-d i x ▪ h u i t。
disini umur Minhyun lompat lagi. Tolong dibaca yang teliti oqe, aku ga mau jawab: loh kok ×× tahun? Plieaseu, diri ini sudah menjabarkannya...
.
.
.
「 ✦ ᴛ ʀ ᴀ ᴘ ᴘ ᴇ ᴅ。 」
.
.
.
"Hey?"
Satu sentakan pada bahu sempit itu seketika memecahkan lamunan sang pemuda. Ingar bingar yang semula tersamar, perlahan mulai menguat dan memekakkan telinga. Wahl kali ini tampak lebih ramai dari hari-hari biasanya. Sahut menyahut suara memenuhi kembali otak sang pemuda.
Minhyun memejamkan kelopak matanya erat. Dua jarinya bergerak mengurut pangkal hidungnya yang terasa berdenyut. Kilas memori bak kereta ekspres mendadak terputus di tengah jalan.
"Kau baik-baik saja? Haruskah aku memanggil Tuan Besar?"
Minhyun menggeleng. Telapaknya balas menepuk pundak pemuda yang berdiri di sisinya dan menatap Minhyun penuh kekhawatiran. "Aku tak apa, Kenta. Aku bisa melanjutkan ini."
"Benarkah?," Kenta menekuk sudut bibirnya ke bawah. Menggemaskan dengan wajah sendu yang dibuat-buat. "Aku tidak ingin digantung oleh Tuan Hyunbin, aku masih menyayangi nyawaku!"
Minhyun tertawa. Kenta adalah bartender baru di Wahl. Keduanya, Minhyun dan Kenta, adalah teman sepantaran. Tak heran keduanya cepat dekat meski Kenta tentu saja menaruh hormat tinggi pada Minhyun. Perbedaan keduanya yang cukup mencolok adalah: Minhyun sosok yang tenang, dan Kenta adalah sosok penuh energi. Tapi tampaknya Minhyun sendiri nyaman-nyaman saja ketika harus mendengar celoteh Kenta tentang anjing terlantar yang ia temukan, atau hal menarik lainnya.
Kenta manis, dan Minhyun menyukainya. Ia ingin sekali memiliki setidaknya satu manusia di rumah Hyunbin yang seperti Kenta, bukannya Guanlin yang menyebalkan dan tuannya yang terlalu protektif.
Terlalu protektif? Sangat.
Manik Minhyun melirik sekilas pada baris penjaga di lantai upper base yang menatap dirinya tajam. Itu bawahan Hyunbin, dan tentu saja ditugaskan untuk mengawasi Minhyun dari kejauhan. Pria itu tidak pernah benar-benar melepaskan Minhyun sendirian begitu saja, bahkan ketika ada Kenta di sebelahnya.
Minhyun menarik nafas panjang. "Aku tidak apa, Kenta, sungguh. Hanya teringat masa lalu."
"Oh ya?," Kenta menumpu wajah di kedua telapak tangannya. "Ceritakan padaku! Apa yang kau pikirkan, Minhyun?"
"Hanya teringat kejadian empat tahun lalu-"
"Empat tahun lalu?," Kenta memekik tertahan di sela keramaian. "Itu- ng, usia 17 tahun. Apa yang terjadi pada dirimu di usia itu, Minhyun? Apa kau bertemu dengan Tuan Hyunbin di usia itu? Menarik!"
Minhyun terkekeh. "Sayangnya, tidak. Itu saat dimana aku pertama kali bekerja di Wahl- dan aku sudah bertemu dengan tuan sejak lama, jauh sebelum itu."
"Wah! Kau bekerja di usia 17 tahun? Hebat! Dan- katakan padaku, kapan kau bertemu dengan Tuan Hyunbin? Apa Tuan Hyunbin tetap tampan seperti saat ini? Apa dia bertambah tua?"
"Tentu saja ia bertambah tua, dia manusia, Kenta," Minhyun meraih satu gelas yang berada di deret di hadapannya, kemudian mulai melanjutkan kegiatannya yang tertunda. Telapaknya mulai bekerja membersihkan gelas-gelas mahal itu. "Dan aku sudah bertemu dengannya sejak berusia sepulu-"
"Sepuluh tahun?! Are you kidding me? Wah, kalian sudah bersama sejak saat itu? Itu sudah sebelas tahun, Minhyun!"
