1 | Urasil & Adenin

"Dengerin baik-baik. Selagi lo nyalain motornya, jangan lupa tarik rem biar enggak bablas. Terus di jalan nanti jangan ngebut-ngebut! Gue tahu lo itu makhluk yang songongnya nyaingin Firaun, tapi please sadar diri dikit kalo lo tuh masih noob parah, alias jangan tebar-tebar pesona atau panggil-panggil nama orang dengan gaya SKSD lo, selama masih berkendara. Gue enggak mau tanggung jawab, ya, kalau Bunda ...."

Demi centong Bunda yang sering dipakai buat getok kepala Keya! Belum tuntas khutbah Jungwon, lawan bicaranya sudah sembarangan sekali menyalakan sepeda motor dan tancap gas membelah jalanan. Jungwon melotot. Lekas-lekas ia melajukan motornya, menyalip truk yang hendak menurunkan tanah di lahan Bu Haji Amir untuk kepentingan renovasi rumah.

"Woy! Gue tahu lo itu setan, tapi enggak usah kesetanan bawa motornya!" Diteriaki begitu, bukannya menurunkan kecepatan, Keya malah sengaja menambah gas seraya cekikikan bak penunggu Sungai Cimulu. Sungguh kampret, memang.

Isi pikiran Keya cuma satu. Ia harus memperlihatkan skill-nya di jalanan, biar si Tawon yang sok jadi tutornya itu bisa mengakui kehebatannya dan berhenti menceramahi Keya.

Merasa tertantang sekaligus memahami motif terselubung Keya, Jungwon menurunkan kaca helm full face-nya, lalu mendahului motor Keya tanpa hambatan. Di depan sana, ia mengawal Keya dengan ketat supaya tidak bisa menyalip. Terpaksa, Keya menarik rem berkali-kali, harus menyesuaikan diri dengan kecepatan Jungwon yang kini sengaja dipelankan.

Keya ingin menyalip! Namun, Jungwon terus menghalanginya. Motor Keya serong kiri, Jungwon juga ke kiri. Keya serong kanan, Jungwon ikut ke kanan. Nempel melulu, ih! Sejak kapan si Juragan Tawon cosplay jadi beban hidup begini?

Hingga lima belas menit perjalanan, Keya tak kunjung menemukan celah untuk mendahului. Kesempatannya baru terbuka ketika Jungwon dan Keya hendak berbelok menuju gerbang sekolah yang terletak di seberang kanan. Jungwon masih memastikan kondisi jalanan cukup aman untuk diseberangi seorang amatir seperti Keya, tetapi anak tidak tahu diri itu malah tancap gas lebih dahulu. "Si Kupret! Nyebrang tuh lihat situasi dulu!"

Ninu-ninu-ninu. Kayak ada yang ngomong. Suara siapa, tuh? Kentut Jungwon? Keya pura-pura tuli. Kepalanya telanjur mengembang sebesar dosa, kepalang senang karena berhasil mendahului Jungwon yang sedari tadi membuatnya kesal di jalanan.

Enam tahun lamanya Keya diolok-olok Jungwon karena belum bisa juga mengendarai motor. Katanya, kalah dari Ali Judin, bocil tetangga yang baru kelas tiga SD tapi sudah mahir serepet-serepet keliling Cibangun dengan motor berisiknya. Kini, setelah dua bulan penuh diajari Jungwon, Keya diizinkan mengendarai motor ke sekolah untuk pertama kalinya. Jelas saja Keya sudah memikirkan segalanya semalaman.

Begitu sampai di sekolah, job desc utama Keya adalah pamer! Mata cokelat terang macam eek kucing itu jelalatan, mencari wajah-wajah yang ia kenal untuk dipanggil sebagai sarana caper paling efektif. Begitu masuk gerbang, yang menyambutnya pertama kali memanglah kantin. Jelas saja banyak siswa berkerumun di sekitar sana. Kesempatan emas untuk pansos!

Sayang seribu sayang, selagi lirik kanan-kiri bagai maling, Keya tak menyadari keberadaan seorang anak lelaki yang hendak ke kelas dengan menyeberangi jalan, tepat di depan Keya.

