Chapter 22

Teman sih teman, tapi kalau kasusnya begini, ya menyebalkan juga. Rencana berlibur tanpa melihat tampangnya seharian, musnah sudah. Sejak deklarasi perdamaian itu, Dave justru kembali menjadi sosok yang menyebalkan.

Dia tetap kekeh ingin ikut ke Bandung dengan alasan titah dari orang tuaku yang sudah diamanahkan padanya. Jika amanah untuk menjagaku, itu memang benar. Tapi mengekor ke mana aku pergi, itu tidak wajar. Lihatlah sekarang, dia menunggu dengan santai bersandar pada mobil SUV mewah miliknya.

Tampan. Ya aku akui dia tampan dan terlihat begitu memesona. Mau bukti? Para staf wanita di butik Jenny dan juga para pejalan kaki yang lewat menatapnya dengan 'lapar'.

Haish!

"Key, nggak salah Dave nungguin lo?" bisik Jenny yang tak percaya saat kami keluar dari butiknya.

"Sorry, Jen, gue lupa ngasih tahu lo kalau Dave ikut ke Bandung."

Antara malu dan merasa tak enak hati. Salahkan Dave jika setan modis mengamuk.

"Wew! Roman-romannya nih ada yang lagi pedekate gitu ...." Mataku langsung melotot padanya.

"Jangan ngaco! Dia ikut karena besok ortu gue datang. Dia kekeh mau ikut, biar besok bisa pulang duluan, terus jemput bareng. Dia nggak mau jemput sendirian."

Aku mendengus kesal karena Jenny malah cekikikan. Bukan sekadar cekikikan biasa, bagiku itu adalah tawa kuntilanak yang sedang buang hajat. Menyebalkan sekali setan modis satu ini.

Abaikan dia.

Aku melangkah lebih dulu, lalu terdengar suara langkah Jenny mengikuti. Dave langsung menegakkan tubuhnya begitu aku datang menghampirinya. Jangan lupa, dia tersenyum dengan lebar. Ada apa dengan pria ini?

"Key, lo semobil bareng Dave aja, ya? Gue bareng Tom." Celetuk Jenny tanpa permisi.

"Hhmm!"

Cukup berdeham sebagai jawaban karena aku jengah melihat kedipan mata Jenny yang mendadak genit. Aku doakan dia bintitan.

Jenny sudah berlari menuju mobil Tom, sedangkan Dave sudah membukakan pintu penumpang untukku. Aku tak berkata apa-apa, langsung saja masuk mobil. Tak lama Dave pun masuk ke dalam mobilnya. Aku tak menoleh padanya, hanya mengintip sedikit dari sudut mataku.

"Cari makan dulu." Ucapku datar.

"Oke!" Kemudian mobil melaju.

Sebelum berangkat ke Bandung, kami semua berhenti di sebuah restoran untuk makan malam. Tak mungkin pergi dengan perut kosong. Orang lapar biasanya resek, itu kata sebuah iklan. Mungkin saja Dave salah satu manusia yang resek jika lapar. Tak lapar saja menyebalkan, apalagi kalau lapar. Aku tak mau berdebat dengannya selama perjalanan.

Selama makan malam berlangsung, sesekali aku memeriksa ponselku dan berbalas chat dengan Joe. Kalian pikir hubungan kami sudah berakhir? Tentu saja tidak. Hubunganku dengan Joe masih baik-baik saja. Hanya saja ... ya begitu, lempeng.

Usai makan malam, kami pun melanjutkan perjalanan menuju ke Bandung. Ini akan menjadi perjalanan yang melelahkan dan semoga menyenangkan, walau aku sangsi akan hal itu.

Satu jam sudah perjalanan ditempuh. Selama itu pun aku memilih diam dan tidur-tidur ayam. Dave juga tak ada bicara, tak mungkin aku yang memulai obrolan pertama. Aku tak mau.

Aku sedikit terkejut, ketika merasakan ada yang bergetar dari dalam tasku. Segera aku periksa dan mengambil ponsel, ternyata ada satu pesan masuk dari Kak Alex.

