Aku ga suka damai, cweh.
.
.
.
「 ✦ ᴛ ʀ ᴀ ᴘ ᴘ ᴇ ᴅ。 」
.
.
.
Hyunbin adalah manusia yang benar-benar aneh bagi Minhyun. Sekejap, ia dapat menjadi sosok yang mengerikan dan jahat, menyakiti dirinya tanpa peduli apapun yang dapat terjadi. Namun di keadaan lain, Hyunbin dapat menjadi sosok yang penuh perhatian, begitu baik dan tak berpura-pura.
Seperti saat ini.
Minhyun tak dapat menahan rahangnya yang bergerak turun ditarik gravitasi. Ia terkejut, sangat. Maniknya tak berhenti memperhatikan ramai yang selama ini ia impikan. Kebahagiaan dimana-mana, dan sosok serius Hyunbin tampak tak terganggu dengan itu semua.
"Apa yang mau kau lakukan pertama, hm?"
Minhyun menolehkan kepalanya terpatah, menatap Hyunbin yang berdiri tegak di sisinya. Maniknya masih membola. Hyunbin benar-benar menjadi sosok yang lain kali ini. Bukannya menjawab pertanyaan Hyunbin, Minhyun justru memilih untuk meremat telapak Hyunbin yang menggandengnya.
"T-tuan-"
Hyunbin menaikkan alisnya. Pria itu tentu tak dapat mendengar panggilan Minhyun di tengah keramaian seperti saat ini. Ia kemudian berjongkok, mensejajarkan dirinya dengan Minhyun, sehingga ia dapat mendengar suara Minhyun di antara keramaian.
"What's wrong?"
Minhyun menggigit bibirnya kuat. "A-aku minta maaf jika aku berbuat salah-"
"Apa maksudmu, sayang?"
"A-apa tuan marah denganku-?," Minhyun meneguk salivanya, membasahi tenggorokannya yang tercekat. Maniknya sekali lagi memastikan sekeliling. "Kenapa t-tuan mengajakku kemari? A-apa tuan akan menghukumku lagi setelah ini?"
"Kenapa kau bertanya seperti itu?"
Minhyun tak dapat menahan genangan air mata di balik kelopaknya. "T-tuan menakutkan jika menjadi b-baik seperti ini."
Minhyun tak menyangka, yang ia dapatkan adalah tawa dari Hyunbin. Tawa, benar-benar sebuah tawa tanpa maksud merendahkan disana. Minhyun seharusnya merasa lega, bukannya bergidik ketakutan melihat Hyunbin menjadi baik untuk sementara ini.
Ibu jari Hyunbin mengusap air di ujung mata Minhyun. Satu kecupan hangat mendarat di pipi Minhyun, menenangkan sosok kecil itu. "Kau mau ice cream?," tanya Hyunbin, bukannya menjawab pertanyaan yang dilontarkan Minhyun tadi.
Minhyun dilanda rasa bingung. Ia ingin menjawab tidak, karena tuannya benar-benar tak dapat diprediksi saat ini. Ia takut, kalau saja ia mengiyakan pertanyaan Hyunbin, apakah ia akan dimarahi nantinya? Atau sikap Hyunbin saat ini adalah sebuah topeng semata? Tapi Hyunbin sendiri tampak tak menerima penolakan. Setelah mengusap puncak kepala Minhyun dan tersenyum, pria itu kembali menggandeng sang bocah dan mengajaknya berjalan menuju kedai es krim di taman hiburan itu.
"Duduklah disitu," Hyunbin menunjuk salah satu bangku kosong di kedai es krim, meminta Minhyun untuk duduk disana sementara ia memesan es krim.
Minhyun justru tak melepaskan tautan tangan keduanya. Ia mengeratkannya, bahkan nyaris melukai telapak tangan sang tuan dengan kuku-kukunya yang cukup panjang. Hyunbin menghela nafasnya melihat sikap Minhyun yang tampak begitu takut dan waspada.
