Chapter 14
Sudah tiga hari aku berada di Maldives. Selama itu juga aku dan Dave belum melakukan gencatan senjata. Pagi perang mulut, siang sampai sore kami melakukan aktivitas masing-masing, dan malamnya sudah dipastikan perang bantal.
Kami belum mendapatkan kesepakatan atas satu-satunya ranjang yang ada di dalam cottage. Kalian pasti penasaran siapa yang akhirnya tidur di ranjang, kan? Jawabannya kami berdua.
Jangan salah sangka. Karena kelelahan dan tidak ada yang mengalah, akhirnya kami selalu ketiduran di atas ranjang dengan posisi tidak beraturan. Sewaktu bangun, otomatis perang mulut bergaung. Begitu terus, sampai detik ini.
Kak Ken sempat menelponku karena mendapat laporan dari para staffnya di sini. Kalian tahu kenapa? Karena beberapa interior di dalam cottage pecah atau rusak akibat ulahku dan Dave. Apalagi kalau bukan karena perang bantal yang tanpa sengaja menyenggol ke sana ke mari.
Tapi yang membuatku kesal itu adalah laporan staff di sini yang tidak akurat. Mereka melaporkan jika terjadi "local earthquake" alias gempa bumi lokal. Kalian tahu apa yang dikatakan oleh kakakku?
"Rara, mainnya nggak usah pake ngerusak properti, dong! Yang selow aja. Kebayang deh, Dave begitu semangat buat kamu hamil."
Frontal dan menyebalkan!
Semua berpikir kekacauan yang terjadi di dalam kamarku adalah perbuatan mesum. Kenyataannya adalah perang dunia ketujuh versi on the spot.
***
Dari awal membayangkan seminggu berada di Maldives sudah membuatku pusing. Pasalnya, aku tidak menikmati liburan sesuai dengan keinginanku sendiri. Jelas, karena ini adalah liburan yang dipaksakan.
Usai sarapan tadi, Dave langsung ngacir katanya akan melakukan diving. Aku sendiri langsung menuju tempat rahasiaku untuk menenangkan diri.
Sesekali aku berbincang dengan Joe melalui chat. Tidak lama, karena dia juga sibuk dan aku memaklumi itu. Rasanya bosan juga hanya tiduran di sini. Akhirnya aku memutuskan berjalan-jalan menyusuri pinggir pantai di pulau ini.
Membiarkan kaki telanjang disapu riak ombak yang tenang, menikmati semilir angin yang menerpa tubuhku dan sinar matahari tropis menyengat kulit. Satu kata dalam benakku, exotic.
"Eh? Itu Dave bukan, ya?" gumamku dan langsung menghentikan langkah saat melihat sesosok pria terlentang di atas sundeck.
Tapi bukan itu yang aku curigai, melainkan seorang wanita berbikini duduk atas perutnya dan mereka tertawa. Mesum kok ditempat terbuka.
Huu!!
Pantas saja dia selalu menghilang, ternyata sudah menemukan mangsanya di sini. Baguslah. Daripada dia ada di dekatku, membuat usiaku semakin pendek saja menghadapi kelakukannya yang menyebalkan.
"Hah! Mending gue balik ke kamar aja. Lumayan bisa monopoli ranjang seharian," gumamku girang, lalu berbalik. "KYAAA!!!" jeritku karena tiba-tiba ada sosok tinggi di hadapanku, tepat saat aku berbalik.
"Hei!!!"
Suara itu?
Sepertinya aku kenal. Perlahan aku membuka mata karena tadi reflek memejamkan mata karena kaget. Lalu kepalaku perlahan mendongak.
"Ka-kak Alex?"
Tubuhku rasanya lemas melihat sosok di hadapanku ini. Apa aku mimpi?
"Ternyata benar ini kamu," dia memelukku. "Kamu ngapain di sini? Mana Ken?" imbuhnya saat melepas pelukannya.
"Eng ... a-aku ... Kak Ken ... itu ... eng ... nanti nyusul. Ya benar ... nanti nyusul."
Aku sungguh gugup dan batinku tak henti-hentinya merutuki diri sendiri karena telah mengatakan Kak Ken akan menyusul.
Bodoh!
"Kamu ke sini sama siapa?"
Aduh! Ini orang banyak tanya.