"Curut Burut!" Dengan kecepatan tinggi ini, jelas saja Keya tak memiliki pilihan lain selain menarik kedua rem di tangannya sesegera mungkin. Sepersekian detik kemudian, Keya baru sadar kegoblokannya yang lain: Jungwon sudah beribu kali mengatakan kalau mengerem sepeda motor di depan kantin itu dosa yang besar. Pasalnya, jalan di depan kantin memang berupa pasir yang licinnya mengalahkan body belut di lomba agustusan!

"Woy, Kupret, jangan direm! Gas lagi, cepet!"

"Bangsul, Tawon, enggak akan keburu!"

Tahu begini, harusnya Keya tabrak saja Curut yang tiba-tiba menyeberang tadi. Ban motor Keya oleng, tergelincir permukaan jalan pasir yang licin. Suara gesekan ban menciptakan melodi kematian yang membuat seluruh pasang mata di keramaian kantin lekas tertuju ke arah Keya. Motor beserta badan boncelnya terjatuh ke kiri, telak mencium jalan dengan mesra.

Di belakangnya, Jungwon mengerem motor hati-hati. Setelah menurunkan standar, Jungwon membuka helm dan menghampiri Keya. "Ya elah, Pret! Lo ...."

"Waduh. Lo enggak pa-pa?" Suara lelaki lain memotong segala roasting yang hendak dimuntahkan mulut Jungwon.

Keya mengaduh tertahan, langsung memastikan ketiadaan luka di kedua telapak tangannya yang digunakan Keya untuk menopang badan sewaktu terjatuh tadi. "Enggak pa-pa, enggak pa-pa, pala lo banteng!" Keya mendongak untuk meminta pertanggungjawaban pada si Curut yang menanyakan kondisi Keya sok simpati, padahal dia sendiri yang menggagalkan image keren Keya di atas motor. Akan tetapi, begitu menatap lawan bicaranya yang bening abis, Keya langsung kicep. Emosinya terbang entah ke mana. "Eh, salah. Maksud gue, pala lo ganteng, hehe. Gue enggak pa-pa, kok. Jatoh doang! Biasa gue. Udah tahan banting."

Demi mendapati perubahan drastis yang di luar dugaan tersebut, Jungwon mengerutkan kening.

Cowok yang dipanggil Curut itu malah merasa tak terusik sama sekali. Ia menopang lengan kiri Keya dan melingkari pinggangnya untuk membantu Keya berdiri. "Tadi keras banget jatohnya ... yang sakit di mana? Lo kaget karena gue nyeberang, ya?"

Iyalah, Curut! Pake ditanya lagi. Keya asyik memaki dalam hati, tapi tidak dengan kalimat yang terlontar dari bibirnya. "Gue yang enggak merhatiin jalan, sih. Ngebut juga, enggak nyadar ada yang mau nyeberang."

Tumben banget si Kupret sadar diri. Habis dapat hidayah dari pasir yang dia cium? Jungwon mendengkus malas, akhirnya melibatkan diri dalam konversasi ini. Anak laki-laki itu mengangkat motor Keya yang tergeletak di tanah, lalu memasang standarnya. "Lo ke UKS aja. Masalah motor biar gue ...."

"Gue aja yang parkirin." Lagi, si Curut memperlakukan dialog Jungwon layaknya kue ulang tahun, dipotong-potong enggak jelas, padahal belum tiup lilin sama sekali. "Lo, kan, bawa motor sendiri. Lo parkirin dulu motor lo, gue jaga dia, lo ke sini lagi buat bawa dia ke UKS, terus biar gue yang parkirin motornya. Nanti gue nyusul ke UKS buat balikin kunci motor."

Kok, ribet, ya? Jungwon masang tampang ngajak gelut. Mana mau Jungwon nurut gitu aja! Sejak awal ketemu, aura negatif si Curut ini emang udah kuat banget, soalnya. "Mau maling motor, ya, lo? Mending sekalian aja gue parkirin dua-duanya. Biar lo bisa langsung anter dia ke UKS."

"Ntar enggak ada yang jagain motor dia."

"Kan biar gue cabut dulu kuncinya, diamanin dulu."

