-q u a t o r z e。
Me: kapan sih Trapped selesai, lama amat progressnya
Also myself + idea's bomb: ohh tidak semudah itu perguso, masih banyak masalah, remember?🌚
.
.
.
「 ✦ ᴛ ʀ ᴀ ᴘ ᴘ ᴇ ᴅ。 」
.
.
.
Persetan dengan rencana.
Itulah kata yang terus bergaung dalam kepala Hyunbin, selaras dengan tiap desingan peluru yang meluncur dari senapan laras pendeknya. Daniel yang juga melindungi dari belakang, terdengar mengumpat tanpa henti. Hal lain seperti apa yang dapat dilakukan Hyunbin ketika terbakar emosi selain menerobos langsung? Setidaknya, perkiraannya terhadap jumlah bawahan yang menjaga rumah Woojin tidak terlalu meleset.
"Sialan kau, Kwon Hyunbin!"
"Hanya seratus, Daniel," Hyunbin melirik, kemudian melepaskan satu tembakan pada bawahan Woojin yang mendekati Daniel dari titik buta sang kawan. "Hanya seratus, and shut the fuck up!"
"Gila!," Daniel membalas melepaskan satu tembakan. Satu peluru melesat dengan cepat dan menggores pipi kanan Hyunbin, melumpuhkan dua orang penjaga di balik punggung lebar pria 24 tahun itu. "Kau gila, aku gila! Woojin sialan itu lebih gila!"
Keduanya kembali berputar, saling memunggungi guna melindungi satu sama lain. Rentetan peluru terdengar meluncur tanpa henti dari sisi Hyunbin, sementara Daniel hanya menembak beberapa saat sekali. Yah, cukup beberapa kali, karena daya hancur pistol Daniel sama gilanya dengan keadaan mereka sekarang.
"Hey dude," seru Daniel di sela tembakannya. "Apa ini?"
"Smith & Wasson 500 Magnum," Hyunbin menoleh, menemukan satu penjaga yang bersiap menekan pelatuknya. "Bisakah kau serius, bangsat!"
"Keren," ungkap Daniel tanpa menanggapi omelan Hyunbin di belakangnya. "Aku suka pistol ini, kita bisa berbicara bisnis setelah semua urusan selesai."
"Oh shut up!"
Daniel tertawa dan melanjutkan kembali tembakannya yang selalu tepat mengenai kepala targetnya. Mau tak mau, darah terciprat hingga tiap sudut yang dapat digapai. Wajar, jika dilihat dari persentase kehancuran tengkorak kepala bawahan itu yang melebihi 60%.
"Kau menyimpan barang spesial untuk dirimu sendiri ternyata, Kwon. Licik sekali."
"Ayolah, itu bukan yang terbaik," Hyunbin menarik satu senapan laras pendek dari saku kiri jasnya, kemudian mulai menembak dengan kedua tangan. Daniel di balik tubuhnya tampak sibuk mengisi kamar peluru yang telah kosong dalam silinder berputarnya.
"Dia cepat sekali haus, aku membencinya- hurry up shit head, lindungi aku!"
Dalam satu detik, Daniel dan Hyunbin berganti tugas. Daniel dengan satu pistol di tangannya tentu tak bertahan lama, terpaksa Hyunbin mengganti magazine dengan cepat, tanpa repot-repot memungut kembali magazine kosong yang terjatuh di lantai.
"Sialan, gunakan pistol satunya, kau pun membawa tiga, Daniel!"
"Nope, aku menyukai yang ini."
"Aku tidak menyukainya karena aku tetap terkena tembakan!"
Hyunbin kembali berdiri dan memasukkan senapan laras pendek yang berada di tangan kirinya ke dalam saku jas. Keduanya kembali fokus dengan satu senjata di tangan mereka dan menembak secepat yang mereka mampu.
"Bodoh!"
BUGH!
Hyunbin melayangkan tendangannya tepat di sisi wajah Daniel, melumpuhkan satu bawahan Woojin yang luput dari tembakan Daniel. Sang sahabat tersenyum tipis tanpa dosa.
Menit berlalu cepat dan jumlah bawahan Woojin semakin menipis. Bubuk mesiu sudah menjadi satu dengan udara di sekitar mereka. Hyunbin tampak mengerutkan wajahnya jijik menyadari bahwa ia baru saja menghirup udara yang telah tercemar.