Minhyun tertawa kecil. Sebelas tahun? Entahlah, semuanya terasa begitu cepat. Bahkan ia tak menyadari bahwa ia sudah mengusik kehidupan tuannya sebelas tahun lamanya. Mulai dari sosok tuannya yang tempramen hingga sosok yang begitu baik, Minhyun sudah menghapalnya. Bahkan ia tau apa saja kebiasaan tuannya ketika tengah berada di mood tertentu.
"Ternyata sudah selama itu, aku baru mengingatnya."
"Ayolah!," Kenta mulai merapat pada tubuh Minhyun. Sikunya bergerak, menyenggol lengan kawannya berulang kali dengan alis yang juga bergerak naik turun. "Apa saja yang sudah- yah, kau tau maksudku. Yang sudah kau lalui?"
"Huh?," Minhyun menghentikan kegiatannya. Ia memilih untuk meletakkan gelas yang sudah ia bersihkan, kemudian menatap Kenta dengan tatapan terkejut. "Lalui- lalui apa? Apa yang seharusnya kulalui?"
"Oh, pretending? Kau tau jelas maksudku, Minhyun. Kalian pria dewasa, tidak mungkin kalian, ano- kalian belum pernah melakukannya."
Tawa nyaris menyembur dari balik bilah bibir Minhyun. Melakukan- seks? Ayolah, silahkan berbicara dengan Hyunbin yang bahkan tak pernah menyentuh tubuh Minhyun selain pinggangnya, untuk menarik Minhyun ke dalam pelukan atau juga mendekatkan posisi tidur keduanya. Garis bawahi, bukan berarti Minhyun mengharapkan tuannya menggila dan menyetubuhinya. Ia hanya sangat- sangat penasaran dengan tuannya yang aneh.
Minhyun melanjutkan kembali pekerjaannya. Bibirnya mengulum senyum tipis untuk Kenta. "Melakukan seks? Tidak pernah. Hapus kata itu dari kamus mesummu, Kenta."
"APA?!," kali ini Kenta benar-benar menjerit, bukan lagi sekedar memekik. Ia tak peduli dengan pelanggan di meja bar yang menatap keduanya keheranan, atau juga para penjaga Hyunbin yang saling berbisik kebingungan.
"Kami tidak pernah, Kenta."
"Impossible! Kalian- kalian sudah bersama selama sebelas tahun!," Kenta terhuyung dengan dramatis. Punggung telapak tangannya bersandar pada kening, bersikap seakan ia baru saja dihantam rasa pusing yang kuat. "Bahkan pasangan suami istri yang saling membenci saja akan melakukan seks dalam sebelas tahun pernikahan mereka!"
Minhyun mengendik. "Sayangnya, kami bukan pasangan suami istri, Kenta. Mana mungkin kami melakukannya."
"Tidak tidak, aku tidak percaya!," Kenta menarik nafasnya berulang, menenangkan dirinya yang diserang keterkejutan. "Setidaknya, kalian pasti pernah hampir melakukannya! Katakan padaku kalian pernah nyaris melakukan hubungan seks!"
Kaset memori kembali terputar. Minhyun menerawang, mengingat apakah Hyunbin pernah nyaris menyetubuhi dirinya. Satu kejadian seketika menyala terang, meminta Minhyun untuk menaruh atensi pada memori itu. Kepalanya mengingat saat dimana ia memohon untuk bekerja di Wahl, dan Hyunbin memojokkan tubuhnya di dalam mobil hanya untuk memperingatkan agar Minhyun tidak melakukan kesalahan dan sesuatu tentang- hukuman?
Apa itu bahkan bisa disebut nyaris menyetubuhi Minhyun? Jelas tidak.
"Sekali lagi, sayang sekali, Kenta. Kami bahkan tidak pernah nyaris melakukan seks. Hapus segala bayangan manismu tentang hubungan kami, okay? Kami- hubungan kami agak sedikit aneh."
"Aneh? Ayolah, kalian sangat sangat tidak wajar!"
"Aku serius!," Minhyun turut menekuk sudut bibirnya ke bawah, persis seperti yang Kenta lakukan. "Tuan memang dapat bersikap baik denganku atau juga memanggilku sebagai miliknya dan juga sayang, tapi jika aku membuatnya marah, ia juga dapat menggantung kepalaku sebagai pajangan di Wahl. Mengerti? Lebih baik tidak usah, hubungan kami memang rumit. Aku maklum jika kau tidak paham."
