Transmigrasi 2
____________________________________
Ngomong-ngomong cerita tentang seseorang yang bad boy. Sebenarnya Ilene pernah membaca novel bertema seperti itu. Tapi dulu sekali. Mungkin saat ia menginjak kelas 2 SMP atau mungkin kelas 1 SMP. Cukup lama, tapi sejak jaman itu cerita bad boy memang marak sekali dibuat para penulis dan anehnya banyak sekali yang membacanya. Termasuk Ilene.
Yah, memang benar. Ilene dulu pernah menjadi korban bad boy. Tapi itu semua berubah semenjak kelas 3 SMP. Ia ingat betul kejadian itu. Kejadian yang membuatnya benci setengah mati pada orang-orang bertitle bad boy di dunia ini. Dan juga ceritanya.
Singkat cerita, kelas 3 SMP adalah masa di mana siswa-siswa mulai berambisi untuk mendapatkan nilai terbaik demi masuk SMA favorit di daerah mereka. Termasuk Ilene. Dan memang saat itu ada satu cowok di kelasnya yang nakalnya minta ampun. Cukup tampan meski tidak setampan Bian, dan cukup tajir meski tidak setajir Bian.
Cowok nakal itu berhasil mencontek isi ujian Ilene yang saat itu diburu waktu untuk menyelesaikan nomor soal yang belum Ilene isi. Kebetulan yang membuatnya sial cowok itu duduk persis di belakang Ilene. Dan hasilnya tiga mata pelajaran cowok itu lebih unggul darinya. Alasan itu yang membuat Ilene membenci setengah mati karakter bad boy di dunia ini.
"Lagian kenapa, sih, cowok-cowok itu kalau kurang kasih sayang orang tua malah lari ke nakal? Kenapa nggak nyari cewek aja, pasti bakal dapet perhatian terus. Heran, deh." Ilene mendumal.
Kesal karena Alana terus-terusan membahas bad boy, kesal karena tadi mendapatkan catcalling dan kesal karena bertemu Bian. Ya, walaupun cowok itu terlihat sedikit baik karena tidak jadi mengganggunya.
Tapi tenang, penilaian Ilene terhadap Bian hanya sementara karena setelahnya Ilene akan tetap membenci karakter bad boy di dunia ini. Serius.
Karena tidak jadi makan rotinya di taman, Ilene akhirnya memutuskan untuk ke belakang kelas. Kelasnya terletak di paling belakang gedung sekolah dan jarang ada teman-temannya yang datang ke sini karena tempat ini dipenuhi pohon yang tinggi dan besar. Cukuplah buat Ilene menenangkan diri sejenak dari banyaknya tugas yang tadi ia kerjakan.
Sambil melahap rotinya Ilene membuka ponsel. Mencari bacaan yang cocok untuk ia baca di aplikasi baca berinisial w itu. Berhubung bacaan Ilene juga sudah selesai ia baca, kini saatnya mencari cerita baru.
"Anjir! Apa-apaan. Masa iya ada bad boy kek gini? Nggak bener, nih, authornya. Nyari viewers doang kali. Masa iya anak SMA bad boy nikah terus dibolehin sekolah lagi, sih. Emang bener-bener," cibir Ilene.
Ini memang salahnya sendiri, sih. Mengapa masih mencari novel tema demikian kalau nggak suka karakter bad boy. Dasar Ilene plin-plan.
"Kenapa cari cerita bagus di si w ini sudah banget, sih. Kenapa isi ceritanya banyakan nggak masuk akal gini. Gue tuh maunya yang berkualitas gitu lho. Banyak sih yang berkualitas tapi gue nggak tau yang mana aja. Anjirlah!"
Jangan salahkan siapa pun. Ini memang murni Ilene yang salah. Tapi Ilene memang tipe orang yang lebih suka membaca di ponsel ketimbang buku fisiknya. Ilene sendiri tidak tahu alasan jelasnya mengapa bisa begitu-selain karena novel fisik lebih menguras dompet-, namun benar ia lebih menyukai novel online daripada bentuk fisik.
"Lo ngapain di situ?"
Alana, sahabat Ilene yang memergoki Ilene berada di belakang kelas sambil ngomel-ngomel jelas bingung. Teman dekatnya itu memang tidak bisa ditebak tingkah dan kepribadiannya.
