-s e i z e。

;)

.
.
.

「 ✦ ᴛ ʀ ᴀ ᴘ ᴘ ᴇ ᴅ。 」

.
.
.

Hubungan antara Minhyun dan Hyunbin benar-benar berjalan dengan baik. Tidak ada lagi perdebatan antara keduanya- yah, hanya sesekali. Minhyun tak lagi mempertanyakan apa fungsi dirinya di mata Hyunbin, mungkin karena ia sudah cukup jengah mendengar kata maaf dan ditinggalkan tanpa penjelasan. Sudah cukup dirinya tinggal selama tujuh tahun bersama Hyunbin untuk mendengar seluruh elakkan yang dilontarkan tuannya.

Minhyun sendiri sangat- sangat berterima kasih pada Hyunbin. Pria itu cukup baik, meski pemarah dan gemar menggerutu karena Minhyun melakukan hal-hal tanpa seizinnya. Hyunbin memanggil seorang temannya untuk menjadi guru privat bagi Minhyun, sehingga pria kecil itu tidak terlantar begitu saja tanpa pendidikan. Hyunbin sering membelikan barang-barang untuknya, berbagai cemilan, dan selalu menyempatkan diri untuk pulang tepat waktu sehingga keduanya bisa makan malam bersama. Minhyun sempat marah selama seharian, ketika mendapati Hyunbin tidak pulang ketika makan malam, dan itu cukup merepotkan seorang pebisnis seperti Hyunbin. Maka, pria itu memilih untuk mengalah dan menuruti Minhyun. Toh, tidak ada rugi untuk dirinya jika ia pulang lebih cepat dan makan bersama.

Jaehwan dan Daniel sering berkunjung, entah hanya untuk menghamburkan rumah Hyunbin, atau juga terkadang membicarakan bisnis di dalam ruang kerja. Bukan tanpa alasan Minhyun tau hal tersebut, sebab ia juga berada disana, membaca buku di sofa sembari mendengarkan percakapan tiga pria dewasa itu.

Pernah, sekali, Jaehwan menyinggung tentang- apa yang Hyunbin lakukan padanya. Minhyun mengerti maksud dari pertanyaan itu. Nyatanya, tidak ada. Tuannya tidak pernah mengajak- ah, jangankan mengajak, membicarakan hubungan seks dengan Minhyun saja ia tak pernah. Tuannya tampak tak ingin memaksa Minhyun untuk mengingat kembali kejadian tujuh tahun yang lalu, dimana ia disekap oleh Alpha dan diperkosa oleh para bawahannya.

Minhyun trauma, dan Hyunbin tampaknya mengerti hal tersebut. Pria itu tidak pernah melakukan hal yang lebih dari menggenggam tangan Minhyun, memeluknya, mencium bagian-bagian wajahnya terkecuali bibir, mencium puncak kepalanya, atau juga mengecup lembut leher Minhyun. Tidak, pria dewasa itu tidak pernah melakukan lebih.

Entah hal ini dapat dikatakan sebagai hal yang baik, atau juga suatu keanehan untuk Minhyun. Pemuda itu tentu tidak mengharapkan Hyunbin memperkosanya, tidak, ia hanya- penasaran? Kenapa tuannya benar-benar tidak melakukan apapun pada diri Minhyun? Minhyun butuh untuk mengerti, apa alasan dirinya berada dan hidup di rumah Hyunbin dengan mudahnya.

"Ah, entahlah!," Minhyun menggulingkan tubuhnya di kasur dengan kesal. Telapak kakinya menyepak udara kosong di atas sana. "Aku tidak mau memikirkannya!"

Minhyun meraih ponsel miliknya- yang tentu saja pemberian Hyunbin, dan mulai mencari kegiatan bermanfaat dengan ponselnya di sela libur privatnya. Siangnya begitu sepi, Guanlin entah sedang melakukan apa di taman belakang, dan Hyunbin tentu saja tidak ada di rumah. Minhyun mau saja membantu Guanlin, tapi entah kenapa seharian ini, ia merasa tubuhnya menjadi panas dengan cara paling aneh yang pernah ia alami. Minhyun bersumpah ia telah mengubah pendingin ruangannya menjadi kuantitas yang paling rendah yang pendingin kamarnya mampu capai, tapi tetap saja, tubuhnya berkeringat dan mual.

