiga kali ninggalin lo? Harusnya lo yang berterima kasih sama gue, karena keluarga lo bisa nerima lo lagi!"

"Itu urusan gue!"

"Oh! Kalau urusan lo, gue harus hormati?Terus kalau urusan gue, kenapa lo selalu mengacaukannya? Mau lo apa?!?" Keyra benar-benar murka.

Yang dikatakan oleh Keyra mungkin ada benarnya, tapi tak sepenuhnya benar. Dia saja yang salah momen, karena ingin bertemu kekasihnya di saat orang tuanya datang. Aku tak terima disalahkan.

"Gu---"

Tok... Tok... Tok...

"Abang? Key? Ditunggu semuanya di bawah, tuh!"

Itu suara Neta. Keluargaku pasti sudah datang.

Saat aku ingin bicara lagi, Keyra sudah melangkahkan kakinya menuju kamarnya. Dia terlihat sangat kesal, tapi apa peduliku? Biarkan saja dia menikmati kekesalannya lebih dulu. Lebih baik aku menemui keluarga di bawah.

Mereka bisa curiga jika aku berlama-lama di kamar dengan Keyra. Aku harus memikirkan ke mana akan membawa mereka berlibur nanti.

***

Sumpah!

Aku bingung harus ke mana membawa keluarga berlibur. Keyra mendiamiku sampai detik ini, makanya aku berdiskusi dengan Neta dan Nico yang ternyata juga ikut.

Sialan adikku ini, dia benar-benar unjuk diri memperlihatkan hubungannya dengan Nico. Hal itu mengingatkanku akan hinaannya yang mengatakan aku penjahat kelamin.

Akhirnya, aku membawa mereka semua ke Dufan. Jelas, yang paling antusias adalah Neta dan Nico. Para orang tua cuma ikut-ikut saja, dan memilih duduk serta bersantai. Aku mungkin akan menaiki beberapa wahana yang menantang adrenalin. Sudah lama rasanya aku tak berteriak melepas beban.

"Ayo, Key!" Ajakku pada Keyra. "Nggak mau ikut main?" Dia hanya menggeleng, tanpa bersuara.

Melihatnya diam seperti itu, aku jadi serba salah. Saat perjalanan pun, aku terpaksa berbohong pada keluarga, dan mengatakan Keyra sedang tak enak badan. Dia betah banget dalam kebungkamannya.

Tanpa mempedulikan ajakanku, dia nyelonong masuk ke sebuah food court dan duduk di sana. Neta dan Nico sudah berteriak ingin naik Hysteria, mau tak mau, aku langsung menyusul mereka. Para orang tua sepertinya tadi melipir naik wahana Bianglala.

Ah sudahlah. Mood Keyra sedang buruk. Aku tak ingin mengusiknya, bisa-bisa dia membakar Dufan kalau dia mengamuk. Biarkan saja dulu, nanti juga mereda. Mungkin sebentar lagi dia kedatangan bulan, makanya sensitif.

Puas rasanya berteriak, segala beban rasanya musnah. Neta dan Nico tampak sangat bahagia, mereka terlihat serasi. Ada rasa senang karena sahabatku bisa diterima oleh adikku yang sejak dulu jual mahal padanya, tapi ada rasa iri karena aku jadi obat nyamuk di antara mereka.

Belum juga puas, mereka menarikku menuju wahana Tornado. Gila! Mereka semangat sekali. Langkahku terhenti ketika merasakan getaran pada saku celanaku. Segera aku mengambil ponsel dan ternyata ada satu pesan yang masuk. Pesan dari Keyra.

From: Keyra
Gue pergi sama Joe. Lo urus keluarga gue. Terserah alasan lo apa. Bye!

Apa-apaan ini?

Tanpa pikir panjang, aku langsung berlari menuju food court di mana tadi Keyra menunggu. Seruan Neta pun aku abaikan. Pesan Keyra membuatku panik. Bukan karena mengkhawatirkannya, tapi bagaimana aku menjelaskan kepada keluarga? Dia membuatku pusing.

Mataku berkeliaran mencari sosoknya di dalam food court, tapi nihil. Dia sudah tak di sana. Tanpa komando, kakiku langsung berlari menuju pintu keluar, semoga saja dia belum pergi. Namun, sekali lagi sial, aku tidak menemukannya.

Aku lantas menghubungi ponselnya, namun sayang tidak aktif. Pintar sekali dia. Sekarang, alasan apa yang harus aku katakan pada orang tuanya? Argh! Menyebalkan sekali.

Dengan pikiran kalut dan bingung, aku kembali menuju food court di mana awalnya dia duduk. Aku butuh minum supaya otakku lancar mencari ide untuk alasan kenapa Keyra tak ada di sini lagi.

"Loh, Dave?" Aku terkejut, ibu mertuaku tiba-tiba muncul. "Kamu dari mana? Rara mana?" Ibu mertuaku celingukan mencari keberadaan putrinya.

"Eng ... itu Mom ... tadi ngantar Keyra dijemput Jenny. Dia nggak enak badan, jadi aku nelpon Jenny buat jemput. Biar Keyra istirahat aja." Semoga alasanku dipercaya oleh mereka.

"Loh? Kenapa kamu nggak manggil kami semua? Kita pulang aja gimana?" cetus mamaku yang khawatir pada mantu kesayangannya.

"Eng ... nggak usah, Ma. Tadi Key mau tidur di apartemen Jenny. Dia minta aku nemenin kalian dulu. Lagian, Neta sama Nico juga masih asik main. Keyra cuma butuh istirahat aja kok."

Dosakah aku berbohong pada orang tua? Semoga diampuni.

"Ya sudah. Rara emang gitu kalau lagi nggak enak badan. Yang penting kita tahu Rara pergi dengan sahabatnya." Ayah mertuaku bersuara dengan tenang.

Putrimu pergi dengan pacaranya, Dad! Geram batinku ingin berteriak, tapi tak mungkin aku lontarkan. Bisa mati muda.

Ya sudahlah. Mungkin hari ini memang aku harus menanggung sendiri kebingungan dan ketegangan menemani para orang tua. Kalau tahu kejadiannya akan seperti ini, mendingan tadi aku pergi ke kantor saja.

Awas saja kamu, Key! Ini tak bisa dibiarkan. Nanti, aku harus membuat perhitungan dengannya. Apa dia lupa dengan poin keempat pada kesepakatan? Seenaknya saja melimpahkan penderitaan ini padaku sendirian.

~ o0o ~

To be continued ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top