"Haruskah aku senang ini berakhir cepat?"
Dor!
Satu tembakan melesat dari pintu utama kediaman Woojin, masuk ke dalam rumah, dan menembak tepat pada bawahan Woojin yang nyaris memukul kepala Hyunbin dengan balok kayu. Hyunbin dan Daniel melirik sejenak, menemukan Jaehwan sudah berdiri dengan Ruger Super RedHawk .454 Casull di tangan kanannya.
"Bukankah aku mengatakannya tiga puluh menit, Kim Jaehwan?!"
Jaehwan melirik jam tangan yang melingkar di tangan kirinya. "Well, tepat tiga puluh menit ketika aku menginjak ruang tamu ini."
"Pantas saja ini sangat cepat untuk seratus orang, sialan."
"Ayolah!," Jaehwan mendekat pada keduanya tanpa menghentikan tembakannya. "Mereka juga menyerang mobil, bagaimana mungkin aku diam dan menikmati tubuhku berlubang?!"
"Bisakah kita tidak berdebat di situasi seperti ini?!"
Merasa kedua sahabatnya dapat mengatasi keadaan di bawah, Hyunbin segera berlari menuju tangga lantai dua yang telah rapuh. Suara berdecit di tiap anak tangga yang terinjak terdengar saling bergantian.
"Minhyun!," Hyunbin berteriak tanpa henti. Tiap pintu yang tertutup, ia dobrak satu per satu, memastikan keberadaan Minhyun. Terhitung sudah tiga pintu ruangan ia dobrak tanpa menemukan sosok Minhyun di dalamnya. Beruntung pintu-pintu itu sudah cukup tua, sehingga tidak sulit untuk merusaknya.
"Minhyun!"
"T-tuan- hiks."
Punggung Hyunbin menegang mendengar cicit lemah Minhyun di sisi ruangan lain. Hyunbin memutar arah langkahnya dan mendekat pada satu pintu yang ia yakini terdapat sosok Minhyun di baliknya. Beberapa kali ia menabrakkan tubuhnya, namun pintu itu tetap bergeming.
"Minhyun!"
Dor!
"Fuck!," Hyunbin melangkah mundur dengan terhuyung seraya menekan lengannya. Darah tampak merembes perlahan, memberi warna yang semakin gelap pada lengan jas hitamnya. Beruntung tembakan dari dalam kamar itu mengenai lengan kirinya yang tidak terlalu aktif untuk menembak.
Hyunbin membalas tembakan itu cepat. Beberapa peluru menembus daun pintu kayu itu, sementara peluru lain mendarat pada bagian kenop pintu dan menghancurkan bagian penghubung itu.
Perlahan Hyunbin mendorong daun pintu kayu itu menggunakan kakinya hingga terbuka sepenuhnya. Maniknya menangkap sosok Minhyun yang menangis dengan wajah penuh lebam dan tanpa busana. Bau khas sperma seakan meledak memenuhi indra penciuman Hyunbin. Woojin tampak duduk dengan santai di belakang Minhyun, mencengkram surai hitam Minhyun dan memaksa bocah itu untuk mendongak.
"T-tuan- tuan- hiks."
BUGH!
"AHH!"
Satu pukulan dengan gagang pistol perak pada genggaman Woojin mendarat di pelipis Minhyun, melebarkan luka robek yang sudah ada disana. Woojin tampak santai ketika harus mendaratkan pukulan itu di hadapan Hyunbin.
"Kubilang diam, bocah!"
Woojin tersenyum tipis ketika mendongak, menemukan Hyunbin yang mencengkram kuat senapan laras pendeknya hingga buku jarinya memutih. Urat halus mencuat di punggung tangan Hyunbin yang kian mengerat pada senjatanya.
"Ah, ini dia, tuan Hyunbin," Woojin berdiri tanpa melepaskan cengkramannya pada surai Minhyun dan melangkah mendekati Hyunbin. Tubuh Minhyun yang diseret nyaris terjatuh ke depan ketika Woojin berhenti, menyisakan jarak tiga langkah dengan Hyunbin.
"Tidakkan kau mau mengucapkan selamat datang pada tuanmu, jalang kecil?"
