-d i x ▪ n e u f。

maaf ya udah nunggu lama tapi pendek dan ngga se-greget addicted hikd. aku udah berusaha tapi dapetnya segini doangT^T

.
.
.

「 ✦ ᴛ ʀ ᴀ ᴘ ᴘ ᴇ ᴅ。 」

.
.
.

Mungkin, Minhyun belum sepenuhnya mengerti dengan jalan pikir tuannya. Sang pemuda hanya dapat melemparkan tatapan keheranan saat melihat senyum di wajah tuannya; senyum itu adalah senyum lembut yang pula di sisi lain terasa begitu menyesakkan, entah kenapa. Mau tak mau, ia menurut saja ketika telapak tangan Hyunbin terulur, menyambutnya bak tuan putri yang baru saja turun dari kendaraan istana. Tinggal selama sepuluh tahun bersama sang tuan membuat Minhyun agak paham dengan perangai tuannya. Tentang tatapan ketidaksukaan sang tuan, tatapan jahilnya, tatapan memujanya. Semua, Minhyun pernah menemui semuanya, tapi tidak untuk kali ini.

Minhyun tidak repot-repot menyembunyikan tatapan keheranan miliknya. Wajahnya memerah dan pias di saat yang sama. Pikiran-pikiran buruk akan ruang bawah tanah dan kemungkinan lain yang dapat saja terjadi menciptakan sedikit penolakan yang tentu saja ditepis oleh Hyunbin dengan mudah. Setiap kali Minhyun mencoba untuk menyentak tubuhnya mundur, Hyunbin akan menoleh dengan bibir terkatup rapat dan cengkraman yang kian mengerat. Anehnya, Minhyun tidak menangkap raut penuh amarah di wajah tuannya. Raut itu sama datarnya dengan garis bibir tebal sang tuan.

Sekarang, Minhyun sadar, ia tak dapat melakukan penolakan apapun lagi. Percuma saja ia berusaha melepaskan cengkraman Hyunbin atau menghentikan langkahnya, sebab, Hyunbin mungkin tidak ragu untuk mematahkan tangannya dan kembali meminta Minhyun untuk mengikuti langkahnya entah kemana. Minhyun jelas menolak posibilitas itu. Ia masih membutuhkan tangannya, untuk makan, misalnya.

"T-Tuan?"

Minhyun memiringkan kepala, mencoba mengikuti pergerakan Hyunbin melalui matanya. Tubuhnya berdiri kaku di depan sofa depan tv, tak tau harus berbuat apa setelah ini. Jadi, ia memilih untuk memperhatikan bagaimana tuannya di dapur sana sibuk bergerak melintasi ruangan. Mulai dari cup es krim besar yang tidak pernah Minhyun konsumsi langsung sebab sang tuan melarangnya dengan imbuhan kata "kau bisa sakit", tumpukan camilan yang lagi-lagi tidak pernah Minhyun konsumsi sebanyak itu karena larangan sang tuan, dua botol soda menyusul kemudian dalam cengkraman Hyunbin. Pria itu santai saja melangkah kembali ke sofa, menghiraukan Minhyun yang masih berdiri kaku dengan degup jantung berhamburan.

"Kenapa kau berdiri? Tidak mau duduk?"

Minhyun bungkam. Maniknya yang semula memandang Hyunbin, kini turun ke lantai di bawah mereka. Aneh, tatapan lawan bicaranya di depan sana tidaklah tajam, justru tampak keheranan karena Minhyun tidak juga bergerak barang satu senti pun. Tapi, Minhyun tetap merasakan perasaan itu. Perasaan sesak yang menjalari dadanya, membuat bulu kuduknya menegang tanpa alasan pasti. Kepalanya nyaris menggeleng, kalau saja sang tuan tidak memotong keinginannya untuk menolak.

"Kemari."

Minhyun melirik tepukan halus di paha tuannya, dimana pria itu meminta Minhyun untuk duduk di pangkuannya. Minhyun akan dengan sukarela melakukannya, kalau saja situasi tidak terasa membingungkan seperti ini. Otaknya sama sekali tidak menemukan korelasi antara kegiatan menggodanya dengan tumpukan jajanan di meja dan pangkuan sang tuan. Ragu, ragu sekali ketika Minhyun memutuskan untuk mulai melangkah kecil dan duduk perlahan di paha Hyunbin. Sebelum pinggangnya benar-benar membawa pantatnya turun dan duduk dengan beban penuh di paha Hyunbin, telapak Hyunbin sempat mencengkram kuat disana, meminta Minhyun untuk berhenti sejenak.