Ia menyerah pada akhirnya. Tak ada banyak hal yang dapat ia lakukan untuk mengusir rasa panas di tubuhnya. Minhyun memilih untuk bangkit dari kasur dan berjalan menuju balkon kamar. Di bawah sana, ia melihat Guanlin dengan pakaian yang sudah dikotori tanah. Pria itu tengah menanam bunga baru di taman belakang.

"Hyung!," teriak Minhyun dari atas sana. Guanlin tampak menegakkan punggungnya, kemudian menoleh, menatap Minhyun dari balik poninya yang sudah dibasahi keringat. "Mau kubantu?"

"Tidak apa," balas Guanlin yang tersenyum. "Tuan Hyunbin bisa memarahiku kalau kau membantu, Minhyun."

"Okay, itu berarti aku harus membantumu. Tunggu aku!," tanpa menoleh kembali, Minhyun bergegas untuk turun. Tak lupa ia menyambar ponselnya yang tergeletak di kasur. Tanpa membuang masa, pemuda itu sudah berada di taman belakang.

"Apa kau tidak mau melakukan sesuatu, Minhyun?," kekeh Guanlin. Pria itu kembali berfokus dengan bunga di tangannya yang siap untuk ditanam. "Kurasa kau tidak memiliki banyak kegiatan untuk hari ini."

"Exactly," Minhyun meniup poninya jengah. "Dan hari ini panas sekali, aku tidak mengerti! Bahkan aku sudah mengubah suhu ACku tapi itu tidak menghasilkan apapun selain keringat."

Guanlin menoleh. Keningnya tampak mengernyit tak paham dengan ucapan Minhyun. Panas? Yang benar saja. Ia bahkan harus menggigil kedinginan ketika keringatnya terkena hembusan angin bulan Januari, dan Minhyun mengatakan panas?

Guanlin segera melepaskan sarung tangan yang ia gunakan untuk bertaman, kemudian berdiri. Ia sempat berbisik, mengucapkan maaf dan permisi, dan menyentuh kening Minhyun. Yang lebih muda jelas mengerutkan keningnya kebingungan.

"Aku tidak demam."

"Ya, kau tidak demam," Guanlin menjauhkan telapak tangannya, kemudian menumpu sikunya. Ia berpikir. Maniknya meneliti tubuh Minhyun dari ujung hingga ujung. "Apa yang terjadi denganmu?"

"Maksud hyung?"

"Ayolah Minhyun, ini bulan Januari. Kau bisa mati kedinginan karena udara menyebalkan ini," Guanlin mulai beranjak dari pekerjaannya. Minhyun jelas menyusul langkahnya dengan kebingungan.

"Tunggu- hyung tidak merasakan panas? Tapi ini panas!"

Langkah Guanlin terhenti di balik kitchen counter. "Apa kau mau minum sesuatu? Aku rasa aku harus membuatkanmu teh hangat, Minhyun," ucap Guanlin dengan nada khawatir. Kedua lengan pria itu menumpu pada counter, menanti jawaban Minhyun yang masih terkejut.

"Wait wait wait!," Minhyun menggeleng panik. Maniknya menatao Guanlin dengan tatapan horror. "Aku hanya merasa panas dan sedikit mual, okay? Perutku hanya sedikit bergejolak."

Bukannya berubah, sorot Guanlin justru menjadi kian sendu, seakan Minhyun baru saja mengalami sesuatu yang berat. Ingatkan Minhyun untuk tidak melemparkan mug di counter karena- oh gosh, demi Tuhan, ia baik-baik saja! Guanlin dan Hyunbin terlalu berlebihan menjaga dirinya sejak kejadian penculikan dirinya tujuh tahun lalu.