"Lagi frustasi gue?"
"Lah? Ngapa?" Alana membuka jendela, lalu mengeluarkan sebagian kepalanya ke luar.
"Lo punya rekomendasi cerita bagus yang bisa gue baca di si w nggak." Ilene bertanya sambil sesekali mengunyah roti.
Alana terkekeh lebih dulu. "Lo tau sendiri demenan gue kan cerita bad boy yang nggak Lo suka itu. Jadi salah, kalau Lo nanya ke gue. Harusnya sih, ke yang lain."
"Wah, pendapat Anda sangat tidak berguna ya, saudari Alana." Alana tertawa.
Memang benar, kan. Selama ini ia membaca novel kebanyakan bertema mainstream seperti bad boy, possesive boy, dan banyak lagi bacaan ramai pembaca yang Alana juga baca. Dan tentunya bukan selera Ilene.
"Gue ada satu buku fisik gue, nih. Kayaknya Lo harus baca soalnya walaupun ceritanya tentang bad boy, tapi beda banget loh. Bad boy anti-mainstream. Besok gue bawa bukunya."
Alana memundurkan kepalanya dan kembali ke tempat tanpa mendengar jawaban Ilene. Apa pun jawaban Ilene, Alana tetap akan membawakan novel itu besok. Novel bagus wajib banget dibaca oleh orang yang nggak suka. Ilene contohnya.
Sesekali gadis itu perlu ditunjukkan karya tulis fiksi bertema bad boy nggak selalu yang seperti itu. Pasti ada hal baik yang dapat disadari oleh Ilene.
Ya, semoga, sih. Soalnya Alana juga ingin melihat Ilene berhenti julid tentang novel dan lebih banyak membaca buku lainnya. Ini misi rahasia Alana kalian nggak boleh berisik, ya.
Ya, memang sih kesukaan orang itu berbeda-beda. Tapi lama-lama Alana gemes juga pada Ilene yang selalu mengejek novel kesukaannya. Padahal novel bertema bad boy tidak selalu mainstream seperti apa yang selalu Ilene katakan. Banyak sekali novel bad boy yang bagus kok. Menurut Alana, sih.
"Gue males, sih. Tapi daripada gabut boleh, deh. Sekalian mingdep ikut gue ke toko buku, ya! Gue mau berburu novel-novel baru. Mumpung si Ayah baik banget mau ngasih duit jajan buat novel."
Nah, ini dia yang Alana suka dari Ilene. Ilene tuh, sering sekali mengajaknya pergi ke toko buku bersama. Dan yang paling Alana suka, kalau mereka mulai memperdebatkan mana buku yang bagus yang menurut mereka bisa diangkut ke rumah. Ya, walaupun berbeda kesukaan bacaan, mereka masih tetap akur dan saling melengkapi kok. Buktinya saja mereka masih berteman dekat sampai sekarang.
"Oke deh, besti. Tapi please, kali ini aja jangan beli novel horor misteri mulu. Sesekali lo tuh butuh asupan novel genre lain tau."
"Nggak, ah. Gue sukanya itu kok."
"Apa mingdep kita tukeran genre aja?"
"Ngaco lo ah!"
"Sttt!"
Alana bergeming. Suara berat itu terdengar dari samping telinganya. Yang seketika membuat Alana terlonjak kaget hingga menabrak kusen jendela ketika berbalik. Yap, suara tersebut adalah suara guru mereka.
Tunggu, sejak kapan bel masuk berbunyi?
"Bagus, ya. Sekarang ada metode baru buat menggibah. Lewat jendela, anti-mainstream sekali ide kalian ini. Sekarang kembali ke tempat!"
Ilene sudah menghilang sejak suara tadi terdengar. Tersisa Alana yang sedang mati kutu di tempat.
"Maaf, Bu. Saya tadi nggak dengar bel masuk bunyi." Sesaat setelahnya Alana berlari menuju bangkunya.
"Kamu juga!" Guru wanita itu juga menunjuk Ilene yang baru saja tiba di kelas.
Suasana kelas hening. Tidak ada satu pun yang berani berbicara. Lagian kenapa, sih, teman sekelasnya ini tidak kompak. Bel berbunyi bukannya menegur ia dan Alana, malah sibuk sendiri.
Tapi memang benar, sih. Ini salahnya.
04 Juli 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top