Sempat aku berbalik badan memastikan Dave tidak melihatku. Tanpa menjawab pertanyaan Kak Alex, aku langsung menarik tangannya menjauh dari lokasi di mana Dave berada. Aku takut dia melapor pada Dad. Siapa tahu Dave orangnya suka ngadu.
"Hei! Rara, kamu kenapa? Kenapa narik Kakak ke sini?"
Kak Alex tampak heran karena aku mengajaknya ke pinggir jembatan di dekat gazebo.
"Ngobrol di sini aja, ada pohon, jadi adem. Tadi panas."
Sebuah pernyataan yang brilian untuk berkilah. Tapi memang kenyataannya cuaca panas, dan aku butuh tempat yang agak teduh.
"Oke! Terus ... kamu belum jawab pertanyaan Kakak."
Kak Alex menatapku dengan pandangan penuh tanda tanya, mendekati curiga. Aku berasa seperti maling ayam ditatap seperti itu.
"Pertanyaan yang mana?" Pura-pura lupa, padahal memang lupa.
"Kamu ke sini sama siapa?"
"Oh! Eng ... sendirian aja." Jawabku dusta.
"Ah? Emang Om James ngizinin kamu pergi sendiri?"
Astaga!
Aku lupa jika Kak Alex sudah tahu dan kenal betul dengan karakter keluargaku. Apa yang harus aku katakan sekarang?
"Eng ... iya dong ... kan Rara udah gede."
Sudah terlanjur berdusta, lebih baik bertahan dengan alasan yang sama.
"Eh ... Kakak sendiri ke sini ngapain? Sama siapa? Bulan madu, yah? Ciieee...." godaku mengalihkan kecurigaannya.
"Ngawur kamu!" Kak Alex menoyor dahiku. "Kakak ada bisnis di Nepal kemarin. Mumpung masih ada waktu, jadi Kakak main ke sini. Lagian, Kakak juga punya saham di resort ini."
Aku hanya manggut-manggut karena apa yang dikatakannya memang benar. Resort ini memang di bawah manajemen Kak Ken, tapi Kak Alex juga memiliki saham di sini.
Kalian penasaran siapa Kak Alex?
Dia adalah sahabat Kak Ken sejak kami sekeluarga baru pindah ke LA. Rumahnya dulu berada di sebelah rumah kami. Tapi semenjak lulus sekolah, Kak Alex pindah ke New York, namun masih tetap berkomunikasi dengan Kak Ken.
Terakhir aku bertemu dengan Kak Alex sekitar 3 tahun yang lalu di Inggris. Kala itu dia sempat menembakku, tapi aku tolak. Alasannya? Karena aku tidak ada rasa dan hanya menganggapnya sebagai kakak, sama seperti Kak Ken. Cinta tak bisa dipaksakan, bukan? Akhirnya dia menghilang dan sekarang bertemu di sini.
"Oh! Aku kira kakak bulan madu ke sini." Aku hanya bisa nyengir.
Bagaimana tidak? Sejatinya yang tengah berbulan madu adalah diriku, walaupun terpaksa. Aku malas memikirkan nasibku sendiri, tidak ada serunya.
"Ra, kabar Ken gimana?"
"Loh? Kakak emang nggak pernah komunikasi sama Kak Ken?" Kak Alex menggeleng.
"Jarang banget, kalau bukan karena urusan bisnis, ya nggak komunikasi."
"Kenapa?"
Aku merasa ada yang tidak beres pada hubungan Kak Alex dengan Kak Ken. Sejauh yang aku tahu, mereka bukan sekedar sahabat atau rekan bisnis, tapi sudah seperti saudara.
"Itu ... hem ... karena kejadian tiga tahun lalu."
Apa maksudnya dengan kejadian tahun yang lalu? Apa ada hubungannya denganku? Tubuhku langsung menegang dan menatapnya waspada.
"Apa tentang ...." Kak Alex mengangguk pelan.
"Ken tahu kalau Kakak pernah nembak kamu. Dia marah besar karena Kakak telah ngelanggar janji kami."
"Janji apa?" Jantungku mulai berdegup tak beraturan.
"Kami membuat janji akan selalu menjadi pelindung kalian, kamu dan Keyla. Menjadi kakak yang baik buat kalian, menjaga kalian dari pria nakal di luaran sana. Tapi nyatanya, Kakak justru ingin memilikimu."
Aku tak sekedar terkejut, tapi cukup syok. Aku tak pernah menyangka kalau mereka sampai membuat perjanjian seperti itu untuk menjagaku dan Keyla.
