T R A N K U I L A N S I A - 20
Seberapa keras pun aku berusaha, aku tetap tidak bisa mati. Seluruh rangkaian penjemputan kematian yang kulakukan selalu membuatku kembali berbaring di atas meja, membuka mata, dan berulang kali mendengar teriakan "Dia benar-benar hidup! Dia hidup kembali," yang amat memuakkan. Pada awalnya aku menghitung jumlah kematian, tetapi otakku yang lelah pada akhirnya membiarkan hitungan itu hilang entah ke mana. Aku mulai tak peduli sudah berapa kali hidup kembali. Ratusan? Ribuan? Entahlah. Yang jelas, hampir seluruh aktivitas yang bisa kulakukan di dunia ini sudah kulakukan.
Pada akhirnya aku memiliki beberapa keterampilan yang sebelumnya tak pernah kupikirkan. Aku bisa memainkan beberapa lagu Beethoven secara sempurna hanya dengan menggunakan satu tangan. Selain itu, aku mulai menguasai bahasa Perancis. Aku juga mulai aktif menggunakan kedua lenganku secara bergantian, membuatku menjadi seorang Ambidextrous yang dipaksakan, termasuk menulis bahasa Perancis dengan tangan kiri dan bahasa Indonesia dengan tangan kananku. Siapa yang menyangka aku bisa menguasai itu semua?
Tidak hanya keterampilan, aku pun pada akhirnya menyambangi berbagai pekerjaan yang bisa kudapatkan, mulai dari menjadi orang paling baik di dunia ini hingga orang paling jahat yang berhasil menemukan tombol peluncuran roket nuklir dan menyebabkan perang dunia ketiga. Untungnya, semua itu tak ada artinya karena aku tahu semua kehidupanku akan kembali berulang, mendengarkan lontaran kalimat "Dia hidup kembali!" yang mulai tak kupedulikan.
Hidup menjadi siapapun, melakukan apapun, dan kau bisa mengulanginya jika melakukan kesalahan. Siapapun yang mendengar cerita semacam itu, kurasa akan iri. Namun, ketahuilah bahwa aku mulai muak dengan seluruh perjalanan hidup yang ... tidak jalan ke mana-mana, seolah-olah aku berjalan di tempat tanpa adanya perkembangan yang berarti. Ini bukan kehidupan yang kuinginkan.
Berbagai macam metode bunuh diri telah kulakukan. Bahkan, beberapa kali kutenggelamkan diri ke dasar samudera yang luas, tetapi semuanya sia-sia. Aku selalu kembali tanpa luka, menjalani skenario kehidupan yang semakin lama semakin berhasil kutebak. Beberapa kali kubua kepalaku terpenggal, menjatuhkan diri dari tingginya gedung-gedung di Neo Dago. Namun, semua itu tak berarti, karena setiap kembali kubuka kelopak mataku, aku selalu berhasil hidup kembali, mengulangi semuanya, tepat ketika aku bangkit dari kematian akibat Nerola. Bahkan, bukan hanya aku saja yang hidup kembali.
Profesor Aji, Narendra, bahkan seluruh orang yang pernah kubunuh sebelumnya, semuanya kembali hidup seperti sedia kala tanpa adanya luka, berhasil membuatku berpikir bahwa aku terjebak di dimensi waktu yang entah mengapa bisa terjadi. Apakah karena Trankuilansia?
"Sebenarnya itu alasan yang paling masuk akal. Tapi kenapa Trankuilansia bisa menyebabkan itu semua?" Lelaki di hadapanku, Narendra, mengangkat kepalanya, melihat langit-langi kamar yang entah ada apa. Aku cukup bersyukur karena laki-laki itu adalah salah satu dari sedikit, jika bukan satu-satunya, orang yang bisa kuajak berbicara mengenai Trankuilansia. Kebanyakan orang akan menganggap ceritaku sebagai bualan, merasa bahwa seluruh pengalaman dari kehidupan-kehidupanku itu hanyalah efek samping akibat kematian yang dibangkitkan. Diriku yang lain ini, setidaknya, bisa mendengarkan cerita dari sudut pandangku, biarpun aku harus menceritakan semuanya berulang kali.
"Aku tahu. Aneh, bukan? Jika memang aku hidup kembali dari kematian, bukan berarti semuanya harus terulang kembali. Aku merasa seperti berada dalam lingkaran waktu."
"Apa kau sudah bertanya pada Profesor Aji?"
Aku menggeleng dua kali. "Dia tak akan mengatakan apapun. Percayalah, aku sudah berusaha berbicara dengannya. Lagipula tampaknya dia tak tahu menahu tentang looping ini. Profesor Aji memiliki wajah paling jujur yang menyebalkan, dan dia tak menyembunyikan apapun ketika kusinggung masalah looping ini."
"Apa kau sudah ...."
"Memeriksa Trankuilansia, kan?" Aku memotong pembicaraannya, "Aku tahu kau akan memintaku memeriksanya, seperti saran yang sudah sering kauberikan. Tapi tidak, aku tak bisa melakukannya."
"Kenapa?"
"Walaupun detailnya berbeda-beda, tetapi selalu ada dua skenario utama yang terjadi. Pertama, pemerintah tidak setuju dengan adanya Trankuilansia, dan aku harus kabur dari tempat itu, kemudian Trankuilansia akan diambil dan dimusnahkan. Kedua, pemerintah setuju dengan adanya Trankuilansia, tetapi aku tetap tak bisa mendapatkan benda itu karena pada akhirnya akan dijaga ketat oleh banyak petugas."
"Kau bisa menggunakan benda itu sesaat setelah kau bangun, kan?"
"Itu mustahil," sahutku, "Kontrol Trankuilansia ada di luar. Kalaupun aku bisa masuk ke dalamnya, aku tak bisa mengotak-atik benda itu. Atau ... mungkin bisa."
Kujilat kedua bibirku. Tatapan Narendra yang tiada habisnya berhasil membuatku memutar otak. Aku memiliki sebuah ide cemerlang yang hanya bisa dilakukan oleh diriku.
Akhirnya, aku tersenyum, mencentangkan ibu jari dan jari telunjukku seraya berkata, "Terima kasih Narendra! Aku bangga pada diriku sendiri di tubuh yang lain!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top