Hyunbin melempar senapan laras pendeknya ke sembarang arah hingga senapan itu tak terlihat dari sudut matanya. Dalam diam ia melepas jas hitamnya yang berisi senjata dan menjatuhkannya cukup jauh dari jangkauannya. Ia mengangkat kedua tangannya ke udara.
"Aku tak bersenjata, jadi bertarunglah dengan tangan kosong pula."
"Oh! Minhyun," Woojin mendekatkan wajahnya pada Minhyun. Satu senyuman terlukis di wajahnya. "Tuanmu tampak sangat tenang. Apa dia benar-benar menginginkanmu atau dia hanya ingin menghancurkan sahabat lamanya ini?"
Woojin melepaskan cengkramannya dengan cara menyentak kepala Minhyun. Bunyi tempurung kepala yang beradu keras dengan lantai keramik penuh debu terdengar sangat menyakitkan. Gemertak gigi terdengar halus dari diri Hyunbin melihat kejadian yang baru saja terjadi.
Deagle Woojin terjatuh di lantai dan meluncur jauh. Pria itu turut melepaskan kemeja yang dapat mengganggu geraknya, juga melempar satu senapan lain yang tersimpan di balik punggungnya.
"Apa kau tidak mau membantu temanmu terlebih dulu?," gumam Woojin tanpa menatap Hyunbin. Dirinya sibuk menggulung lengan kemeja putih yang melekat di tubuh. "Anak buahku yang lain baru saja datang."
Woojin tersenyum remeh, melihat lengan kemeja Hyunbin yang telah dihiasi merah. "Oh, kau terluka? Sayang sekali. Apa itu sebuah keuntungan untukku?"
Cukup sudah.
Hyunbin menerjang maju ketika merasa Minhyun telah menyingkir sepenuhnya. Dalam hitungan detik yang cepat, pukulan antara keduanya tak terelakkan. Tendangan demi tendangan juga turut mewarnai pertarungan kedua sahabat lama itu.
"You know, you know it, Woojin!," Hyunbin meraung penuh amarah, menghantarkan satu pukulan kuat pada sisi tulang pipi kanan yang lebih muda, mengakibatkan sentakan pada kepala Woojin. "Aku tidak pernah suka seseorang menyentuh milikku!"
Satu tendangan yang cukup kuat pada perut Hyunbin berhasil mendorong mundur tubuh tinggi itu. Woojin melompat, bersiap untuk menerjang tubuh Hyunbin. Dengan sigap, Hyunbin memutar tubuhnya ke sisi lain dan menghindar dari terjangan Woojin. Tubuh Woojin tersungkur keras, gagal menahan dirinya sendiri dengan pijakan kokoh. Tanpa membuang kesempatan emas, Hyunbin lantas duduk di atas tubuh Woojin dan mulai memukulinya.
"How dare you touch what's mine, you son of bitch-!"
Buku jari Hyunbin menghajar telak pada ulu hati Woojin. Pria di bawah tubuh Hyunbin sontak terbatuk, memercikkan darah ke kemaja keduanya. Hyunbin mengayunkan kepal tinjunya ke udara, bersiap untuk melayangkan pukulan lain hingga sebuah memori melintas cepat di dalam kepalanya. Tubuh Hyunbin membatu dengan sorot sendu, gagal menyarangkan tinju lain pada sosok Woojin yang tersenyum miring.
"Kau tidak akan pernah bisa membunuhku, Hyunbin."
"Argh!"
Hyunbin menggulingkan tubuhnya ke samping ketika Woojin memukul luka di lengan kirinya tanpa ampun, berbanding terbalik dengan dirinya yang masih tampak ragu untuk melayangkan pukulan pada Woojin. Dengan cepat, Woojin duduk di atas tubuh Hyunbin dan melayangkan pukulan bertubi. Hyunbin nyaris terlambat melindungi wajahnya dari kepalan Woojin yang menyakitkan.
Tak kehilangan akal, Woojin justru memutar arah pukulannya dan meninju tepat di ulu hati sang sahabat. Hyunbin terbatuk kuat, bercak darah menyembur membasahi pergelangan tangan Hyunbin. Tubuh tinggi Hyunbin meringkuk, kesakitan dengan pukulan yang baru saja. Merasa Hyunbin lengah, Woojin melayangkan pukulan lain di wajah Hyunbin.
"Kenapa-," Woojin membentak di sela kegiatannya memukuli Hyunbin. "Kenapa kau tidak mengakui kekalahanmu! Kau- kau tetap menjadi bajingan keras kepala yang tak pernah menyerah!"
