Chapter 23

[ David ]

•••

Akhirnya sampai juga.

Rasanya tubuhku lelah menyetir dari Jakarta ke Bandung. Begitu masuk ke dalam kamar hotel, Keyra memilih langsung masuk ke kamar mandi. Sedangkan aku, merebahkan tubuhku yang lelah.

Sambil menunggu Keyra keluar dari kamar mandi, aku pun meladeni chat Nico yang tak penting. Aku butuh sedikit hiburan. Perdebatanku dengan Keyra masalah pembagian kamar tadi cukup membuatku migrain. Tapi akhirnya dia nyerah juga.

Pandanganku teralihkan ketika pintu kamar mandi terbuka. Keyra keluar dengan pakaian rapi, bukan memakai pakaian tidur karena ini sudah malam dan waktunya istirahat.

Apa dia mau keluar? Apa dia tidak tahu kalau di Bandung ada jam malam? Bahaya kalau dia kelayapan di luar. Aku bisa dicincang ayahnya jika dia mengalami sesuatu.

"Lo mau ke mana malam-malam gini, Key?" tanyaku saat dia mendekati pintu keluar.

"Mau ke kamar Jenny. Mau bergosip!" Juteknya kumat.

"Dasar cewek!" cibirku dan dia langsung melenggang keluar kamar.

Perasaanku tidak tenang. Masa cuma ke kamar sebelah pakaiannya rapi begitu? Tapi apa peduliku? Bukan urusanku. Abaikan saja.

"Argh!"

Aku tidak bisa mengabaikannya. Bagaimana kalau dia bohong? Aku langsung melompat dari ranjang dan melangkah lebar menuju pintu. Perlahan aku mengendap-endap keluar kamar.

Saat kepalaku mendongak keluar, aku melihat Keyra berjalan melewati kamar Jenny dan justru masuk ke dalam lift yang sudah terbuka. Loh? Ada yang tidak beres.

Aku langsung berlari menuju lift dan langsung menekan tombol turun pada lift yang satunya. Mataku mengamati laju lift yang dinaiki oleh Keyra. Ternyata dia turun ke lobi.

Lift yang aku tunggu pun terbuka. Aku bergegas masuk dan langsung menekan tombol L untuk lobby. Begitu pintu lift terbuka, spontan aku berjongkok dan bersembunyi di balik tanaman hias yang berada di samping pintu lift.

Mataku membelalak, aku terkejut dan tak percaya. Di depanku Keyra berpelukkan dengan seorang pria dan wajahnya begitu sumringah. Siapa pria itu? Yang pasti itu bukan pacarnya, Jonathan. Ternyata Keyra berselingkuh.

Dia berselingkuh bukan dariku saja, tapi dari kekasihnya juga. Tapi apa peduliku? Tidak... tidak! Bukan karena peduli, tapi orang tuanya besok akan datang, dan aku bertugas untuk menjaganya. Sedikitnya, aku harus tahu apa yang dia lakukan.

Tak lama kemudian, mereka keluar hotel dengan Keyra bergelayut manja di lengan pria itu. Mereka mau ke mana jam segini? Aku langsung berdiri, mengendap keluar dari persembunyianku.

Astaga!

Aku benar-benar menjadi seorang penguntit hanya karena seorang wanita yang berstatus sebagai istriku. Saat Bianca menghilang saja, aku tidak serepot dan sepenasaran ini. Apa yang aku lakukan? Aku merasa menjadi orang yang bodoh.

Mereka terlihat masuk ke sebuah kafe yang masih buka. Setelah mereka duduk, aku pun masuk ke sana dan mencari tempat duduk di sudut, tapi masih bisa melihat mereka.

Mereka tampak berbincang, tapi aku tak bisa mendengarnya. Keyra tampak tak canggung dan dia tertawa dengan lepas, bebas tanpa beban sama sekali.
Kenapa dadaku nyeri melihatnya tertawa seperti itu?

Ya Tuhan! Ada apa denganku?

Sudah 30 menit aku mengawasi mereka. Tak ada tanda-tanda jika mereka bosan dan segera kembali ke hotel. Percuma aku di sini karena tak mendengar apapun yang mereka obrolkan.