"That's insane! Apa yang ia katakan tentang membuatnya marah? Atau tentang mengacau? Pernahkah kau mencoba untuk mengacau ketika kau dewasa?"
"Ng- tuan mengatakan sesuatu tentang, entahlah, punishment? Dan aku tidak pernah mengacau, okay? Aku juga masih menyayangi kepalaku."
"Wait- he said... what?"
"Punishment? Hukuman? Ayolah, ia dapat mengurungku di ruang bawah tanahnya dan membiarkan aku kelaparan selama dua hari. Aku yakin tuan akan melakukan sesuatu seperti itu."
Kenta mendelik tak percaya. Minhyun- bodoh atau terlampau bodoh?
"Okay, listen to me," Kenta segera mengalungkan tangannya pada bahu Minhyun dan memutar tubuh pria itu. Kini keduanya sudah memunggungi para bodyguard di lantai upper base sana.
"A-apa yang akan kau katakan?"
"Minhyun, pernahkah kau mencoba untuk menggoda Tuan Besar?"
"Kau gila?!," Minhyun memberontak dalam rangkulan Kenta. "Aku masih menyayangi nyawaku! Meski tuan sudah bersikap baik denganku, bukan berarti ia tidak akan membunuhku, mengerti?"
"Aku bertanya- apa kau pernah mencoba untuk menggodanya?"
"Tentu saja tidak!"
"Kenapa?," Kenta memiringkan kepalanya, terheran dengan sikap Minhyun yang begitu denial. "Ia memanggilmu sayang, miliknya, dan berbagai panggilan manis lainnya. Apa kau tidak mau mengonfirmasi rasa sayang Tuan Besar padamu? Bagaimana jika Tuan Besar berselingkuh?"
"Ayolah! Aku bahkan sudah menciut ketakutan terlebih dahulu ketika tuan mengancam akan menghukumku jika aku melakukan kesalahan- dan kau memintaku untuk menggodanya? Takada Kenta, sadarlah!"
"Kalau begitu, katakan padaku," Kenta menarik Minhyun semakin dekat, sehingga bisik keduanya terdengar jelas di antara keramaian klub. "Apa yang kau rasakan ketika ia mengancam akan- menghukummu?"
Minhyun mulai menggigit bibirnya. Maniknya berlarian, merasa tak nyaman harus mengingat keadaan saat itu. "A-aku- aku merasa takut, jantungku berdebar, ng t-tubuhku panas, juga- tuan menjadi sangat berbahaya, aku tidak ingin membuatnya marah."
"Itu dia!," seru Kenta.
"H-huh?"
"Kau hanya perlu menggodanya, astaga demi Zeus dan Poseidon, apa Tuan Besar mengurungmu di gua?"
"Jika yang kau maksud adalah tidak boleh keluar dari rumahnya sama sekali, maka itu berarti, ya. Tuan mengurungku di rumahnya."
"Okay, dia mengerikan-," Kenta meneguk salivanya cukup berat. Kepalanya mulai membayangkan bagaimana kehidupan Minhyun selama sebelas tahun di dekat Hyunbin. "Ah, tapi bukan itu yang hendak kukatakan! Aku sedang membahas tentang-"
"Apa yang sedang kalian bicarakan?"
Baik Minhyun maupun Kenta, keduanya segera menoleh terkejut mendengar suara berat yang terkesan santai di antara keramaian. Bahkan di sela ingar bingar, suara itu tetap dapat menarik atensi dengan cepat. Jantung Minhyun nyaris terhempas jatuh melihat Hyunbin sudah duduk di kursi bar dengan jas yang dibiarkan tergantung begitu saja di kedua bahu lebarnya. Pria itu menarik senyum tipis, cukup untuk membuat kedua manusia di balik bar memutar tubuh mereka kikuk.
"T-tuan-"
"T-Tuan Besar-"
"Larut sekali dalam bisik-bisik hm, sampai tidak menyadari kedatanganku?," Hyunbin meletakkan gelas Boulevardiernya perlahan. Pandangannya mengiringi gelas itu hingga menyentuh meja bar. Tatapannya bergerak naik dengan cepat, menangkap basah Minhyun dan Kenta yang menegang.
"Atau kalian sedang membicarakan diriku?"
Kenta nyaris jatuh terduduk kalau saja Minhyun tak mencengkram telapaknya kuat-kuat, menahan kawannya untuk tidak terjatuh. Keduanya segera menggeleng, menjawab pertanyaan Hyunbin detik itu juga.
