Transmigrasi 8
_____________________________________
Hari pertama Ilene sekolah sebagai Eve dimulai. Hari yang sebenarnya cukup membuat Ilene antusias. Rasanya seperti ia baru saja pindah ke kota baru dan harus beradaptasi dengan lingkungan sekolah yang baru.
Melihat background keluarga Eve yang berada, pasti sekolahnya juga cukup berada. Ilene yang dulu pernah membayangkan bagaimana rasanya sekolah di sekolah elit dengan bayaran fantastis per tahun. Bagaimana fasilitas elit yang ditawarkan. Wah, rasanya seperti Ilene menggapai mimpinya.
Omong-omong, Devina sudah pulang sejak subuh tadi. Alasannya lupa membawa seragam. Sedikit aneh sih, soalnya yang mengingatkan Ilene untuk sekolah hari ini adalah Devina. Bisa-bisanya gadis itu lupa membawa seragamnya?
Tidak ingin mengambil pusing, Ilene segera bersiap-siap. Sejak tadi, seragamnya sudah disiapkan. Melihat dari gaya seragamnya saja sudah membuat Ilene senang. Ia merasa tengah bersekolah di luar negeri. Kemeja putih yang dibalut vest berwarna cream dan rok selutut, tidak lupa dasi kotak-kotak yang senada dengan rok sekolahnya. Benar-benar terasa baru.
Ilene kemudian beranjak ke meja belajar. Ada banyak sekali buku paket yang ada di sana, tapi Ilene hanya menemukan beberapa buku tulis yang sangat berbeda dari buku tulis miliknya. Di dalam tas sudah tersedia sebuah laptop dan iPad yang sepertinya memang sudah Eve asli siapkan sehari-harinya.
"Gue beneran jadi orang kaya, anjay! Sekolah aja bawanya macb**k sama iPad. Apalah daya gue yang cuma bawa buku tulis sama buku paket separuh." Ilene terkekeh.
Di dunia ini, Ilene seperti melakukan apa yang pernah ia bayangkan dulu. Bayangan menjadi anak konglomerat saja sudah sangat membahagiakan dan sekarang Ilene menjalani hari-harinya sebagai anak orang kaya.
Ah, betapa menyenangkannya.
Namun tiba-tiba senyumnya luntur. Sejenak ia lupa, kalau di sini pun ia tidak bisa berbuat seenaknya. Misi-misi aneh sialan itu yang membuatnya sedikit terbelenggu. Ilene juga berpikir, bagaimana cara ia bersikap di sekolah nanti? Bagaimana kalau orang-orang di sana menyadari keanehan dan perbedaan antara Ilene sebagai Eve palsu dan juga Eve yang asli. Bisa-bisa seluruh isi novel ini melenceng jauh dari yang seharusnya terjadi.
Akhirnya, Ilene berusaha untuk tidak mempedulikan itu dulu. Yang penting nyampe sekolah, apa yang akan terjadi di sana nanti, terserah nanti.
***
Ilene sampai di sekolah Eve, bersamaan dengan Devina. Cewek itu sepertinya berangkat sendiri, entah menggunakan apa. Tapi benar-benar, sekolah Eve sesuai sekali dengan apa yang ia bayangkan selama ini.
Sekolah elit dengan fasilitas super duper lengkap, ah sepertinya menyenangkan bersekolah di sini dan menjalani hari sebagai Eve. Setidaknya Ilene dapat sejenak melupakan kehidupan dan kekacauan kelasnya di dunia nyata.
"Eve, ya ampun, akhirnya kamu masuk juga. Kangen tau, selama ini aku duduk sendirian di sini."
Tunggu dulu.
Ilene kira teman dekat Eve dan bahkan teman sebangkunya adalah perempuan. Tapi apa-apaan ini, kenapa malah cowok. Seorang cowok? Eve duduk sama cowok? Wah, gila. Benar-benar di luar ekspektasi Ilene.
"Eh, Hai Dave."
Jangan tanya Ilene tau nama cowok itu dari mana, Ilene jelas membaca name tag cowok itu.
Sayang sekali ternyata Eve dan Devina berbeda kelas, Ilene jadi merasa tidak punya teman dekat. Apalagi ia belum mengerti seperti apa hubungan antara Eve dengan Dave. Apa mereka pacaran? Atau sahabatan? TTM? Ah, entahlah. Sekarang Ilene hanya perlu duduk di sampingnya.
"Kamu beneran sudah sembuh, kan. Saatnya melancarkan misi kita yang tertunda. Keburu rasa sayang Zein ke Devina expired tau. Kita harus cepat-cepat." Dava berbisik.
Hah? Misi?