Diam-diam aku beranjak dan keluar kafe itu. Entah sampai kapan mereka di sana, aku mulai lelah. Lebih baik aku kembali ke hotel dan tidur. Lagipula, melihat gerak-gerik pria itu, aku yakin dia akan menjaga Keyra. Walau aku tak mengenalnya, setidaknya selama pengintaianku, pria itu terlihat menghibur Keyra, bukan berniat buruk.

Sudahlah. Aku sangat lelah. Besok saja aku cari tahu tentang pria itu. Aku benar-benar butuh kasur saat ini.

***

Bosan.

Itulah yang aku rasakan sekarang. Sejak aku membuka mata dari tidurku, aku tidak menemukan Keyra. Entah wanita itu semalam kembali jam berapa, aku tidak mendengar pergerakannya.

Hanya satu pesan singkat darinya yang aku lihat pertama kali di dalam ponselku. Bahkan dia tega meninggalkanku sendirian di hotel dan mereka semua pergi tanpa pamit untuk melakukan pemotretan.

Sekarang sudah pukul 11 siang. Lebih baik aku bersiap keluar dari hotel dan menyusul Keyra ke lokasi pemotretan. Barang-barang Keyra pun sudah tak ada di dalam kamar. Aku yakin mereka sudah chek out lebih dulu.

To: Keyra
Lo di mana?

From: Keyra
Prepare to Kawah Putih

To: Keyra
Ok. I'll be there!

Kalau saja orang tuanya tidak akan datang, mungkin sekarang aku tidak berada di sini. Mungkin juga aku tidak akan pernah melihat pria yang semalam bersamanya. Jujur aku masih pernasaran. Dia pernah bilang, jika teman prianya sangat sedikit. Tapi pria yang semalam tampak begitu akrab dengannya.

Saat mengembalikan kunci kamar, staf resepsionis sengaja mempersulitku. Bukan mempersulit, tapi mereka menahanku supaya berlama-lama di sana. Biasanya aku akan senang hati meladeni kegenitan para wanita yang menggodaku, tapi kali ini aku tidak ada mood.

"Apa Anda tidak ingin extend semalam lagi, Pak?" 

Sopan memang sopan, tapi matanya menatapku dengan 'lapar'.

"Tidak. Saya harus menjemput istri saya." Jawabku sekenanya, tapi tatapannya masih saja genit. "Saya sudah menikah." Aku menunjukkan jari tanganku yang berhiaskan cincin pernikahan.

Hah! Kenapa aku jadi begini? Kenapa aku harus repot menunjukkan statusku? Tak apalah, yang penting staf hotel di hadapanku ini tak lagi menatapku dengan penuh minat.

"Loh? Mana istri Anda?"

Dia bertanya atau menyindir? Nadanya terdengar berbeda.

"Istri saya sudah pergi duluan." Memang Keyra sudah keluar sejak pagi. "Mbak, saya harus cepat nyusul istri saya." desakku kesal.

"Tunggu sebentar, Pak. Staf HK masih memeriksa kamar Anda. Jika tidak ada yang tertinggal, Anda bisa secepatnya check out."

Aku menatap geram resepsionis wanita yang bernama Sari, sesuai nametag yang dikenakannya.

Aku ingin membalasnya dan ingin mengatakan aku bisa saja membeli hotel ini, tapi aku sedang malas berdebat. Aku juga belum makan, dan tenagaku tak cukup untuk melontarkan kata-kata pedas.

"Udah nikah kok kamarnya twin bed." gumam si resepsionis.

Aku meliriknya yang tengah menunduk mengerjakan sesuatu. Dia pikir aku tak mendengar dia menggumam? Aku mendengarnya dan ucapannya sangat jelas menggelitik di telingaku.

"Istri saya lagi ngidam dan sensitif untuk tidur berdua. Apa ada masalah?" Jawabku asal dan resepsionis itu terkejut dengan ucapanku.

Astaga! Apa yang tadi aku bilang? Keyra ngidam? Kenapa aku mengatakan Keyra ngidam? Menghamilinya saja aku dilarang. Tapi sepertinya Keyra akan tambah menarik jika dia hamil. Apa yang aku pikirkan? Aku tidak siap punya anak.

