-d i x ▪ s e p t。

you guys kudu nonton Escape Room bcs iTS LIIITTTT AF. Mungkin agak bosen di awal awal, aku pun gitu. Tapi hMmm🌚

.
.
.

「 ✦ ᴛ ʀ ᴀ ᴘ ᴘ ᴇ ᴅ。 」

.
.
.

Minhyun tak repot-repot mengingatkan dirinya untuk memelankan teriakan dan geramannya. Berulang kali ia menghentakkan kaki dengan wajah memerah. Guanlin sendiri tetap melanjutkan tawanya, menyadari bahwa tuannya tidak menahan dirinya untuk melakukan hal tersebut.

Hyunbin yang juga berdiri disana justru terkekeh. Telapaknya mengacak surai Minhyun yang kini menjadi lebih dekat untuk digapai. "Tidak apa, kau sudah dewasa, right?"

Sialan!

Andai saja tuannya tau, bahwa ia adalah objek fantasi Minhyun, entah bagaimana nasib dan rasa malu Minhyun. Kalau boleh, ia ingin sekali memendam wajahnya di bak pasir dan tak menemui Guanlin dan juga Hyunbin selama satu abad penuh. Ayolah, ia tidak bermaksud untuk berteriak, ia hanya-sangat terkejut.

Seumur hidupnya, meski Minhyun mengetahui hal-hal berbau seks, ia tak pernah mendapat bayangan mengenai kegiatan seks. Memang, ia sering melihat wanita-wanita yang mendedikasikan diri mereka di dunia prostitusi. Kawasaki adaah tempat dimana kau hanya perlu berkedip untuk menemukan bagian gelap dalam kehidupan. Tapi- gila! Mimpi basahnya semalam benar-benar gila!

Minhyun mengubur wajahnya pada telapak tangan, membiarkan Guanlin yang berjongkok di sisi mesin cuci dan terpingkal, atau juga Hyunbin yang menepuk pundaknya berulang kali seakan Minhyun baru saja memenangkan judi di klub milik Hyunbin. Pria itu tampak bangga dan Minhyun nyaris berpikir untuk memecahkan kepalanya dengan Colt 1911 berwarna emas miliknya. Yah, Hyunbin memberikan pistol sebagai hadiah ulang tahun. Gila, tapi Minhyun tidak menolak. Sebab dari awal pun, tampaknya ia memang harus hidup di dunia bawah tanah.

"Tuan, ini memalukan!"

Hyunbin tak menyembunyikan tawanya. "Setidaknya, aku mengerti kau adalah remaja yang sehat, Minhyun. Kau tidak mau harus dipaksa untuk bermimpi basah bukan?"

Dipaksa?

Sial! Otaknya benar-benar kotor. Bayangan akan tubuh Hyunbin yang mengungkung dirinya, mencengkram kedua telapak tangannya di atas kepala sehingga ia tak berdaya- shit, Minhyun membenci mimpi basah melebihi apapun!

Minhyun menggeram. Jemarinya segera mencubit lengan kokoh Hyunbin yang bertengger di bahunya. Tatapannya menajam, meski semburat merah terlukis dengan sangat jelas disana.

"Berhenti menggodaku!"

"Kenapa?," Hyunbin menoleh, memberikan senyum miring pada Minhyun yang terbakar rasa malu. "Apa ada yang salah dengan mimpi basahmu, sayang?"

Ya, ada! Kau ada di dalamnya!

Minhyun ingin menjeritkan kalimat yang terus mengisi kepalanya. Apa ia ingin mempermalukan dirinya sendiri? Tidak. Minhyun mengatupkan bibirnya rapat-rapat, menolak untuk membalas kalimat tanya Hyunbin.

"Karena kau sudah cukup dewasa, setidaknya dalam pandanganku, bagaimana kalau kita pergi ke Wahl malam ini?"

Wahl VVIP Club, klub milik tuannya yang berdiri sejak kedatangan Minhyun di Korea. Minhyun tidak pernah kesana, meski ia merajuk sekali pun, Hyunbin tidak pernah membawanya. Pria itu benar-benar menjaga Minhyun, tak membiarkan pengaruh buruk dari luar meracuni Minhyun. Andai pria itu menyadari bahwa ia sendiri sebenarnya turut meracuni Minhyun kecil.