Wajah Ilene tentu saja terkejut. "Hah? Misi? Misi apaan?"
Giliran Dave yang menunjukkan wajah terkejut. Cowok yang memiliki wajah oriental itu menatap Ilene bingung. Sesaat kemudian, ia memajukan tubuhnya mendekati Ilene. Sembari berbisik, Dave berkata.
"Cuma kita yang nggak mau mereka putus. Jadi misinya adalah nyatuin mereka berdua lagi." Dave menunjukkan wajahnya yang terlihat bangga. Seolah menemukan ide yang begitu brilian.
Ilene terkejut tentu saja. Misi Eve di dunia ini ternyata sama dengan misi yang ia punya untuk kembali ke dunia nyata. Kalau begitu mengapa Ilene harus repot-repot memikirkan bagaimana cara mengetahui mereka putus lalu misi-misi selanjutnya yang pasti akan mengarah pada misi Eve dan Dave sesungguhnya.
Tapi satu hal yang ia heran. Mengapa Dave jadi bersemangat dengan hubungan mereka. Apa Dave ada hubungannya dengan Zein? Atau justru dengan Devina.
"Aku tau kamu pasti bingung sekarang. Hal yang pasti pengen kamu tanyain alasan kenapa mereka putus, kan? Nanti aku cerita, sekarang kita fokus sekolah dulu."
Wajah Ilene yang semula tertarik tiba-tiba terasa dijatuhkan begitu saja. Ia bahkan sedikit mendorong meja di depannya karena kesal dengan omongan Dave.
Nanti dan Nanti. Satu kata yang paling membuat Ilene kesal setengah mati. Sampai kapan ia harus menunggu informasi dari mereka.
Satu hari lebih berada di dunia ini, hanya satu hal yang belum begitu Ilene bisa untuk beradaptasi. Mengapa mereka semua menggunakan bahasa baku aku dan kamu alih-alih Lo dan gue seperti yang biasa Zein sebagai tokoh utama itu lakukan? Jujur, Ilene masih belum terbiasa menganggil satu sama lain dengan sebutan aku dan kamu. Itu terlalu menggelikan bagi Ilene yang terbiasa menggunakan lo-gue dengan teman-temannya di dunia nyata. Apalagi ini Dave, seorang cowok yang masih tidak Ilene ketahui asal-usulnya. Apakah mereka Eve dan Dave begitu dekat atau bagaimana, Ilene sama sekali tidak tahu.
***
Tiba di jam istirahat. Alih-alih pergi ke kantin, Ilene malah terjebak bersama Dave. Di mana? Di mana lagi kalau bukan di kelas Zein dan Devina. Mereka satu kelas, Ilene ingat hal ini ada di buku mereka dan ia sempat membacanya. Dan pada akhirnya membawa Ilene pada ingatan tentang sosok teman baik Zein dari kecil yakni Dave itu sendiri.
Pantas saja Dave terlihat bersemangat sejak tadi. Rupanya ia memang menginginkan yang terbaik untuk teman baiknya. Tapi ini masih spekulasi Ilene. Ia masih belum tahu bagaimana hubungan antara si bad boy dan gadis lugu seperti Devina berakhir. Dave si sialan itu masih juga enggan memberitahunya. Ah, Ilene jadi kesal lagi.
"Kenapa nggak dimakan? Kamu sukanya buah daripada makanan berat pas jam istirahat pertama ini." Devina menatapnya heran karena sejak tadi Ilene alias Eve di matanya ini malah berkali-kali menatap ke arah Dave dan Zein berada.
"Lagi nggak selera aja. Nanti pasti aku makan kok," kata Ilene sembari menatap ke arah dua cowok yang entah sedang melakukan apa di pojok ruangan kelas ini.
Padahal sebenarnya Ilene sedang mengamati tingkah laku Zein. Seperti yang ia baca di dalam novel, Zein digambarkan seperti seorang bad boy yang suka melakukan pelanggaran aturan membolos. Sama seperti tokoh bad boy pada umumnya. Yang terlihat di mata Ilene sekarang adalah Zein memang tampan. Ia akui, bahkan jauh lebih tampan dari Bian kakak kelasnya yang nakal banget itu.
Lalu bajunya memang dikeluarkan, sama seperti tokoh bad boy pada umumnya. Lengan kemeja digulung, vest yang entah disimpan di mana, tidak memakai dasi, rambut berantakan dan sudut bibirnya luka. Ada sedikit lebam biru keunguan di sekitar pelipisnya.
Memang benar, cocok sebagai tokoh bad boy. Tampilannya saja berantakan meski dia terlihat tampan. Itu yang Ilene amati sejak lima menit yang lalu. Mungkin. Atau lebih. Entahlah.
10 Juli 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top