Apa? KAK ALEX??? Mataku langsung melotot dan jempolku dengan kecepatan cahaya langsung menyentuh layar ponsel dan membuka pesannya.

From: Kak Alex
Hai, Rara. Lagi di mana? Kakak lagi di Indonesia nih, tepatnya di Bandung. Lusa mungkin kakak mampir ke Jakarta. Ketemu ya?

"KYAAA!!!" Spontan aku memekik girang.

"Hei!! Lo kenapa teriak??" sungut Dave terkejut.

"Nggak apa. Sorry ...." balasku nyengir.

Aku lupa jika aku tak sendirian saat ini. Kembali pada ponsel dan abaikan saja keberadaan Dave yang keheranan melihat tingkahku.

Mungkin dia berpikir aku kesambet setan karena tiba-tiba terbangun dan berteriak kegirangan. Tanpa basa-basi, segera aku membalas pesan dari Kak Alex.

To: Kak Alex
See u soon... Rara juga lagi on the way ke Bandung. Kakak stay di mana?

From: Kak Alex
Oh really? Kakak stay di Aston Braga. Kakak tunggu kamu, oke?

Aduh! Kak Alex menginap di hotel yang sama denganku. Bagaimana ini? Apa Dave akan sekamar denganku? Tidak. Aku akan sekamar dengan Jenny. Kak Alex tidak boleh melihat Dave nanti.

To: Kak Alex
Oke! See u...

Tapi, mengingat kelakuan Dave sekarang ini, mustahil jika mereka tak bertemu. Apalagi ada kru lain yang bisa saja keceplosan dan mengatakan aku datang bersama Dave. Eh, tapi mereka kan tidak tahu siapa Dave, kenapa mesti takut? Aku bisa bilang dia teman, atau keponakan Mom yang dari Jogja, atau... ah banyak alasanlah.

Masa bodoh deh nanti ketahuan atau tidak. Yang penting aku bertemu dengan Kak Alex dan itu lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu bersama Dave.

Membayangkan bisa menghabiskan waktu bersama Kak Alex, membuat senyumku tak pudar dari wajahku. Kantukku mendadak hilang.

"Key! Lo aneh senyum-senyum sendiri. Pasti dari pacar lo, ya?"

Aku melirik ke arah Dave yang menatapku dengan curiga. Jelas aku menggeleng, karena memang bukan dari Joe.

"Terus siapa?" Sepertinya dia penasaran.

"Ada deh!"

Dave mendengus kesal karena aku mengabaikannya. Biarkan saja, aku saja tak pernah penasaran dengan kekasihnya, kenapa dia mau tahu urusanku? Masa bodolah. Ah! Aku lupa menanyakan kamar hotel pada Jenny.

------------------------------

Jeejeenn...
Nanti lo sekamar sama gue, ya?

Idih... lo ada laki
Tidur sama laki loh lah...

Ihhh... Jejeeen...
Lo kan tahu kesepakatan gue

Tapi lo kan depan umum
So... status lo juga udah merit
Nikmatin aja...
Anggep honeymoon kedua
hahahha....

Resek lo...
Pleasee....
sekamar sama gue, ya?
Gue ada misi rahasia

Misi apaan?

Makanya sekamar sama gue, ya?

Trus Dave sekamar sama siapa?

Sama si Tom aja deh
Lo bilang sama dia, ya?

Hhhmm.....

------------------------------

Berhasil.

Jenny sudah setuju untuk sekamar denganku. Tapi kenapa Jenny bilang kalau di depan umum statusku sudah nikah? Berarti kru yang lain tahu kalau aku sudah menikah? Ah peduli setan.

Yang penting nanti aku bebas bertemu dengan Kak Alex. Sekarang, aku harus memberitahukan Dave dengan siapa dia akan sekamar.

"Hhmm ... Dave?" panggilku ragu.

"Hhmm?" Sepertinya dia marah.