Minhyun menghela nafasnya. "Sudah pasti itu bukan sebuah tawaran," maniknya bergerak memutar. "Tuan pasti akan memaksaku."

"Oh, jadi Minhyun yang kukenal sudah tidak tertarik dengan Wahl?"

"Bukan begitu-argh! Okay, aku mau!," Minhyun memutar tubuhnya, beranjak dari ruang cuci dengan langkah menghentak. "Jangan mengikutiku ke kamar!"

Satu bantingan pintu terdengar keras dan menggema, menginterupsi Guanlin yang kian terpingkal. Pemuda itu nyaris limbung kalau saja tak segera menahan tubuhnya dengan salah satu telapaknya di lantai. Pria 24 tahun itu tampak sangat bahagia menertawakan rasa malu Minhyun.

Minhyun bersumpah ia akan melakukan perhitungan dengan hyungnya yang satu itu.

.
.
.

* . · . ♥️ ˚ 🖤 . · . *

.
.
.

Hyunbin benar-benar mengajari Minhyun banyak hal. Ia membantu Minhyun untuk setidaknya baik dalam menggunakan pistol, dan usahanya tidak sia-sia. Minhyun sudah cukup mahir dengan benda itu, ia bisa saja mengganti Colt 1911 miliknya dengan pistol yang lebih pro, namun ia tampaknya sudah terlalu nyaman dengan pistol emasnya.

Bukan hanya itu. Hyunbin juga mengajari Minhyun tentang bisnis yang Hyunbin jalankan. Hyunbin sendiri memiliki dua sisi pekerjaan, yakni terang dan gelap. Untuk bisnis bersihnya, Hyunbin menjadi seorang distributor produk elektronik yang tentu saja mengantongi izin pemerintah. Untuk bisnis gelap? Tentu saja sebagai pemasok senjata dan juga pemilik klub VVIP dimana segala hal yang tidak mungkin menjadi mungkin.

Kini Minhyun terdampar di klub Hyunbin. Ia memilih untuk duduk manis di lantai base dan menikmati pertunjukan bartender dari balik meja bar. Satu buah rocks glass berisi Rosé Spritzer bertengger di hadapan pemuda itu. Tentu saja Hyunbin yang memesankan, dengan pengawasan dan kadar alkohol rendah. Minhyun akui, ia menyukai minuman itu. Rasanya- ah, bagaimana Minhyun menjelaskannya? Yang jelas, untuk sebuah permulaan, minuman itu tidak terlalu keras namun tetap memberi tendangan pada dirinya.

Hyunbin sudah menghilang di lantai upper base. Tampaknya pria itu tengah membicarakan sesuatu mengenai senjata yang baru saja datang dengan salah satu pelanggannya. Minhyun tidak ingin repot-repot mengikuti tiap langkah Hyunbin, karena pria iti sendiri telah mempercayai Minhyun dan tak lupa menaruh Colt 1911 emas di balik jaket denim Minhyun untuk berjaga-jaga.

Minhyun memperhatikan tiap sudut klub dan merekamnya dengan sebaik mungkin di dalam kepala. Tentang segala riuh dan euforia, Minhyun kini sudah mendapatkan gambaran mengenai hal itu semua. Kepalanya terus menoleh, hingga sebuah tangan bersandar di pahanya dan mengusapnya pelan.

Minhyun terkejut. Ia kira, itu Hyunbin. Nyatanya? Bukan. Netra Minhyun menemukan sosok pria yang mungkin berusia 40 tahun dengan jas dan senyum licik. Pria itu tampak ingin melahap Minhyun di meja bar saat itu juga. Minhyun bergidik, tangannya mulai mecengkram telapak sang pria dan menahannya untuk tidak mengusap pahanya.

Bahkan mimpi basahnya bekerja jauh lebih baik dari rangsangan yang pria tua itu berikan, sial.

"Berhenti melakukan itu-"

"Berapa hargamu, jalang kecil?," pria itu bersuara dengan nada merendahkan. Maniknya menatap Rosé Spritzer Minhyun dan mendengus. "Kau baru datang kemari hm? Lihat lihat, minuman beralkohol rendah itu."