"Permisi! Saya memajukan jadwal check out. Tolong diproses." Seru seorang pria di sebelahku.

Aku meliriknya sekilas, penampilannya rapi dan berwibawa, seperti seorang pebisnis. Tapi tunggu! Sepertinya aku pernah melihat pria ini. Ayo berpikir, Dave!

Haaa!!

Dia pria yang semalam bersama Keyra. Jadi dia stay di hotel ini juga? Apa semalam mereka tinggal sekamar? Ah tidak mungkin. Tapi aku tidak mendengar Keyra kembali ke kamar semalam.

"Pak David, proses check out Anda sudah selesai," aku mengangguk. "Mungkin ada yang bisa kami bantu lagi?" Aku menggeleng dan sesekali melirik ke arah pria yang berdiri di sampingku. "Terima kasih atas kunjungannya. Semoga datang kembali." Seruan staf hotel tak aku acuhkan.

Dengan langkah gusar, aku melangkah keluar hotel. Petugas vallet sudah menyiapkan mobilku. Pikiranku mendadak kalut dan kusut. Apa Keyra sudah janjian ke Bandung dengan pria itu? Pantas saja Keyra sempat minta tidak sekamar denganku. Mungkin supaya dia bisa bebas bertemu dengan pria itu. Dasar istri durhaka!

Tubuhku mendadak terasa panas dingin begini.

***

Kawah Putih.

Ini kali kedua aku datang ke tempat ini. Yang pertama, sewaktu aku masih kecil, itu pun bersama keluargaku. Dengan santai aku menyusuri jalanan setapak mencari keberadaan Keyra dan para kru.

Mataku menangkap sesosok yang sedang berada di sekitar ranting pohon yang kering. Dia seperti bidadari yang nyasar dan nyangkut di sana. Dia adalah Keyra, istriku.

Boleh aku mengakuinya?

Dia bukan seorang model, tapi cara berposenya begitu profesional. Hanya demi sahabatnya dia rela bangun subuh dan melakukan berbagai pose yang begitu menggoda iman para adam.

Pernah aku bertanya pada Jenny, kenapa Keyra yang dijadikan model untuk rancangannya? Lalu dia menjawab, karena setiap rancangannya yang dipakai Keyra membuat banyak pelanggan menyerbunya. Keyra memang membawa keberuntungan.

Jenny benar. Hubunganku yang dulu berantakan dengan keluarga, tapi setelah kehadirannya membuat keluargaku kembali perhatian. Setidaknya tidak memusuhiku seperti dulu lagi. Dia memang idaman semua orang dan pembawa keberuntungan.

"Woi!" Aku terlonjak kaget saat Jenny menepuk bahuku.

"Astaga! Gue kira siapa..." Aku mengelus dada.

"Lo berantem ya sama Key?" Aku mengerutkan kening, lalu menggeleng.

"Nggak. Kenapa emang?"

"Tengah malem dia gedor kamar gue dan ngusir Tom tidur di sofa. Gue pikir kalian berantem sampai dia ngungsi ke kamar gue." Cerocos Jenny menjelaskan rasa penasaranku.

Jadi, semalem dia memang tidak balik ke kamar, tetapi tidur di kamar Jenny? Tak apa! Yang penting dia tidak tidur di kamar pria itu. Cukup lega tahu bahwa dia tidak berbuat mesum dengan pria lain.

Sepertinya Keyra sudah selesai dengan pemotretannya. Dia melambai-lambai ke arah Jenny, meminta bantuan untuk keluar dari ranting-ranting itu. Mungkin gaunnya nyangkut. Aku memberi kode pada Jenny supaya aku saja yang membantunya.

Jenny mengangguk dan aku pun melangkah mendekati Keyra. Semakin dekat dan semakin jelas aku bisa melihat wajahnya.

CANTIK.

"Lo lama banget!" omelnya.

"Kenapa lo nggak bangunin gue? Lo tidur di mana semalem?" Aku pura-pura marah.

"Gue tidur di kamar Jenny. Maunya bangunin lo, tapi lo lelap banget. Ya udah gue tinggal." Ternyata dia jujur.