Minhyun menoleh ke belakang, menatap manik tuannya dengan awas dan penuh keraguan. Minhyun hanya dapat merasa helai tipis yang menutupi tubuh bagian bawahnya sudah tanggal, menyisakan pantatnya yang tak terhalangi apapun. Sayang, Hyunbin tidak membalas tatapan pemuda di depannya. Ia sibuk merogoh laci lemari kecil di sisi sofa, kemudian kembali pada percakapan keduanya setelah menggenggam botol kecil berwarna ungu transparan. Dalam posisinya yang setengah jalan untuk duduk, Minhyun melihat dari balik bahu dengan nafas berat dan sarat akan ketakutan saat sang tuan menurunkan zipper celananya sendiri dan melumuri batang penisnya banyak-banyak dengan cairan ungu transparan itu.

"Sit down."

Minhyun menggeleng dengan berani. Maniknya melebar. Sayang, kekuatannya jelas takkan sebanding dengan Hyunbin yang sudah mencengkram kedua sisi pinggangnya dan menariknya turun. Tubuh Minhyun limbung dan terjatuh di atas pangkuan Hyunbin. Penis itu masuk, menusuk langsung tanpa persiapan apapun pada tubuh Minhyun yang tidak pernah merasakan atau melakukan seks seperti ini.

Jeritan Minhyun terdengar menyakitkan, mengisi hingga sudut ruang mansion milik Hyunbin. Tubuhnya meringkuk dan nyaris tersungkur ke depan, kalau saja Hyunbin tidak melingkarkan kedua tangannya di perut Minhyun, menjaga agar tubuh itu tidak terjatuh lemas ke lantai. Minhyun terisak, selaras dengan getar tubuhnya yang tidak berhenti. Kedua tungkainya yang mengambang di udara seketika merapat ke depan, berusaha menutupi dirinya, meski sia-sia karena lutut Hyunbin menghalangi gerak kakinya.

Hyunbin lantas membawa tubuh itu ke belakang, memintanya bersandar di dada bidang Hyunbin. Sebuah jilatan dan gigitan kecil mendarat di daun telinga kanan milik Minhyun. Hela nafas Hyunbin yang terasa membakar mungkin juga menjadi slaah satu alasan merahnya daun telinga itu.

"You'll gonna be the nicest one for me, don't you?," Hyunbin mengecup daun telinga Minhyun sebagai jeda dari kalimatnya. "Then, keep mine on yours as long as I want. Is that clear, Minhyun?"

Kata-kata yang ada di kepala Minhyun tersangkut di ujung tenggorokan, sebelum akhirnya menghilang dalam pusaran memabukkan yang digaungkan otaknya. Minhyun tak dapat memberikan jawaban apapun selain cicitan kecil yang bahkan tak jelas apa maknanya. Hanya ada rintih kesakitan disana. Minhyun bersumpah ia hendak memberikan jawaban, namun, kata-kata itu seakan menguap bersama kewarasannya.

Sakit.

Sakit.

Minhyun menyesal melakukan ini. Ia hanya tidak mengerti bahwa bermain-main dengan Hyunbin adalah kesalahan yang begitu besar. Bodohnya ia, yang bahkan tidak memiliki tubuhnya sendiri, mencoba untuk menentang Hyunbin sebagai pemiliknya. Dalam rasa pening yang mendera hebat, Minhyun menyadari satu hal yang selama ini telah terpampang jelas di depan matanya. Sehebat apapun Minhyun, ia tetap akan menjadi kecil jika disandingkan dengan Hyunbin dan dominasinya.

Kepala Minhyun terkulai lemah, menyandar pada bahu kokoh Hyunbin di belakang sana. Nafasnya sempat terputus dengan janggal di beberapa tarikan, diikuti dengan sentakan kecil tubuhnya. Kelopak mata Minhyun memejam dengan aliran air mata yang masih turun melintasi pipinya. Pusing, kepalanya berdenyut memikirkan keadaan yang tengah terjadi antara dirinya dan Hyunbin. Setiap kali ia mencoba bergerak kecil, penis itu akan menggesek di dalam tubuhnya yang masih merasa ngilu. Jelas gesekan itu berakibat buruk pada Minhyun, baik ketika nafasnya terputus karena rasa sakit yang menjalar, atau saat ia sadar bahwa anggota tubuhnya mulai dari pinggul ke bawah berubah mati rasa, pun mungkin saat sisi dalam dirinya merintihkan kata nikmat tanpa tau malu.

"Kau tidak mau menonton tv, dear?"