"Haruskah aku menelepon Jaehwan hyung?"

"Tidak!," Minhyun mengacak surainya gemas. "Astaga, aku tidak ingin merepotkan orang lain dan aku baik-baik saja. Ugh sudahlah, tak apa, tolong buatkan aku teh hangat."

Guanlin segera bekerja. Sesekali, ia melirik Minhyun yang terdiam, memastikan pemuda itu tidak pingsan secara mendadak atau apapun itu. Tuannya telah menyuruh dirinya untuk memperhatikan Minhyun sebaik mungkin. Jika ia gagal, mungkin tuannya benar-benar akan memenggal kepalanya di hadapan Minhyun.

"Apa kau butuh hal lain, Minhyun?"

"Astaga, Guanlin hyung, harus berapa kali kukatakan? Aku baik-baik saja."

"Okay okay," desah Guanlin panjang. Atensinya kembali pada teh hijau yang sudah ia seduh. Satu sendok madu menjadi rangkaian akhir dan pelengkap. Guanlin meletakkan teh hangat Minhyun di hadapan yang lebih muda. "Hanya saja, katakan padaku kalau kau merasakan sesuatu yang lain."

"Ya, aku merasa Guanlin hyung saat ini sama menyebalkannya dengan tuan Hyunbin," Minhyun mendecih. "Kalian cerewet sekali sih. Aku sudah tidak apa-apa."

.
.
.

* . · . ♥️ ˚ 🖤 . · . *

.
.
.

"Guanlin bilang, kau sakit?"

"Uhuk!"

Minhyun terbatuk ketika tengah menyendokkan sup krim ke dalam mulutnya. Maniknya menatap tajam pada Guanlin yang sudah mengalihkan pandangnya. Ayolah, ia sudah meminta Guanlin untuk diam, tapi pria itu memang tidak bisa dipercaya ketika menyangkut kesehatan Minhyun.

"Hey hey honey, kau baik-baik saja?," Hyunbin berdiri dari duduknya dan melangkah mendekati Minhyun yang duduk di seberangnya. Pria itu mengusap punggung Minhyun yang masih sibuk terbatuk. "Mau ke rumah sakit?"

"Oh gosh, I hate you, hyung!," Minhyun menatap Guanlin tajam, kemudian menatap Hyunbin yang berjongkok di sisi tubuhnya. Pria itu mengusap paha Minhyun dengan sangat pelan. "Aku baik-baik saja, aku bersumpah!"

"Apa yang kau rasakan, sayang? Apa kau pusing? Sudah meminum obat? Apa kau mau memakan sesuatu? Masih merasa-"

"Tuan, aku sungguh- sungguh dan sangat baik-baik saja. Tidak apa," Minhyun tersenyum. Telapaknya mengusap rahang tegas Hyunbin. "Guanlin hyung hanya sedikit berlebihan," lanjut Minhyun dengan bola mata yang bergerak memutar.

Hyunbin menarik senyum ke salah satu sisi wajahnya. Ia berdiri, kemudian mengusap surai Minhyun. "Katakan padaku kalau kau merasa kesakitan," satu kecupan mendarat di pipi Minhyun yang tak lagi tirus. Minhyun benar-benar menjalani hidup yang terjamin di rumah Hyunbin.

Minhyun tercenung, terkejut. Ia sering, tentu saja, mendapat kecupan atau ciuman dari Hyunbin. Tapi- sial! Sial, Minhyun benar-benar merasa lambungnya diaduk detik itu juga. Ia mual, mual yang terasa bahagia. Maniknya entah sejak kapan sudah meneliti tubuh Hyunbin yang malam itu hanya mengenakan piyama hitam dengan dua kancing yang tak pernah dikaitkan. Kebiasaan Hyunbin, dan Minhyun sudah menghapalnya.