"Hey, lihat," Hyunbin memutar kepala Minhyun perlahan, hingga Minhyun melihat pemandangan yang ia maksud. "Semua orang saling berinteraksi disini. Aku tentu tidak mungkin memarahimu, sementara semua orang mencari kebahagiaan disini. Mengerti?"
Minhyun mengangguk terpatah meski ia masih ingin membantah. Telapaknya perlahan melepaskan Hyunbin, membiarkan pria itu untuk memesan es krim bagi keduanya. Minhyun segera duduk di bangku kosong yang Hyunbin maksud, dan mengawasi tuannya dari kejauhan. Ia tak ingin berpikiran buruk, namun tetap saja, bukan berarti tidak ada kemungkinan tuannya akan meninggalkan dirinya disini.
Sembari memperhatikan tuannya, Minhyun mulai mengingat, perbuatan apa saja yang ia lakukan sehingga tuannya mengajak ia ke taman hiburan. Ia rasa tuannya sudah tak mempermasalahkan tentang sikapnya di telepon, sebab ia telah mendapatkan tamparan di pipi untuk hal itu.
Lalu apa?
Apa karena ia terbangun dengan mimpi yang sangat buruk?
Kenapa tuannya harus peduli dengan dirinya?
Minhyun mengubur wajahnya di balik telapak tangan yang bertumpu pada meja. Kepalanya berdentam, memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi, tanpa mengindahkan kemungkinan Hyunbin yang bisa saja ingin berbuat baik pada dirinya untuk saat ini.
Seingat Minhyun, setelah keduanya sarapan dalam diam dengan Minhyun di pangkuan Hyunbin, keduanya melakukan hal yang tak pernah dilakukan sebelumnya. Keduanya menonton televisi, karena ajakan Hyunbin dan Minhyun tak menolak. Setelahnya, Hyunbin menggendong Minhyun dan memandikannya, mengajaknya berbicara mengenai taman hiburan yang menarik, kemudian memilihkan pakaian untuk Minhyun kenakan. Minhyun tak mengerti ketika tuannya mengajaknya berpergian dengan mobil tuannya adalah untuk datang ke taman hiburan.
Hela nafas panjang meluncur dari bibirnya. Minhyun memilih untuk mengabaikan sejenak pemikiran-pemikirannya, dan memilih untuk menatap keramaian di taman hiburan. Banyak tawa, banyak kebahagiaan, banyak hal menyenangkan yang memacu jantung Minhyun. Tak dipungkiri, rasa bahagia Minhyun meletup, mengacaukan kerja pacu peredaran darahnya sendiri.
Ayolah, Minhyun adalah sosok berusia sepuluh tahun yang mengimpikan hal ini! Minhyun tak mungkin mengunjungi taman hiburan di Kawasaki, sebab taman hiburan di sana sudah ditutup oleh pemerintah. Diduga, terjadi transaksi pasar gelap di taman hiburan itu. Menyedihkan, tapi itulah resiko yang sering terjadi di kawasan-kawasan penuh dosa.
"Minhyun."
Minhyun mendongak, terkejut ketika melihat Hyunbin telah kembali dengan sepasang es krim di tangannya. Pria itu menjulurkan keduanya, meminta Minhyun untuk memegang es krim mereka.
"Jaga es krim itu sebentar, aku akan kembali-"
"Tidak!," Minhyun menatap Hyunbin dengan pupil bergetar. Nyaris ia menjatuhkan es krim keduanya kalau saja Hyunbin tidak menahan tangannya. "T-tuan tidak boleh pergi, tidak! J-jangan meninggalkanku."
Hyunbin terkekeh, merasa gemas melihat Minhyun yang ketakutan ketika ia hendak pergi sejenak. "Aku hanya pergi ke toilet, sayang. Duduklah disini, dan jadilah anak manis, okay? I promise you, i'll be back as soon as possible."