Hyunbin melirik dengan keangkuhan dan sikap penuh percaya diri saat mendapati Minhyun masih berada dalam dunianya sendiri. Pemuda kecilnya belum sepenuhnya sadar dan kembali pada situasi mereka saat ini. Hyunbin jelas dengan sengaja menyentak sekali penisnya di dalam sana, mendatangkan pekikan dari celah bibir Minhyun. Perlahan, pemuda itu mengerjapkan matanya meski begitu lambat dan sayu.

"Aku bertanya padamu. Jangan membuatku lebih marah dari saat ini."

"A-Aku hh m-mau me-nonton hiks! ah! S-sakit t-tuan nghh."

"Tontonlah," Hyunbin memilih abai dengan rintih kesakitan Minhyun. Tubuhnya bergerak maju, hendak mengambil bucket es krim di depan keduanya. Sengaja, tentunya. Hyunbin paham, apa yang ia lakukan saat ini justru melesakkan penisnya semakin dalam di bawah sana. Dalam rengkuhan Hyunbin, Minhyun bergetar hebat. Maniknya berputar, tak lagi sanggup menerima bagaimana Hyunbin mengerjai tubuhnya. Gumam halus yang cukup panjang terdengar saat pangkal penis Hyunbin berhasil menggesek prostat Minhyun.

"S-Sudah ahh!"

"Sudah?," Hyunbin terkekeh, mengejek Minhyun yang semakin meringkuk dalam pelukan lebar Hyunbin. "Tidak," balasnya singkat. "Kita bahkan belum sampai lima menit dan kau sudah meminta untuk berhenti? Oh dear, I'm disappointed with you."

Tubuh kurus dalam rengkuhan Hyunbin mencoba menggeliat. Kepalanya menoleh terpatah. Dengan manik dipenuhi air mata, Minhyun memandangi Hyunbin. Sorot matanya menunjukkan rasa khawatir dan takut. Kedua perasaan itu kembali merayapi dirinya, membuatnya teringat, bahwa ia tak ingin membuat Hyunbin marah. Terang marahnya sosok Hyunbin hanya akan mendatangkan petaka lain bagi Minhyun.

Dengan cicitan pelan, lebih seperti seekor tikus yang tercekik lehernya, Minhyun berucap. "M-maaf, m-nghh m-maaf tu-an hh."

"Sekarang kau memanggilku tuan?," Hyunbin melontarkan kalimat bernada terkejut pada Minhyun. Tatapannya yang terfokus pada satu sendok es krim penuh mengiringi hingga sendok itu sampai di depan bibir Minhyun. Belum sempat yang lebih muda membuka lebar bibirnya, sendok metalik itu sudah mendorong masuk, tak peduli dengan rasa sakit di rahang Minhyun. Minhyun tersedak dan nyaris muntah, namun tatapan tajam Hyunbin yang secara non-verbal menyuruhnya untuk menelan es krim dalam mulutnya berhasil memukul mundur rasa mual di dalam perutnya.

"Siapa yang ingin memanggilku master tadi?," Hyunbin melempar sendok metalik itu ke lantai. Lebih tepatnya, membanting sendok itu hingga berdenting nyaring. Minhyun terlonjak dan tak sengaja menggerakkan tautan keduanya di bawah sana. Pemuda itu tampak ingin mendesah, namun lagi-lagi, tatapan tajam Hyunbin seakan memerangkapnya untuk tidak mengacau. "Percuma saja kau makan dengan sendok. Semua anggota tubuhmu saat ini benar-benar tidak ada gunanya, right, dumb slut?"

Air mata yang membendung kemudian meledak dan turun mengaliri pipi Minhyun. Digigitnya bibirnya sendiri kuat-kuat, berharap isak dan tangisannya berhenti. Ia mencoba abai dengan rasa ngilu yang timbul setelah mendengar perkataan tuannya. Minhyun tau bahwa Hyunbin adalah sosok kasar yang dapat menghancurkan apapun sesuai keinginannya. Hanya saja, Minhyun tidak menyangka tuannya akan mengatakan hal seburuk itu padanya.

Alis tebal Hyunbin tertaut menjadi satu. Pria itu tampak tidak senang dengan terkatupnya bilah bibir Minhyun. Telapak tangan kirinya yang semula melingkari perut Minhyun seketika merangkak naik dan membawa rahang Minhyun dalam cengkraman kuat. Minhyun meringis, kembali merasakan sakit pada anggota tubuhnya. Kedua telapak tangannya terkepal erat di atas lutut Hyunbin, menahan beban dirinya sendiri agar tidak terlalu jatuh di atas pangkuan Hyunbin.