"Tapi, kan ...."

"Udah, gue aja yang ngesot ke parkiran!" Sial, malah pada rebutan motor, bukannya ributin kondisi gue! Sebal karena motornya malah dioper-oper ke sana-sini, Keya mendecakkan lidah.

Ledakan emosi Keya sukses membisukan kedua lanang di sebelahnya. Tanpa sepatah kata pun, lekas-lekas Jungwon membawa motornya sendiri ke tempat parkir, lalu kembali untuk mengambil alih Keya dari si Curut. Ketika si Curut memarkirkan motor Keya, Jungwon memapah anak perempuan itu ke UKS. "Hih, apaan, nih!" Keya mengempaskan tangan Jungwon yang melingkar di pundaknya. "Lebay banget lo! Orang jatoh doang!"

"Si Kampret! Mending gue tolongin. Tadi aja lo adem-ayem dipegang-pegang sama si Curut."

"Si Curut ganteng banget, buset. Lo kenal dia, enggak, Won? Kok, gue baru lihat makhluk sebening itu di Persatas, ya ...."

Sumpil, sumpah upil yang nyempil! Dilihat dari ujung sedotan pun ... ke mana-mana tetep gantengan gue, dah. Jungwon memutar kedua bola matanya bagai orang kena ayan. "Orang nolep kayak lo tahu apaan? Gue tagih utang aja ngedadak jadi kek monyet, U-U-A-A, U-U-A-A, Ujung-Ujungnya Amnesia Akut. Mentang-mentang pasangannya urasil emang adenin."

Lah, ngapa tiba-tiba ke sana?

Bodo amatlah dengan bahasa biologinya Jungwon yang sering lepas landas enggak jelas itu. Begitu masuk UKS, Keya langsung duduk di tepi ranjang, lalu menggoyang-goyangkan kaki kanannya di udara karena tidak sampai mencapai lantai. "Won, sakit banget, sumpah! Aduh! Jempol gue!"

"Lo, kan, jatoh ke kiri. Kenapa jempol kanan lo yang sakit?" Jungwon membuka kaus kaki Keya yang diiringi teriakan menggelegar bak hujan badai berteman guntur dan turnado.

"We, bangsul! Pelan-pelan, elah! Mau mutilasi jempol gue, lo?"

"Lah? Sakit apanya?"

Keya menunduk, mengamati jempolnya sendiri yang ternyata tidak memiliki perubahan berarti. Kuku panjangnya terasa hendak lepas, tapi tidak ada tanda lecet, luka, atau apa pun. Keya mengernyit dalam. "Kok enggak ada apa-apa, ya? Ini sakit banget, lho, Won. Kayak ... woy, jangan mainin seenaknya! Gila, lo!"

Jungwon tampak anteng, tak terusik sedikit pun walau aksinya yang memutar-mutar jempol kaki Keya sukses dihadiahi tabokan mantap dari pemiliknya. Kaki Keya masih menendang-nendang udara, tak bisa diam. Anak itu seperti ingin melepaskan rasa sakit yang gaib, tak kasatmata. Lagi, Jungwon menangkap pergelangan kaki Keya supaya bisa mengamati jempolnya lebih cermat. "Ini ... kayaknya ada sesuatu yang salah, deh, Pret. Jempol lo kayak mau bengkak. Mulai muncul ungu-ungu juga, nih."

"Ih, sumpah?" Muka Keya semrawut, penuh aib yang tidak bisa dikondisikan. Anak perempuan itu melirik jempolnya takut-takut. "Jempol gue retak, Won? Atau malah patah?"

"Kayaknya bisa diamputasi, sih, kalo enggak langsung ditangani."

"WON, SUMPAH! LO ENGGAK BISA NENANGIN GUE AJA, GITU? Karena gue tahu dompet lo kering kerontang kek sawah Babeh ... jadi kalo emang enggak bisa beliin mi ayam, minimal jangan bikin gue tambah panik, napa!" Penuh dendam kesumat, lengan Keya yang bebas langsung beraksi meninju-ninju pundak Jungwon.