Bagaikan sebuah ledakan mendarat, wajah Minhyun memerah sempurna. Ia meremat telapaknya kuat-kuat. Pandangannya sempat menggelap, seakan tertutup kabut hitam tipis.

"A-aku selesai makan!"

Pemuda tujuh belas tahun itu berlalu dengan kepala tertunduk, meninggalkan Hyunbin dan Guanlin di belakang yang menatapnya penuh keheranan. Oh tidak perlu, Minhyun sendiri merasa heran dengan dirinya.

"Apa-apaan!"

.
.
.

* . · . ♥️ ˚ 🖤 . · . *

.
.
.

Minhyun tersentak, menatap Hyunbin yang entah sejak kapan sudah duduk di tepian kasurnya, dan menatapnya dalam. Minhyun nyaris berteriak, berani bersumpah, ia terkejut bukan main melihat Hyunbin sudah berada di sana dan memperhatikan dirinya.

"Tuan-?"

"Aku menyadari, kau memang sangat cantik. Terlebih ketika kau tidur."

Minhyun menggeser tubuhnya, memberi ruang pada Hyunbin yang merangkak naik ke atas kasur dan menidurkan tubuh di sisi Minhyun. Lengan kokoh Hyunbin perlahan melingkar di pinggang Minhyun, menarik tubuh yang lebih muda untuk merapat. Kecupan-kecupan ringan mendarat di leher Minhyun.

"Minhyun?"

"Eung?"

Senyum lebar ditangkap oleh sudut mata Minhyun. Detak jantungnya terpompa, nyaris memecahkan kepalanya sendiri. Telapak Minhyun mencengkram erat piyama yang membalut tubuh Hyunbin ketika tuannya mendekat pada daun telinganya.

"Aku rasa ini saatnya kau memanggilku dengan benar."

"A-apa- ngh!"

Minhyun meledak. Ribuan ranjau bersahutan, menciptakan semburat merah di wajahnya. Hyunbin menciumnya, ia menciumnya! Minhyun tak dapat mengatakan hal lain selain sialan di dalam hatinya ketika merasakan bibir tebal Hyunbin melumatnya.

Panas, rasanya panas, dan Minhyun menggeliat. Lengannya entah sejak kapan sudah mengalung indah di leher Hyunbin yang berpindah dan mengungkung dirinya. Ciuman keduanya perlahan bersifat menuntut. Minhyun dapat melihat nafsu terlukis jelas di wajah Hyunbin.

Minhyun bergetar hebat.

Ia butuh, ia butuh Hyunbin.

Hyunbin menggigit kurva tipis Minhyun, mengakhiri ciuman keduanya yang terasa memabukkan dan nyaris merenggut seluruh kewarasan Minhyun. Lihat saja, pemuda itu sudah sangat berantakan. Wajahnya memerah, dipenuhi air mata di balik kelopaknya yang tampak sayu.

"T-tuan- hh."

"No no," Hyunbin mengusap bibir Minhyun dengan ibu jarinya. "Master, honey."

"AH!"

Minhyun menjenjangkan lehernya. Telapaknya mencengkram erat seprei kasur miliknya. Hyunbin baru saja meremat dirinya di bawah sana dengan kuat. Bahkan ia tak menyadari, sejak kapan penisnya sudah menegak dan basah? Apa karena ciuman tadi? Impossible!

Minhyun terisak. Ia membutuhkan Hyunbin, ia sangat membutuhkannya. "M-master, master p-please help m-me-"

"Sure, honey," Hyunbin berbisik di sisi wajah Minhyun dengan berat dan serak. Hembusan nafasnya yang memburu, seakan membakar tubuh Minhyun. "But I'm not sure I'll do it slowly and softly."

Minhyun tak dapat melakukan apapun. Ia tak bisa menolak. Oh astaga, bahkan separuh kata Hyunbin sudah melayang. Ia tak bisa berkonsentrasi, terlebih Hyunbin terus saja memainkan penisnya tanpa memberi jeda waktu bagi Minhyun untuk menarik nafasnya secara wajar.