Tapi apa peduliku?

"Nanti lo sekamar sama Tom. Gue mau sekamar sama Jenny."

"Loh? Mereka kan tahu lo istri gue. Kru lain juga tau. Kenapa jadi pisah ranjang? Gue nggak mau!" Dahiku mengkerut.

"Kok mereka tahu? Siapa yang ngasih tahu?"

"Gue." Jawabnya santai.

Dia sungguh pria yang sangat menyebalkan. Aku pikir dia bukan pria yang suka mengumbar, tapi kenyataannya, dia memberitahukan perihal status kami. Tapi aku tetap tidak mau sekamar dengannya.

"Pokoknya gue mau sekamar dengan Jenny."

"Nggak bisa!"

"Kalau kita sekamar, pasti bakal ada perang bantal. Gue capek, Dave!"

"Pokoknya nggak!" Dia bersikukuh. "Gue mau deh tidur di sofa. Lo tetep sekamar sama gue."

Kenapa jadi dia yang mengatur?

"Kok lo ngotot, sih?"

"Gue nggak bisa sekamar sama orang yang nggak gue kenal." Tubuhku merosot lelah.

Dave itu orang yang keras kepala dan egois. Sekeras apapun debat dengannya, tidak akan menemukan jalan keluar. Pasrah saja. Palingan nanti aku kabur.

Hah!

***

Dave membuktikan ucapannya.

Begitu kami tiba di hotel, seenaknya saja dia langsung menyeretku ke dalam kamar. Orang lain pasti berpikiran yang tidak-tidak dengan perlakuannya.

Bagaimana kalau Kak Alex melihatku masuk ke kamar dengan pria? Ya walaupun pria ini adalah suamiku, tapi Kak Alex tidak tahu akan hal itu. Semoga saja dia belum muncul dan melihatnya.

Tapi untung saja. Jenny memesan semua kamar dengan dua ranjang di dalamnya. Aku tak perlu berebut ranjang lagi dengan Dave, karena sudah mendapatkan jatah satu orang satu ranjang.

Dave langsung merebahkan dirinya di ranjang, sedangkan aku langsung ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Aku harus bersiap untuk wisata malam bersama Kak Alex. Kami sudah janjian akan bertemu di lobi hotel.

Usai mandi dan penampilanku rapi, langsung saja aku beranjak keluar kamar. Dave sendiri juga sibuk dengan ponselnya dan sesekali cekikikan tidak jelas. Apa peduliku?

"Lo mau ke mana malam-malam gini, Key?" tanya Dave saat melihatku mendekati pintu keluar.

"Mau ke kamar Jenny. Mau bergosip!" Jawabku asal.

"Dasar cewek!" cibirnya, tapi aku langsung melenggang keluar kamar tanpa memperdulikannya.

Hatiku sedang gembira sekarang. Aku berlari kecil menuju lift dan segera turun ke lobi hotel. Saat tiba di lobi, Kak Alex sudah menungguku di sofa tunggu. Dia terlihat dewasa dan juga tampan.

"Kakak!" pekikku dan Kak Alex langsung berdiri menyambutku.

Aku menghambur ke dalam pelukannya. Pelukan seorang kakak dan aku merasa nyaman. Entah kapan terakhir aku memeluknya seperti ini. Mungkin saat bertemu di Maldive. Hahaha ....

"Kamu ngapain sih di Bandung?" tanya Kak Alex sambil mengacak rambutku.

"Besok ada pemotretan. Bantuin teman jadi modelnya." Jawabku santai.

"Ya udah. Yuk jalan!" Aku mengangguk dan merangkul lengan Kak Alex.

Wah!!

Ini nih yang namanya liburan. Jarang-jarang aku bisa berwisata malam. Coba saja ada Kak Ken, pasti menyenangkan diapit dua kakak ganteng.

Aku merindukan pergi bersama dengan orang-orang yang aku sayangi. Untuk sekarang, setidaknya aku terbebas sementara dari kepenatan.

~ o0o ~

To be continued ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top