Minhyun melirik bartender yang kini tengah menatapnya seraya membersihkan gelas-gelas minuman dengan serbet. Maniknya bergetar, bukan karena rasa takut, tapi karena ia ingin menghantam kepala pria tua itu dengan botol Rum yanh berderet.

"Aku bukan jalang, dan menjauhlah."

"Ayolah, aku sudah sering melihat jalang-jalang kecil sepertimu berkeliaran," pria itu mendekat secara tiba-tiba, kemudian mengendus aroma kopi yang samar dari tubuh Minhyun. "Kalian benar-benar panas dan binal di atas ranjang."

Minhyun merotasikan maniknya jengah. Nyaris saja ia mengeluarkan pistolnya, kalau tak ingat bahwa Hyunbin berpesan untuk tidak membuat keributan. Minhyun kembali menjauhkan tangannya dari pistol yang tersembunyi dan menghela nafas panjang.

"Aku juga tau pria sepertimu," balas Minhyun yang tengah menyesap minumannya. "Pria yang memindahkan otaknya ke selangkangan."

Pria itu menjilat bibirnya, merasa tertantang dengan Minhyun. "Berikan aku Negroni," ucapnya pada bartender tanpa repot-repot menoleh. Tak perlu waktu lama, minuman itu sudah terhidang di hadapan sang pria.

Bartender itu tersenyum, mendorong gelas kaca berisi Negroni pada sang pelanggan. "Jika aku jadi kau, aku tidak akan melakukannya," ucap bartender seraya memberikan kedipan mata pada sang pria tua.

"Apa? Mendekati bocah seperti dia?," pria itu tertawa. Satu teguk meluncur, menjadi jeda percakapannya dengan bartender. "Kau tidak tau betapa liarnya mereka."

Minhyun jengah. "Kubilang berhenti menyentuhku, tuan."

"Oh? Kau ingin langsung ke permainan inti? Lihat lihat!," pria itu mengarahkan telunjuknya pada Minhyun dengan penuh semangat. "Anak muda memang selalu terburu-buru dan mudah panas."

"Aku bisa melaporkanmu," geram Minhyun. Sebuah tawa meluncur sebagai tanggapan atas ancaman pemuda itu.

"Coba saja! Memang siapa yang kau miliki disini?"

Minhyun mendecih. Ia ingin sekali menelepon Hyunbin dan mengumpat pada tuannya agar menendang pria tua ini keluar. Tapi ia tidak ingin mengganggu bisnis tuannya di atas sana, meski Minhyun mengerti, tuannya pasti akan bergegas turun jika ia meminta.

"Shut up, dan menyingkir dariku. Kau bahkan lebih bau dari ruangan penuh asap rokok."

Pria itu tidak menyerah, dan ia menjadi lebih berani. Dengan cepat, ia menarik leher Minhyun dan mulai mengendusinya. Satu jilatan menjadi peringatan keras dalam otaknya bahwa ia harus menghantarkan satu timah panas pada pria itu. Masa bodoh menghindari keributan, Minhyun benar-benar marah dan mulai merasa takut.

"I said, fuck off-!"

Minhyun menarik pistol dari balik jaket denimnya, tepat ketika tubuh pria itu terhempas mundur dan jatuh di lantai klub, menimbulkan bunyi berdebum keras karena tubuh berisinya. Pria itu mengaduh dan nyaris mengumpat, kalau saja netranya tidak menangkap sosok menjulang berbalut pakaian dominasi biru tua. Minhyun pun sama terkejutnya dengan pria itu. Maniknya menatap Hyunbin yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakang sana. Pria itu menyisir surainya dengan gerakan menggoda, kemudian membungkuk.

"Ah, jadi kau yang melakukannya?," ucap Hyunbin dengan nada main-main.

Semua terjadi begitu cepat. Hyunbin menyambar pistol milik Minhyun, dan dalam satu detik, peluru menembus paha pria tua itu. Ingar bingar klub perlahan mereda, digantikan dengan pekikan dan jeritan terkejut dari tiap sisi kala harus mendengar tembakan Hyunbin.

Minhyun membola dalam duduknya. Maniknya menangkap jelas darah yang mulai merembes dari balik celana kain pria tua itu. Hyunbin tampak sangat marah. Pistol Minhyun kembali diarahkan pada sang pria.