"K-kami- kami hanya, umn-"
"Sayang, jangan berbicara. Kau tidak pintar berbohong. Mungkin Kenta dapat menjelaskan dengan lebih baik, bukan begitu, Takada?"
Minhyun beranjak dari balik bar. Langkah menuntunnya untuk mendekat pada Hyunbin. Minhyun tak tega membiarkan Kenta mengatup dan membuka bibirnya bak ikan kehabisan nafas karena mendengar todongan Hyunbin.
"T-tuan- kau membuat Kenta takut," gumam Minhyun seraya merapikan helai rambut Hyunbin yang terjatuh dari tatanannya dan mengganggu kening sosok itu.
Hyunbin terkekeh. Telapaknya menahan tangan Minhyun yang bekerja di rambutnya, kemudian mengecup punggung jari-jarinya. "Aku hanya bertanya- tapi tampaknya kalian benar-benar membicarakanku."
"Hanya sedikit, okay? H-hanya, ugh- sudahlah, tuan membuat kami terkejut!"
"Kalian tidak akan seterkejut itu jika tidak membicarakan sesuatu yang cukup rahasia, honey."
Cup!
Minhyun menekuk wajah memerahnya kesal. Tuannya itu tidak akan berhenti bertanya dan Minhyun pasti akan menjawabnya tanpa sadar. Maka dari itu Minhyun tak memiliki pilihan lain untuk membungkam tuannya selain dengan menciumnya. Lihatlah! Pria itu tampak senang dengan sogokan Minhyun padanya untuk tidak bertanya lebih banyak.
"Sudah, jangan bertanya lagi!"
"Aku hanya penasara- nh!"
Lagi. Ciuman lain untuk membungkam sang dewa kegelapan. Kali ini Minhyun bermain sejenak dengan bibir tebal yang sialnya kenyal dan empuk bak permen jeli itu. Gigi Minhyun bekerja menggigit-gigit kecil, sementara lidahnya menyapu bibir tuannya.
Minhyun melepaskan ciuman panas keduanya dengan nafas terengah. Maniknya menangkap lengan Hyunbin yang mengambang di udara, tampak hendak merengkuh Minhyun untuk semakin dekat ketika ia mencium bibir tuannya. Hyunbin hanya tersenyum lembut. Telapak tangannya yang mengambang bergerak cepat untuk mengusap surai Minhyun.
"Kita akan pulang sebentar lagi," ucap pria itu seraya bangkit dari duduknya dan berjalan menuju tangga penghubung lantai base dan upper base.
Minhyun terdiam. Bukan, bukan karena jadwalnya untuk pulang- yah, Hyunbin mematok jam kerja Minhyun hanya dari pukul tujuh hingga sebelas malam. Hanya saja, ada pikiran yang seketika berkecamuk di dalam otaknya.
Minhyun tidak bodoh untuk melihat gurat nafsu meski hanya sesaat di manik kelam Hyunbin ketika ia menciumnya.
Apakah tuannya menahan dirinya selama ini?
.
.
.
* . · . ♥️ ˚ 🖤 . · . *
.
.
.
"Sayang, kenapa kau diam saja?"
Minhyun, sekali lagi dalam malam yang sama, tersentak dari lamunannya. Kepalanya menoleh cepat, terkejut menemukan Hyunbin yang sudah menghadap pada dirinya dan menatap dengan raut khawatir. Telapak tangan Hyunbin mendarat pada kening Minhyun.
"Apa kau sakit? Terlalu lelah bekerja di Wahl?"
Minhyun menggeleng.
"Lalu? Apa karena aku mengejutkanmu tadi?," Hyunbin menurunkan telapaknya. Maniknya menyorot kian sendu pada Minhyun. "Aku menganggu kalian? Ah, aku tidak bermaksud-."
"T-tidak apa," Minhyun mencoba memaksa tawanya. Menyadari bahwa keduanya telah sampai di kediaman Hyunbin, ia memilih untuj segera turun dari mobil, meninggalkan Hyunbin yang menatap penuh keheranan.
Minhyun melangkah terlebih dulu, berjalan dengan tergesa untuk segera masuk ke dalam rumah. Selain karena udara dingin yang terasa menusuk kulit, juga karena ia ingin cepat-cepat menghindar dari Hyunbin yang memanggil namanya berulang kali.
"Honey, apa kau marah denganku?"