Detik berlalu cukup lama ketika Minhyun menimang perkataan Hyunbin. Dengan berat hati, Minhyun mengangguk, mengizinkan Hyunbin untuk pergi. Yang lebih tua tersenyum sekali lagi, menepuk puncak kepala Minhyun, kemudian berlalu. Sepasang manik Minhyun menatap punggung Hyunbin lekat, memastikan tuannya benar-benar pergi ke toilet, mengunci tatapannya ketika tuannya masuk ke dalam sana, dan menunggu dengan perasaan waspada.
.
.
.
* . · . ♥️ ˚ 🖤 . · . *
.
.
.
Hyunbin menghela nafasnya. Pandangannya menatap lurus pada bayangan dirinya di pantulan cermin toilet. Telapaknya masih saling menggesek, membersihkan jemarinya di bawah pancuran air kran wastafel. Raut cerah terlukis jelas di balik wajah datarnya.
Aneh, Hyunbin merasa dirinya menjadi orang yang aneh hari ini. Ia terlalu banyak tersenyum dan tertawa. Kedua hal itu bukanlah sesuatu yang wajar untuk seorang Kwon Hyunbin yang tempramen.
Semua hal berjalan dengan sangat terkendali. Suasana hatinya benar-benar baik tanpa emosi. Dimulai dari laporan tentang perampasan harta milik seseorang yang mengkhianati kerja sama dengan dirinya, juga tentang senapan laras panjangnya yang sudah ditemukan keberadaannya. Laporan yang bagus untuk memulai harinya, tentu saja. Kemudian, ia mendapati Minhyun yang tampak ketakutan dengan mimpinya, membuat Hyunbin merasa sedikit bersalah telah menghancurkan sosok Minhyun. Jangan sangka Hyunbin tidak menyadari pancaran lelah Minhyun yang ditujukan padanya semalam.
Hyunbin sendiri tak mengerti, mengapa ia tanpa sadar memperlakukan Minhyun dengan penuh kehati-hatian. Ia menggendongnya, mengajaknya sarapan, menonton televisi bersama, memandikannya, dan mengajaknya ke taman hiburan entah kenapa. Mungkin, sebagai... reward karena Minhyun telah membantunya dengan senapan yang hilang?
Hyunbin benar-benar memperlakukan Minhyun seperti seorang putri di kerajaannya.
Hyunbin menghela nafasnya sekali lagi. Ia memutus pandangnya dari cermin sejenak, menyudahi kegiatan cuci tangannya yang terasa lama. Minhyun tentu sudah menunggu dirinya, mengingat terakhir kali Hyunbin mendapati bocah itu menatapnya hingga ia masuk ke dalam toilet. Hyunbin mendongak, memastikan dirinya sekali lagi di cermin.
Deg!
Hyunbin nyaris terjatuh kalau saja ia tak mencengkram tepian wastafel. Ia terkejut, dan ia tak memyembunyikan fakta itu. Maniknya menyipit, memperhatikan pantulan cermin yang menggambarkan keadaan taman hiburan di luar toilet. Sosok dengan jas hitam berdiri di tengah keramaian, tampak mencolok dengan pakaian bak seseorang yang baru saja pergi melayat atau juga berkabung. Seluruhnya hitam, begitu pula dengan aura yang menari di balik tubuhnya. Sebuah senyum terlukis, nampak jelas bagi Hyunbin meski hanya sekedar pantulan.
Senyum yang tak pernah Hyunbin harapkan kehadirannya kembali, senyum yang pernah mengisi masa lalu Hyunbin.
Seluruhnya begitu dingin dan menusuk Hyunbin. Senyum mengejek sosok itu kian lebar, melihat reaksi Hyunbin yang mematung tak percaya. Ia melambai, memberikan ucapan selamat tinggal pada Hyunbin yang segera berbalik dan berjalan menuju luar toilet. Satu detik bagi Hyunbin untuk bertemu pandang dengan sosok berbalut hitam yang nyata adanya, sebelum rombongan sirkus melintas dan memutus pandangannya. Ketika rombongan itu berlalu, tentu saja, sosok itu sudah tak ada di tempatnya berdiri.