"Bagian tubuh mana yang kau gunakan untuk menyentuh milikku?"

Pria itu bergerak panik. Bibirnya berulang kali mengucapkan kata maaf dan meminta ampunan pada Hyunbin. Jelas kata-kata itu hanya menjadi angin lalu di telinga Hyunbin. Lihat saja, bagaimana rahangnya yang kian mengeras karena emosi.

"Tuan-," Minhyun menarik lengan kiri jas biru tua yang Hyunbin kenakan, meminta atensi yang lebih tua.

"Katakan padaku," Hyunbin menoleh, memberikan senyum tipis yang bukanlah sebuah senyuman pada Minhyun. Nadanya memaksa, dan Minhyun tak bisa melanjutkan kata-katanya yang diputus begitu saja. "Bagian tubuh mana saja yang ia gunakan untuk menyentuhmu?"

Minhyun menunduk, menolak tatapan yang dilemparkan terang-terangan oleh pengunjung klub yang lain pada dirinya. "T-tangan dan l-lidah."

Hyunbin menggeram. Ia justru mengembalikan pistol Minhyun pada sang pemilik, kemudian menarik nafas panjang. Satu tatapan bahaya yang diikuti senyum seakan menjadi pertanda atas kematian sang pria.

"Tampaknya kita harus berbicara, bukan begitu?"

"Tidak!," pria itu menjerit dan meraung, mencoba melepaskan diri dari dua pengawal yang telah menyeret tubuhnya menjauh. Perlahan, riuh musik mulai mengisi lagi, meski beberapa pengunjung masih menatap Hyunbin dan Minhyun bergantian.

"Aku akan kembali," Hyunbin tersenyum. Telapaknya mengacak surai Minhyun, menyampaikan salam perpisahan. Minhyun jelas segera mencengkram jas Hyunbin, menahan langkah pria itu.

"A-apa yang akan k-kau lakukan dengannya?"

Hyunbin melangkah mendekat. Wajahnya kini berada di sisi daun telinga Minhyun yang terasa berdengung. Meski ibu jari Hyunbin mengusap punggung tangan kirinya, Minhyun tetap tak dapat memelankan detak jantungnya yang sudah gila-gilaan. Satu bisikan Hyunbin menjadi es yang membekukan tubuh Minhyun seketika.

"Aku rasa, untuk yang satu ini, kau belum boleh mengetahuinya."

.
.
.

* . · . ♥️ ˚ 🖤 . · . *

.
.
.

Minhyun tak berani untuk mendongak dan menemukan Hyunbin yang mencengkram kemudi mobil dengan cara yang mengerikan. Cukup sekali ia melirik, bagaimana buku-buku jari pria itu memutih dan beberapa urat menonjol dari balik kulitnya. Setelah kembali dari percakapannya dengan pria yang menggerayangi tubuh Minhyun, Hyunbin langsung menyeret Minhyun untuk pergi dari Wahl.

Minhyun menggigit bibirnya. "T-tuan?," bisiknya, berusaha berani untuk bersuara dan meminta atensi yang lebih tua.

Hyunbin tak menjawab. Ia tetap terfokus pada jalanan. Meski begitu, Minhyun mengerti, ia boleh melanjutkan berbicara. Satu tarikan nafas Minhyun raih, memberanikan dirinya sekali lagi.

"A-apa aku boleh bekerja d-di Wahl?"

Ckiitt!

Minhyun mengaduh keras ketika Hyunbin membanting setir ke kiri, menepi pada sisi jalan. Pria itu menoleh, menatap Minhyun dengan tajam melalui maniknya yang dipenuhi emosi. Minhyun hampir tak ingat kapan terakhir tuannya marah padanya, seperti saat ini.

"Katakan sekali lagi," geram Hyunbin dengan suara yang sialan rendahnya.

Minhyun meremat telapak tangannya. Kepalan di bawah sana menjadi penolong baginya untuk berani. "A-aku ingin bekerja di Wahl-"

Brrakk!

Kalimat Minhyun terputus, sebab sang pemilik tubuh tersentak melihat Hyunbin yang memukul kemudi dengan keras. Kepalanya menunduk, menolak tatapan membunuh Hyunbin. Keringat entah sejak kapan sudah membasahi kening yang lebih muda.