"Tidak!," Minhyun melebarkan kelopak matanya terkejut. "Aku tidak marah denganmu, tuan. I mean, untuk apa-? Aku tidak memiliki alasan untuk marah, sungguh."
"Lalu, kenapa kau diam saja hm?"
"Aku- aku hanya sedang memikirkan sesuatu."
Hyunbin tersenyum, mengerti dengan penjelasan Minhyun. Ia paham, Minhyun adalah sosok yang selalu memiliki kelebihan pertanyaan di dalam otaknya. Itu sebabnya Minhyun sering tampak berpikir keras atau melamun.
"Aku akan masuk dulu ke dalam kamar, kau bisa menyusul setelahnya. Hari ini kita tidur di kamaku, right?"
Hyunbin berlalu setelah mengecup kening Minhyun dengan hangat. Baru beberapa langkah ia ambil, suara panggilan sontak menahan langkahnya. Hyunbin menoleh, menatap Minhyun yang tengah berjalan mendekat dengan tatapan heran.
"Ada apa, sweetheart?"
Haruskah?
"T-tuan?"
"Ya, sayang?"
"Apa- apa aku boleh memanggilmu m-master?"
Hyunbin memundurkan kepalanya, mencoba menatap manik Minhyun yang tersembunyi di balik poninya. Telapaknya mencekal pergelangan tangan Minhyun, menahan yang lebih muda untuk tidak membuka kancing kemejanya lebih dari tiga.
"Bukankah kau selalu memanggilku tuan, sayang? Ada apa hm? Kenapa mendadak kau mau memanggilku master?"
"Tuan," Minhyun bergumam dengan suara lebih jernih dan jelas dari sebelumnya. Kepalanya mendongak, menatap Hyunbin yang sudah membatu dalam keterkejutan. "Apa aku boleh memanggilmu master?"
"What's wrong with you, darling?"
"Aku berbicara dan tidak fokus dengan pekerjaanku hari ini, apa itu adalah sebuah kesalahan?"
"T-tidak juga-"
Minhyun mendekap Hyunbin dengan wajah memerah. Masa bodoh dengan degup jantungnya yang berpacu, ia tak peduli kalau saja Hyunbin dapat mendengar detak kacau itu. Minhyun menjilat bibirnya yang seketika terasa kering dengan ganjil.
"Apa kau tidak ingin menghukumku karena itu, master?," bisik seduktif terdengar menggema pada indera pendengaran.
Kewarasan Hyunbin hancur dengan cepat karenanya.
"Trying to get your punishment, lil slut?"
Tubuh Minhyun menegang. Perlahan ia memundurkan wajahnya dari ceruk leher tuannya. Senyum terkembang, menghias raut wajah Hyunbin yang belum pernah Minhyun lihat sebelumnya.
Minhyun benar-benar memanggil sosok kegelapan itu untuk muncul.
"Aku tidak mengerti, siapa yang mengajarimu untuk berbuat seperti ini hm? Ah, atau selama ini kau memanglah seorang jalang?"
"Do you want to know?," Minhyun menggigit bibir Hyunbin dengan gerakan main-main. Telapak tangannya menarik Hyunbin untuk lebih dekat dengan dirinya, sehingga ia tak perlu kepayahan untuk berbisik padanya.
"I'm your slut, master-."
.
.
.
. · . ✦ ⋆ ˚ ♥️ ⋆ ˚ ° ♡ • ˚ ⋆ 🖤 ˚ ⋆ ✦ . · .
To be continue
. · . ✦ ⋆ ˚ ♥️ ⋆ ˚ ° ♡ • ˚ ⋆ 🖤 ˚ ⋆ ✦ . · .
.
.
.
.
.
.
.
.
a/n: udah tau kan chap depan apa?(:
Habis aku apdet chap ini, aku mau bertapa lagi, sama kayak waktu aku nulis chap nayana Addicted, aku butuh waktu biar hasilnya maksimal. It means, aku sendiri ga tau berapa banyak hari yang perlu aku habisin untuk bikin satu chapter.
Yang ga mau baca boleh nagajuseyo karena pasti sinful bengad chap itu.
Kenapa aku lompat cepet banget? Abis 17 tahun sekarang 21? Aku ga mau lama lamain, biar something bisa tertulis dan mengisi chap Trapped yang udah banyak ini.
Aku keliatan galak ga sih.
Maafkan, akhir akhir ini moodku mengatakan aku harus jadi a rude person?
XOXO,
Jinny Seo [JY]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top