Hyunbin merasa kejutan listrik mengalir di seluruh tubuhnya. Rasa takut, panik, dan khawatir bercampur menjadi satu, menciptakan rasa mual bagi Hyunbin. Segera ia melangkah lebar, atau bahkan dapat disebut dengan berlari, menghampiri bangku dimana Minhyun semula duduk.
Kosong. Tidak ada.
Hyunbin merasa ribuan es batu tengah mengguyur dirinya ketika mendapati bangku itu kosong, tanpa ada sosok Minhyun disana.
"Minhyun! Minhyun!"
Hyunbin terus berteriak dengan kalut, tak peduli dengan pandangan aneh orang-orang di sekitarnya. Jantungnya berpacu cepat, selaras dengan langkahnya yang mengitari tempat-tempat yang mungkin Minhyun kunjungi. Ia menyusuri satu-satu segala hal yang dapat ia telusuri. Rasa panik perlahan membucah dan mengisi dirinya. Hyunbin merasakan takut, takut yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.
"Minhyun!"
Hyunbin berlari dan berteriak. Beberapa kali ia meraih bahu anak-anak yang tampak seperti Minhyun dan mendapat lengkingan amarah dari orang tua sang anak. Hyunbin tak memusingkan hal itu. Ia segera melanjutkan langkahnya tanpa sempat meminta maaf. Hyunbin benar-benar menyusuri taman hiburan itu, terbukti dengan keadaan langit yang semakin lama berbalut semburat oranye.
Hyunbin menghentikan langkahnya kembali di depan kedai es krim dengan nafas memburu. Wajahnya merah padam, dipenuhi emosi dan peluh. Tangannya mencekal salah satu pegawai kedai es krim yang melintas di depannya, hendak bertukar shift dengan pegawai lain.
"Apa kau melihat anak kecil dengan jaket jeans disini, dengan dua tangan memegang es krim? Ia cukup tinggi untuk anak berusia sepuluh tahun."
Pegawai itu mengerutkan keningnya, mencoba mengingat sosok yang dideskripsikan oleh Hyunbin. "Bukankah itu sudah beberapa jam yang lalu, tuan?"
"Kau melihatnya!"
"Tentu saja," pegawai itu mengendikkan bahunya. "Anak itu tertidur dan menjatuhkan es krimnya, sehingga aku harus membersihkannya. Pria yang duduk di sampingnya mengatakan ia kelelahan, sehingga ia membawanya pulang."
Hyunbin kembali merasakan es batu menghujani dirinya. Pria, pria di sampingnya. Batin Hyunbin meraung marah mendengar penuturan sang pegawai.
"Ia pingsan, bajingan!," kepala Hyunbin berdentam. Telapaknya mencengkram sang pegawai kian erat hingga sosok di depannya meringis kesakitan. Jelas kekuatan Hyunbin yang dipenuhi emosi bukan main kuatnya.
"T-tuan," pegawai itu segera merogoh kantung di apronnya, mengeluarkan lembar berwarna oranye dari dalam sana. Maniknya menatap penuh ketakutan. "P-pria itu menitipkan ini pada Anda. A-Anda kawan yang mencari anak itu, bukan? Pria itu menitipkan ini dan mengatakan untuk tidak khawatir-"
Hyunbin menghempas cengkramannya dan menyambar sticky note yang diberikan. Maniknya membaca deret kalimat yang ada di dalamnya dengan amarah yang memuncak, kemudian meremat sticky note itu kuat hingga kepalan tangannya bergetar. Pegawai di depannya beringsut menjauh, ketakutan melihat emosi berkilat di bola mata Hyunbin.
Hyunbin meraih ponselnya, menekan beberapa tombol yang tampil di layar dengan kasar dan menunggu di tiap nada sambung yang terdengar. Satu suara menyapa pendengarannya ketika nada sambung berhenti dengan janggal.