"Tidak akan."

"T-tuan, dengarkan aku-," Minhyun meremat sedikit bagian pada lengan jas biru laut Hyunbin. "A-aku hanya ingin membantumu. Aku tidak melakukan apapun di rumah, aku- aku menyukai Wahl."

Hyunbin menarik dagu Minhyun, memaksanya untuk lebih dekat dengan wajahnya yang memerah. "Kau tidak akan pernah menginjakkan kakimu lagi disana, understand?"

"Tidak!," Minhyun mendorong bahu Hyunbin menjauh. "Aku akan bekerja di Wahl. L-lagipula- lagipula apa gunanya aku di rumah?! Apa gunanya diriku di matamu, tuan! Kau bukan pria baik yang secara sukarela membiayai seseorang dan menghidupinya!"

Sorot manik Hyunbin berubah. Minhyun melihatnya. Minhyun melihat, bagaimana tuannya nyaris melepaskan emosinya. Pria itu nyaris kelepasan, tampak seperti setan yang hendak meloloskan diri dari balik penjara.

Hyunbin menendang pedal di bawah kemudi. Ia mengerang panjang. Hyunbin menyentak dagu Minhyun dan membuang wajahnya, memilih untuk menatap jalanan di sisi tubuhnya. Keheningan menjalar, membungkam keduanya yang larut dalam pemikiran mereka masing-masing.

Minhyun adalah yang pertama menarik nafas dan melanjutkan ucapannya. "Maafkan aku," bisiknya. "A-aku hanya ingin membantumu, tuan. Kumohon- kumohon biarkan aku bekerja dan aku tidak akan membangkang, I promise you."

Minhyun bangkit dari bangku penumpang dengan susah payah. Ia bergerak, mendekat pada Hyunbin, dan menarik rahang tegas tuannya lembut. Keduanya kembali beradu mata, melemparkan pandang dalam situasi tegang.

Cup!

"Please?"

Kecupan mendarat pada bibir tebal Hyunbin. Keduanya terkejut, bahkan Minhyun sangat terkejut. Bagaimana ia bisa melakukan hal itu? Kenapa tubuhnya bergerak sendiri? Minhyun tidak bermaksud untuk mengecup bibir tuannya dan memohon dengan raut yang pastinya- sangat menggoda.

Senyuman yang terlukis di wajah Hyunbin menjadi pembangkit alarm dalam kepala Minhyun. Hyunbin berbalik, mendorong bahu Minhyun, dan mengungkung pemuda itu dalam bangkunya sendiri. Wajah Minhyun memerah, melihat bagaimana Hyunbin menatap dirinya lamat.

"Darimana kau belajar melakukan ini, Minhyun?"

"A-aku-"

"Pastikan kau tidak melakukan kesalahan," Hyunbin berbisik di sisi telingan Minhyun dengan nada seduktif. Lidahnya terasa panas menyapu daun telinga itu, menggoda Minhyun yang nyaris melenguh. "Do you know why?"

Minhyun menggeleng.

"Karena aku tidak akan menahan diriku lagi, and I'll punish you hard for your mistake. Do you understand now?"

Kepalang basah. Ia sudah tak dapat melangkah mundur kembali.

Minhyunlah yang memancing bahaya untuk dirinya sendiri.

.
.
.

. · . ✦ ⋆ ˚ ♥️ ⋆ ˚ ° ♡ • ˚ ⋆ 🖤 ˚ ⋆ ✦ . · .
To be continue
. · . ✦ ⋆ ˚ ♥️ ⋆ ˚ ° ♡ • ˚ ⋆ 🖤 ˚ ⋆ ✦ . · .
.
.
.
.
.
.
.
.

a/n: aku spill tea tentang Addicted tuh di atas. Bagian "dan juga pemilik klub VVIP dimana segala hal yang tidak mungkin menjadi mungkin."

APAQA MINHYUNBIN AKAN NAYANA?

ya pastilah.

Sabar guise, ini semakin mendekati akhir🌚

eh enggak deng, kan masih ada ma- hehe(:

XOXO,
Jinny Seo [JY]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top