Satu pukulan kuat menghantam sisi kepala Hyunbin, memberikan guncangan pada otak yang lebih tua. Hyunbin merasakan lumpuh sejenak. Rasa pusing mendera dengan begitu kuat, membuatnya tak dapat membuka kelopak mata barang sejenak.
"Kau ingat hari ketika kau menghajarku karena Jekyll sialan itu?," Woojin tertawa dengan cara yang paling janggal. Maniknya menatap lurus pada Hyunbin yang telah babak belur tanpa rasa takut. Sorot mata itu adalah sorot yang sakit, sorot mata yang tidak wajar. "Ini adalah balasan untukmu!"
Woojin meraih vas bunga besar yang ada di meja dekat dengan keduanya. Dengan cepat, tangannya melayang naik, bersiap untuk menghantamkan vas itu tanpa ragu pada kepala Hyunbin. Hyunbin tak dapat mengelak, tubuhnya tak memiliki tenaga karena pukulan keras Woojin yang menghantam kepalanya.
"Mati kau, bangsat!"
Dor!
Hening menghentikan pertarungan kedua sahabat lama itu. Hyunbin terbelalak, begitu pula Woojin. Keduanya menatap lingkar merah di tengah dada Woojin dan darah yang terciprat. Sebuah peluru menembus dari punggung Woojin, membolongi rongga dada pria itu, dan terhenti di dinding.
Dalam satu detik, tubuh Woojin limbung ke depan, terjatuh di atas tubuh Hyunbin. Hyunbin melongok memperhatikan pemandangan di balik punggung Woojin, tempat tembakan itu berasal. Maniknya menemukan Minhyun yang berdiri dan gemetar, senapan laras pendek milik Hyunbin tersemat di genggaman bocah sepuluh tahun itu.
Minhyun terjatuh, terlalu lemas untuk berdiri kembali. Air matanya mengalir turun, membasahi pipinya yang memar. Bibirnya menggumamkan kata maaf tanpa suara pada Woojin yang meraung kesakitan.
"Kerja bagus," gumam Hyunbin. Pria itu perlahan menyingkirkan tubuh Woojin ke samping dan duduk. Sejenak ia mencengkram sisi kepalanya yang terasa pusing, memberikan gelengan berulang guna mengusir sakit yang bersarang, kemudian berdiri dengan sedikit limbung.
Perlahan ia berjalan, menghampiri Minhyun, lalu berjongkok di hadapan anak laki-laki itu. Telapaknya mengusap surai hitam Minhyun lembut. Sebuah senyuman melengkung membentuk garis seni di wajah Hyunbin.
"Maaf aku terlambat."
Hyunbin menarik tubuh Minhyun dalam dekapan. Tangis Minhyun segera pecah. Bocah itu meremat kemeja Hyunbin kuat, seakan tak mau melepaskan cengkramannya meski hanya satu detik. Hyunbin menarik tubuh Minhyun agar semakin merapat kemudian menggendongnya. Telapak kirinya berulang kali mengusap punggung sempit Minhyun, menenangkan tangis yang justru terdengar semakin keras.
Hyunbin sempat menghentikan langkahnya untuk melirik Woojin. Satu senyuman miring menjadi tanda kemenangan bagi Hyunbin. Woojin menggeram rendah melihat ejekan yang dilontarkan padanya. Hyunbin sendiri tak repot-repot untuk menanggapinya. Ia memilih untuk berlalu, meninggalkan Woojin yang berteriak dengan sisa kekuatannya.
Keduanya menuruni tangga diiringi tangis Minhyun. Hyunbin sempat tersentak, menghentikan langkahnya ketika menemukan satu pria kurus dengan kulit yang sangat putih tengah sibuk menembaki Daniel dan Jaehwan sembari berjalan mundur. Pria itu barulah menghentikan tembakannya ketika menyadari kehadiran Hyunbin dan Minhyun di belakangnya.
"H-Harele?," bisik Minhyun di sela isakannya. "M-maafkan aku- hiks."
"Kau Harele?," manik Hyunbin bergerak naik dan turun, memperhatikan sosok manis di depannya tanpa melewatkan satu detail pun. "Sebaiknya kau urus suamimu sebelum ia mati kehabisan darah."