Dia terlihat kesulitan berjalan dengan gaun yang nyangkut sana sini. Kasihan juga. Tanpa permisi, aku mengangkat tubuhnya dan menggendongnya seperti pengantin baru yang siap masuk kamar.

"Eh ... eh!! Lo mau ngapain?" Reflek tangannya langsung mengalung di leherku. Mungkin takut jatuh.

"Udah diam, gue tahu lo kerepotan sama gaun ini."

Dia bergumam tidak jelas, bibir mungilnya begitu lucu dan rasanya ingin kulumat lagi. Kenapa jantungku dangdutan lagi? Semoga Keyra tidak mendengar konser di dadaku.

Ihh!! Mereka romantis sekali ....

Lakinya ganteng banget. Mau dong digendong ....

Serasi banget ya mereka. Jadi irii dehh ....

Nah!

Bisikan-bisikan gaib dari para pengunjung membuatku senang. Apa benar aku dan Keyra terlihat serasi? Mungkin mereka mengira kami sedang melakukan sesi pre-wedding.

"Turunin gue, Dave. Gue malu ...." bisiknya dengan menenggelamkan wajahnya di dadaku.

"Malu kenapa? Lo kan istri gue." Sebuah pukulan lemah dilayangkan di dadaku.

"Istri yang dijebak!" ketusnya mengingatkan.

Aku hanya terkekeh melihat tampangnya yang cemberut. Sungguh, Keyra itu manis dan menggemaskan. Pantas saja ayahnya takut putrinya diambil oleh pria yang tak bertanggung jawab.

Begitu kami sampai di sebuah pondokan, aku langsung menurunkan Keyra. Jenny segera membantunya mengganti gaun, sedangkan aku menunggu dengan kru yang lain.

"Bro!" Photografer yang bernama Tom menghampiriku. "Candid gini bisa jadi mahal loh ..." Dia memperlihatkan hasil foto yang dia ambil.

Loh? Ini kan fotoku saat menggendong Keyra. Memang bagus dan alami. Ternyata tidak hanya satu foto. Saat kami masih berdiri pun, Tom mencuri foto dari kami. Diam-diam, otak Tom jalan juga.

"Berapa harga yang lo minta?" Seringai licikku mengambil alih.

"Sepantasnya." Dia tak kalah liciknya.

"Oke! Lo tahu apa yang harus lo lakuin. Hubungi gue segera."

Aku mengeluarkan dompet dan memberinya kartu nama milik Hans. Tom mengangguk, lalu menerima kartu nama itu dengan senyum lebar. Biar saja nanti Hans yang mengurus semuanya, karena aku harus mengurus hal yang lebih penting. Keyra dan kedua mertuaku yang tiba malam ini.

Setelah Keyra selesai berganti pakaian, kami semua kembali ke kota Bandung. Bukan untuk kembali ke hotel, tapi para wanita ingin berbelanja. Keyra ingin membeli kue untuk orang tuanya. Aku sebagai suami yang baik, ya hanya bisa mengikuti.

Puas berbelanja, Jenny ingin mengajak Keyra berkeliling lagi, tapi aku melarangnya dan mengingatkan bahwa kami harus kembali ke Jakarta segera. Keyra menurut dan dengan berat hati Jenny melepas kepergian Keyra.

"Mau makan dulu, atau langsung jalan aja?" tanyaku saat sudah di dalam mobil.

Dia melirik jam tangannya. Memang kami sudah cukup banyak makan camilan, tapi kami belum makan malam yang seharusnya.

"Langsung aja. Nggak apa, kan?" Aku menggeleng. "Kalau lihat waktu sekarang, kayaknya pas deh kita bisa sampai di bandara." Aku meliriknya sekilas, dia terlihat kelelahan.

"Ya udah. Lo tidur aja, nanti gue bangunin kalau sudah sampai." Keyra mengangguk lemah.

Keyra mencoba mencari posisi yang nyaman untuk tidurnya. Sesekali aku meliriknya yang mulai memejamkan mata. Sangat damai, dan aku merasa menyesal telah menjebak wanita secantik dia. Tapi aku bersyukur bisa mengenal wanita bak malaikat ini.

Seandainya dia bisa aku miliki dengan utuh.

~ o0o ~

To be continued ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top