"Tapi aku nolak, kan?" Kak Alex terkekeh.
"Ya, untungnya kamu nolak. Makanya, Kakak menjauh supaya bisa lupain kamu dan meredam amarah Ken. Sesekali, kami berkirim email hanya untuk membahas bisnis saja."
Pasti rasanya tidak enak jika tiba-tiba menjadi orang asing pada sahabat. Mungkin ini yang ditakutkan oleh Rey jika sesuatu terjadi pada hubungannya dengan Nessa.
"Kak Ken sekarang di Indonesia, Dad dan Mom juga. Setelah aku kembali nanti, Dad dan Mom akan pulang ke LA, tapi Kak Ken nggak tahu, deh!"
"Oh! Apa dia masih dengan Sharon?" Aku menggeleng.
"Nggak! Dia itu medusa. Untung udah putus, tapi tetap aja ngejar-ngejar Kak Ken. Duh! Pengen aku botakin rasanya tuh cewek."
Aku sungguh gemas pada mantan kakakku itu. Tampangnya begitu songong, sok cantik, dan sangat genit juga manja jika di depan Kak Ken. Jijik aku melihatnya.
Kak Alex tertawa dan mencubit gemas pipiku, Di kira bakpao kali, ya?
"Kamu masih lucu seperti dulu. Tapi kakak bersyukur dia putus dengan Sharon. Dia wanita nggak baik."
"Kok Kakak tahu?" tanyaku penasaran sembari mengusap pipiku yang rasanya panas akibat cubitannya.
"Itu ... tapi jangan bilang Ken, ya?"
Aku menatapnya dengan mata menyipit curiga. Aku rasa Kak Alex telah merahasiakan sesuatu yang besar. Aku lantas mengangguk, dan Kak Alex mulai bercerita.
"Setahun lalu Kakak bertemu Sharon di New York. Dia mencoba merayu, dan Kakak terpancing. Kakak pria normal, Ra, sulit menghindar. Karenanya, kami ... em ... kami terjebak dalam hubungan ... itu ... one night stay."
Mulutku menganga tak percaya dengan pengakuan Kak Alex.
"No way!" Kak Alex tetap mengangguk membenarkan. "Apa status mereka dulu masih ...." Kak Alex mengangguk cepat.
"Kakak merasa bersalah pada Ken. Karena itu juga, kakak semakin malu bertemu dia langsung."
Sejenak kami berdua hening. Aku tidak percaya Kak Alex bisa berbuat seperti itu. Tapi mengingat kelakuan si medusa, aku memaklumi apa yang terjadi di antara mereka.
Dasar medusa! Dia semakin memperburuk persahabatan Kak Ken dan Kak Alex saja.
"Kakak kapan balik?"
"Besok sore. Kenapa?"
"Nggak, Cuma nanya."
Sebenarnya aku ingin ditemani Kak Alex sebelum dia kembali. Daripada aku menghabiskan waktu berperang dengan Dave, lebih baik aku menghabiskan waktu dengan Kak Alex. Dave juga sedang sibuk dengan wanita tak jelas di sana.
Akhirnya aku memberanikan diri untuk mengatakan keinginanku dan Kak Alex terlihat senang. Kami bertukar nomor ponsel supaya sewaktu-waktu bisa berkomunikasi.
Kak Alex memberitahukan di mana kamarnya dan mengundangku untuk makan malam bersama nanti malam. Lebih baik, daripada bersama Dave. Habis makan, tenaga justru terkuras untuk berdebat.
Kali ini aku akan mengalah memberikan ranjang buat dia, karena aku akan menghabiskan waktu di kamar Kak Alex. Jujur takut, tapi aku yakin Kak Alex akan menjaga dan menghargaiku sesuai janjinya pada Kak Ken.
Setelah menghabiskan waktu sampai sore, aku pamit pada Kak Alex kembali ke kamar untuk membersihkan diri. Tentu saja aku tidak memberitahukan di mana kamarku. Itu bisa gawat.
Tapi pastinya Kak Alex tidak akan bisa melacaknya karena kamar itu atas nama Dave. Dan mungkin Kak Ken juga menyadari jika Kak Alex sedang berada di sini. Namun itu tak penting, Kak Ken tidak akan bertanya tentang hal itu.
Malam ini akan menjadi malam yang tenang dan menyenangkan tanpa peperangan. Ini baru yang namanya liburan.
~ o0o ~
To be continued ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top