Harele membanting senapan di tangannya dan segera berlari menaiki tangga di lantai dua. Wajahnya menyiratkan rasa khawatir dan ketakutan. Langkahnya terhuyung, namun pria itu tampaknya tak memperdulikan kondisi kesehatannya sendiri. Bahkan ia menghentikan begitu saja aksi tembak menembaknya.
"Sebaiknya kita pergi."
Jaehwan melangkah terlebih dahulu, melindungi Hyunbin dan Minhyun dari sisi depan, sementara Daniel mengekori ketiganya dari belakang dengan tatapan waspada. Tidak sulit untuk mencapai mobil Hyunbin yang beruntungnya masih baik-baik saja, tidak seperti deskripsi Jaehwan yang mengatakan dirinya dihujani peluru. Kali ini, Daniel dan Jaehwan yang duduk di bangku depan dengan Daniel sebagai pengemudi. Minhyun dan Hyunbin duduk di bangku belakang dengan Minhyun yang masih menempel erat pada Hyunbin.
Tubuh bocah berusia sepuluh tahun itu gemetar hebat. Hyunbin menemukan banyak luka yang menghias diri Minhyun, luka yang tentu saja tak pernah Hyunbin temukan sebelumnya. Hyunbin mengeratkan dekapan pada Minhyun dan menenggelamkan wajahnya di ceruk leher yang lebih muda. Ia tampak tak terganggu dengan bau sperma yang menguar dan rasa lengket yang berpidah ke tubuhnya.
"Maaf, maafkan aku," gumam Hyunbin berulang kali tanpa rasa bosan. Dekapannya begitu posesif, seakan tak memberi ruang bagi Minhyun untuk menarik nafas dengan wajar. Minhyun tak dapat berbuat banyak, karena ia sendiri di satu sisi membutuhkan pelukan erat itu guna menghangatkan tubuhnya.
"Ini," Jaehwan mengejutkan keduanya dengan cara menyampirkan jas miliknya pada pundak sempit Minhyun, menutupi tubuh telanjang sang bocah.
"Can you just fuck off?"
Jaehwan menaikkan pandangnya, menatap lurus pada manik Hyunbin. "Sebaiknya kau mempertimbangkan tawaranku, Hyunbin."
Hyunbin mengerti, tawaran apa yang Jaehwan maksud, dan ia tentu takkan menanggapi permintaan sang sahabat. Keduanya memilih untuk saling melempar tatapan sengit tanpa dapat berbuat banyak. Dengan lengan yang terluka dan sebuah luka yang belum juga sembuh, Hyunbin dan Jaehwan melemparkan rasa kesalnya.
Daniel berdeham, memecah suasana tak nyaman di dalam mobil. Maniknya melirik Hyunbin dari kaca spion. "Kita pulang?"
"Rumah sakit," Hyunbin melirik Minhyun dan Jaehwan dengan tatapan dalam. "Ada dua orang yang sangat membutuhkan penanganan."
"Wait wait, kau tidak menganggap salah satu dari kedua orang itu adalah aku, bukan?"
"Jaehwan," Daniel mendesah panjang, membantu Hyunbin untuk menjawab sang kawan. "Bisakah kau mendengarkan kami sekali saja?"
"Wow! Kalian membuatku merinding," Jaehwan terbatuk dengan penuh kepura-puraan. "Sejak kapan Kang Daniel dan Kwon Hyunbin berubah menjadi seorang pria melankolis seperti ini?"
.
.
.
. · . ✦ ⋆ ˚ ♥️ ⋆ ˚ ° ♡ • ˚ ⋆ 🖤 ˚ ⋆ ✦ . · .
To be continue
. · . ✦ ⋆ ˚ ♥️ ⋆ ˚ ° ♡ • ˚ ⋆ 🖤 ˚ ⋆ ✦ . · .
.
.
.
.
.
.
.
.
a/n: aku tau kok notif hp kaleean semwa sepi. Makanya aku berkontribusi dengan meramaikan notif hp kaleean tiap hari.
Anggep aja notif dari doi, oqe?
Sengaja aku apdet pagi soalnya mau jalan jalan cantiq pake q dulu nanti, terus malemnya lanjoot nulis chap selanjutnya. Kerja lembur bagai kuda bos q, demi kaleean semwa doi doi tersayanq♡♡
XOXO,
Jinny Seo [JY]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top