❝Bisakah kau tidak menggangguku? Aku sedang bekerja, bangsat.❞
❝Dia- dia kembali.❞
❝Ayolah, dia siapa? Mantan pacarmu yang keberapa? Jalangmu yang mana? Katakan dengan jelas, Hyunbin.❞
❝Dia kembali, Daniel.❞
Ada jeda beberapa detik di antara keduanya. Daniel tampak berpikir keras di balik telepon, sementara Hyunbin menggeram tak sabar. Mengingat Minhyun tak berada di sisinya cukup membakar kewarasan Hyunbin. Beruntung ia tidak menghajar pegawai kedai es krim itu tadi.
❝Wait, w-what? Say it again, Kwon. Say it again!❞
❝He's here, Kang. Standing in the crowd-❞
❝Impossible! You're talkin shit, Kwon Hyunbin. Enough! I won't hear-❞
❝BERHENTI BERCANDA!,❞ Hyunbin meremat ponselnya, nyaris meremukkan benda elektronik itu dalam tangannya. Nafasnya kembali berantakan. ❝Daniel, kau tau diriku.❞
Nafas Daniel terdengar aneh di balik telepon. Pria itu tampaknya bergerak dari posisinya sedari tadi. ❝Where are you?❞
❝Taman hiburan.❞
Dengus nafas Daniel terdengar memekakkan di telepon. ❝What the hell are you doin, dude?! Stop jokin around! Impossible!❞
❝Aku bersama Minhyun! Aku- aku pergi dengannya.❞
Jeda kembali mengisi. Daniel tampak tercekat di balik sana, jika didengar dari nafasnya yang sempat terputus dengan janggal. ❝Oh gosh, Minhyun. And-?❞
❝He's gone.❞
❝Shit,❞ suara barang berbenturan terdengar dari sisi Daniel. Tampaknya pria itu baru saja bergerak turun dari kasurnya, berlari menuju meja kerjanya, kemudian menghempas seluruh barang yang mengganggu di atas meja. Suara ketikan pada keybord terdengar hingga telepon. ❝JINYOUNG-! Okay, Calm yourself, and come back home, Kwon Hyunbin. I'll meet you there. Just- just don't do anything stupid, promise me.❞
❝Shut the fuck up, I'm totally pissed off.❞
Hyunbin memutus sambungan telepon terlebih dahulu. Pria itu menarik nafasnya panjang, berusaha menenangkan dirinya sendiri. Ia mulai melangkah menuju mobilnya yang terparkir setelah beberapa detik terdiam. Ia melesak masuk dan dengan keras ia membanting pintu mobilnya.
Hyunbin meremat kemudinya, menyalurkan amarah yang meluap memenuhi seluruh lembuluh darahnya. Telapaknya membuka, meluruskan kembali sticky note dalam genggaman, kemudian menempelkannya pada kaca pelindung speedometer mobilnya.
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
----------
Miss me?
-P.
----------
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
"Aku benar-benar akan membunuhmu-"
Memori Hyunbin terlempar, mengingat rentet kejadian beberapa saat lalu. Suara Minhyun menggema dalam kepalanya, menciptakan amarah yang kian membuncah di dalam diri Hyunbin.
"T-tuan tidak boleh pergi, tidak! J-jangan meninggalkanku."
"Aku akan membunuhmu, bastard!"
.
.
.
. · . ✦ ⋆ ˚ ♥️ ⋆ ˚ ° ♡ • ˚ ⋆ 🖤 ˚ ⋆ ✦ . · .
To be continue
. · . ✦ ⋆ ˚ ♥️ ⋆ ˚ ° ♡ • ˚ ⋆ 🖤 ˚ ⋆ ✦ . · .
.
.
.
.
.
.
.
.
a/n: tanda tanda otw riboot ini tuh guise.
Susah bengad mereka hidup tenang kenapa sihㅠㅠpas Hyunbin baik malah ribut sama orang lain. Gajetot emang ini authorㅠㅠ
ADA YANG MAU NEBAK SIAPA DIA?
Kali aja menang kinder joy, y g y g🌚
XOXO,
Jinny Seo [JY]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top