"Answer me."

Minhyun mencoba meraba-raba dalam dirinya sendiri, mencari jawaban terbaik yang diinginkan oleh Hyunbin. Pikirannya yang kusut tak dapat merangkai kata apapun. Maka, Minhyun mencoba untuk membeo, mengulangi kalimat menyakitkan yang Hyunbin lontarkan sebelumnya.

"A-aku― t-tidak ada gunanya― hh hiks!"

"Useless for?"

"F-for you, m-master."

Mungkin Hyunbin tengah tersenyum di belakang sana. Kecupan ringan di tengkuk Minhyun terasa melebar. Deru nafasnya menjadi lebih meningkat, entah kenapa. Minhyun sudah tak ingin memikirkan jawaban apapun lagi atas rasa bingung yang melanda dirinya. Ia memilih untuk pasrah saat jemari Hyunbin yang entah sejak kapan telah terbalut es krim, masuk mendorong ke dalam mulutnya. Perasaan mual kembali datang ketika jari itu mendorong masuk hingga pangkal tenggorokannya. Minhyun terbatuk, tapi Hyunbin tak sekalipun memberi jeda pada sang pemuda untuk bernafas.

"Biasakan dirimu," Hyunbin menarik mundur tangannya sebelum kembali melesakkan jari-jari panjangnya dalam mulut Minhyun. "Mungkin, aku akan menggunakan mulutmu jika dia lebih dapat diandalkan ketimbang lubangmu di bawah sana."

Minhyun mencoba mengelak ketika imajinasinya bermain dengan liar. Bayangan Hyunbin menyentakkan kejantanannya ke dalam mulut Minhyun hingga ia tak dapat bernafas entah kenapa hinggap dalam kepalanya. Minhyun dapat membayangkan tempo hentakan pinggul tuannya jika hal itu benar-benar terjadi. Dipastikan ia akan muntah dan jatuh lemas di antara kaki tuannya karena tempo kasar yang ia terima.

"Stupid cry baby," Hyunbin menarik paksa jarinya dari mulut Minhyun yang mulai terbiasa dengan jari-jarinya. Matanya melirik nakal pada botol soda di atas meja. Dengan sengaja, ia mendekatkan bibirnya pada sisi daun telinga Minhyun dan berbisik. "Kau haus? Aku punya soda untuk anak nakal sepertimu."

Kepala di depan Hyunbin menggeleng ribut. Tubuhnya mencoba menahan Hyunbin yang sudah bergerak ke depan dan meraih botol soda dalam genggamannya. Minhyun tampak merutuki dirinya sendiri yang tidak mampu menepis sedikitpun paksaan Hyunbin. Kelopak matanya melebar, menatap horror pada botol soda yang sudah dibuka dan mengarah pada bibirnya. Telapak tangannya mencengkram lengan Hyunbin, mencoba menggoyahkan cengkraman kuat di rahangnya.

"Uhuk! Uhuk uhuk― ugh hhk!"

Minhyun melempar kepalanya sendiri ke samping, membiarkan soda yang masih banyak tumpah di atas kemeja yang ia kenakan. Ia terbatuk dengan cara yang menyakitkan. Hidung dan tenggorokannya terasa begitu panas, terbakar oleh letupan yang terkadung dalam soda. Matanya banjir oleh air mata hingga memerah. Sebelah tangan Hyunbin yang semula digunakan untuk mencengkram rahang Minhyun segera melingkar kembali di perut Minhyun, menahan tubuh itu agar tidak tersungkur.

"Kau tau, Minhyun?," Hyunbin menghela nafasnya. Tangan kanannya mengembalikan botol soda ke atas meja. "Setiap kali aku melakukan sesuatu padamu, dirimu― di bawah sini, dia berkedut kuat. Itu membuatku gila."

Telapak tangan kanannya mengusap pelan pada penis Minhyun yang entah sejak kapan sudah banjir precum. Hyunbin mengusap batang penis itu dengan cukup kuat. Genggamannya terasa menyakitkan dan gila di saat yang sama. Cengkraman itu akan menguat ketika mendekat pada puncak penis Minhyun, kemudian melonggar pada pangkal penis. Beberapa kali, Hyunbin akan berhenti dan melingkupi kepala penis Minhyun cukup lama, membuat yang lebih muda meronta kesakitan.

"Kau tidak boleh keluar," Hyunbin menegur dengan suara rendah. "Apa aku tampak sudah puas denganmu saat ini? Bahkan menjaga penisku di bawah sana saja kau tidak bisa, tapi dengan beraninya kau hendak keluar, Minhyun?"