"Tell me," Hyunbin mengecup tulang selangka Minhyun, kemudian menggigitnya. Bercak merah seketika menghias disana. "Who do you belong to?"

Salah satu telapak tangan Minhyun mencengkram dua tangan Minhyun, menahannya di atas kepala yang lebih muda. Hal itu tentu memberi akses lebih mudah baginya untuk menjelajah leher hingga tulang selangka Minhyun.

Persetan, persetan dengan segalanya!

Minhyun terisak. Tubuhnya menggeliat, mengejar telapan kanan Hyunbin yang terus memompa penisnya dari balik celana piyama yang ia kenakan. "I-I'm b-belong to you, m-master- ahh!"

Hyunbin tersenyum miring. Satu kecupan mendarat di bibir Minhyun yang terus digigiti oleh pemilik tubuh itu. "Good boy."

Gelenyar panas yang terus mengganggunya sejak siang, kini semakin membara. Tubuh Minhyun terbakar. Ia terus saja menggerakkan tubuhnya kesana kemari, mencoba menyingkirkan rasa panas yang hebatnya berpusat di penisnya.

Hyunbin tampak tak kesulitan ketika harus melepaskan celana Minhyun. Ia hanya menyentaknya sekali, menarik kain itu untuk menjauh dari pinggang, dan membiarkannya menggantung di kedua pergelangan kaki Minhyun. Hyunbin terus saja berucap, tentang betapa indahnya tubuh Minhyun, betapa basahnya ia di bawah sana, Minhyun nyaris menggila mendengar seluruh dirty talk yang Hyunbin lontarkan.

"Lihatlah-"

"N-ngahh!"

Minhyun menjerit. Tubuhnya melengkung. Ia bisa merasakan salah satu jari Hyunbin masuk ke dalam dirinya tanpa peringatan dan bergerak dengan kacau di dalam sana. Hyunbin tampaknya sengaja menggoda Minhyun karena- lihat saja! Minhyun sudah menaikkan pinggulnya, mulai mengejar jari Hyunbin untuk melesak lebih dalam dan mencari titiknya.

"Aku rasa, aku menemukannya, Minhyun."

"A-apa-hh."

"Here?"

"MNHH M-master!"

.
.
.

* . · . ♥️ ˚ 🖤 . · . *

.
.
.

Minhyun merasa jantungnya terhempas ke lantai. Maniknya mengerjap terkejut. Dengan panik, ia merubah posisinya untuk duduk. Pagi tampaknya telah menjemput di luar sana. Minhyun menoleh, mendapati sisi kasurnya kosong dan dingin.

Ia kacau. Sangat sangat kacau. Kepalanya berdentam mengingat kejadian yang ia alami. Telapaknya menyibak selimut yang menutupi dirinya dengan tergesa, ketika ia merasakan panas menggesek paha dalamnya. Untuk beberapa detik, Minhyun membatu.

"AAHH!"

Ia sangat basah di bawah sana.

Dan fakta bahwa Hyunbin mengungkung dirinya? Omong kosong.

Sekali lagi, Minhyun menjerit dengan lebih kuat, menciptakan keributan di pagi yang tenang dengan lengkingan keterkejutannya.

.
.
.

. · . ✦ ⋆ ˚ ♥️ ⋆ ˚ ° ♡ • ˚ ⋆ 🖤 ˚ ⋆ ✦ . · .
To be continue
. · . ✦ ⋆ ˚ ♥️ ⋆ ˚ ° ♡ • ˚ ⋆ 🖤 ˚ ⋆ ✦ . · .
.
.
.
.
.
.
.
.

a/n:

Karena nge-troll adalah jalan hidup q♡

Iya itu udah lewat tujuh taun oqe? Kok dicepetin? Why? Hehe🌚 r a h a s i a .g

SIAPA YANG OTAKNYA UDAH QOTOR?

Dasar kaleean cweh, padahal udah dikasih reminder emot senyum di atas;)

XOXO,
Jinny Seo[ JY]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top