"K-kumohon―hh, a-aku lelah hiks! S-sudah, no more, I'm s-sorry―hahh! S-sakit, s-sakit― Minhyunie doesn't l-like it―hh hiks."

Hyunbin menggeram pelan. Tanpa peringatan, dua telapak tangannya mencengkram pinggul Minhyun dan mulai bergerak. Temponya cepat, begitu teratur dan tidak memberi kesempatan bagi Minhyun untuk bernafas dengan normal. Tiap tusukannya terasa tepat mencumbu prostat Minhyun. Erangan, rintihan, isakan― semuanya mengalun begitu indah dari bibir Minhyun bagaikan nyanyian penuh candu.

Tubuh Minhyun terhentak-hentak di atas pangkuan Hyunbin. Punggungnya menyandar lemah pada dada Hyunbin, tidak lagi kuat untuk menopang dirinya sendiri agar tetap tegak di atas pangkuan tuannya. Kepalainya yang terkulai mau tak mau ikut tersentak karena pergerakan Hyunbin. Pusing memang, namun tenaga Minhyun seakan terlah terkuras habis hanya karena menjaga batang penis tuannya di bawah sana. Minhyun lemas, dan Hyunbin menyadari itu.

"Come, dear. Come for me. Be the nice one for me, sweetheart."

Gigitan pada daun telinga Minhyun menghantarkan Minhyun pada pencapaiannya. Sperma yang beberapa kali gagal meluncur keluar, kini menyembur dengan begitu deras dari uretranya. Kepala Minhyun mendorong kuat bahu Hyunbin. Vokalnya melengking kembali, persis seperti saat Hyunbin memintanya duduk di pangkuannya dengan penis menancap di dalam rektum tanpa persiapan apapun. Tubuh itu menggigil hebat dalam pelukan hangat Hyunbin. Kelopak mata Minhyun yang sudah memejam, kian mengerat saat merasakan lelehan panas yang begitu aneh di dalam dirinya. Menyadari deru nafas Hyunbin memberat, membuat Minhyun tersadar, bahwa pria itu juga baru saja mencapai pelepasannya.

Keduanya diam, saling memburu nafas dan banjir oleh keringat. Pakaian yang dikenakan keduanya sudah begitu licin untuk disentuh. Harusnya, keduanya beristirahat sekarang, namun Hyunbin tampak belum mau melepaskan tautan keduanya di bawah sana. Pria itu justru asyik memeluk Minhyun dan menciumi sisi wajahnya. Sempat Minhyun melirik, menangkap tatapan menyesal terukir di bola mata Hyunbin.

"Oh dear, jangan lakukan seperti itu lagi, paham? Aku tidak ingin menyakitimu."

"Hnghh h-huh?"

Hyunbin terkekeh, kembali medapati Minhyun yang masih belum kembali pada kesadaran total. Pemuda itu masih terbang di atas awannya sendiri dengan nafas kelelahan. Tidak ada yang lebih menggemaskan dari pemandangan yang Hyunbin dapati saat ini.

"Jangan menggodaku lagi," Hyunbin mengecup pipi Minhyun panjang, seakan mengatakan bahwa keduanya harus bangkit dari sofa dan membersihkan diri― serta kekacauan di atas sofa. "Masih mencari hukumanmu, Minhyun?"

"Nhh n-no, Minhyunie s-sorry―"

Hyunbin menanggapi dengan senyuman tipis. Wajah pria itu ditenggelamkan pada ceruk leher Minhyun yang berkeringat. Tiga tarikan nafas sebelum Hyunbin menggumam pelan, namun cukup jelas untuk menyentil sedikit bagian dari kesadaran Minhyun. "I love you."

.
.
.

. · . ✦ ⋆ ˚ ♥️ ⋆ ˚ ° ♡ • ˚ ⋆ 🖤 ˚ ⋆ ✦ . · .
To be continue
. · . ✦ ⋆ ˚ ♥️ ⋆ ˚ ° ♡ • ˚ ⋆ 🖤 ˚ ⋆ ✦ . · .
.
.
.
.
.
.
.
.

a/n: ya gusti apa apaan coba ini, aneh banget....... pENDEK PULA, CUMA 2400AN KATA, HUWEEEE.

sumpah, maaf ya, cuma kena segini.
aku emang rencana ga mau pake gif kayak, ehem, addicted. soalnya ternyata setelah kuliat-liat, addicted tuh kotor banget dan bANYAK YANG MASIH MUDA DISINI, UGH GOD—

jele banget kan...... astaga, maaf:((

With luv,
Jinny.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top