"Ya abisnya gimana, buset! Lo, sih! Gue udah bilang berapa kali, jangan ngerem di depan kantin sekolah, jalannya licin, gampang kepeleset si motornya, apalagi badan cebol lo enggak mungkin bisa nahan."

"Ya gue mana tahu kalau si Curut itu bakalan nyeberang! Gue enggak akan ngerem kalo dia enggak ngagetin gue, ya!"

"Ya makanya gue juga larang lo kebut-kebutan! Biar remnya bisa lo kontrol, biar remnya enggak disekaligusin ... karena gue tahu banget kalo lo anaknya panikan!" Sebelum Keya kembali buka mulut untuk membantah, Jungwon langsung mengalihkan pembicaraan. "Kaki kiri lo sakit, enggak? Harusnya, lutut juga kena, sih."

Benar saja. Sewaktu Keya menyingkap roknya ke atas lutut, tampaklah darah yang cukup banyak di sana. Keya mengerjap. Tadi, rasa sakit di jempol mencuri seluruh perhatian Keya, sampai tak menyadari adanya luka di lutut kiri. Setelah mengamati cairan merah di lututnya secara langsung, barulah Keya merasakan perih yang menjalar.

"Kuat ke toilet, enggak? Bersihin dulu lukanya."

"Ih, perih gini, Won!" Keya menggeleng heboh. "Jempolnya juga enggak mau dipake jalan ...."

"Ya udah. Biarin infeksi aja, ya. Nanti pas kulitnya udah nutup lagi, pasir tadi lo pelihara aja di lutut, biar sakitnya enggak ilang, terus harus disobek lagi buat diambil kotorannya."

"Tawon, ih!" jerit Keya, nelangsa. Enggak seru banget si Tawon, mainnya ancam-ancaman! Mau tak mau, anak perempuan itu turun dari ranjang, menyambut tangan yang Jungwon sodorkan.

Saat itulah pintu UKS diketuk singkat. Curut tadi melongokkan kepala dari balik pintu. "Ini kunci motor lo. Sekarang gimana? Udah enggak apa-apa, 'kan?"

"Ih, enggak apa-apa, kok!" Refleks, Keya mengempaskan tangan Jungwon yang hendak memapahnya. Keya meregangkan badan, memperlihatkan bahwa keadaannya normal sekali. "Makasih, Cu ... Cugan, maksud gue Cugan, cuwu ganteng."

Demi mendapati senyuman lebar Keya yang lebih mirip Mimi Peri, Jungwon bergidik ngeri. Bilang aja Curut, pake dibelokkin jadi Cugan, lagi. Maksa banget. Jungwon mendelik sebal. "Bukannya tadi lo bilang jempolnya sakit banget sampe enggak mau dipake ja ...."

"Wow, ternyata jatoh tadi enggak ada apa-apanya, ya. Jangan lebay, deh, Won. Hihi."

Siapa pun, tolong yakinkan Jungwon kalau Kupret yang ada di hadapannya ini tidak sedang kerasukan penunggu Persatas yang genit dan suka menggoda lelaki.

"Kuat banget, ya. Padahal tadi jatohnya kenceng, lho."

Buset, dah. Si Curut malah ngikutin drama bikinan si Kupret. Jungwon memalingkan muka sepet ketika Keya mengatakan dialog selanjutnya.

"Gue Kayrila, bisa dipanggil Keya, anak XII MIPA-1. Lo?"

Bau-bau modus ini tidak bisa dihindarkan, ternyata, pemirsa. Bukannya ilfeel dan lekas-lekas kabur dari jeratan si Kupret, Curut itu malah terkekeh pahit. "Gue Jake, MIPA-2, kelas tetangga. Tadi gue lihat spion sama body motor lo agak lecet gitu. Karena gue bertanggung jawab atas insiden tadi ... kalau butuh apa-apa, bilang aja, ya! Gue mau balik ke kelas duluan."

Setelah scene dadah-dadah enggak jelas, Keya malah tenggelam dalam lamunan. Jungwon jadi panik sendiri. "Keya? Lo sadar, 'kan? Lo ... enggak bener-bener kesurupan hantu Mbak Marta, 'kan?"

Pundak Keya diguncang Jungwon berkali-kali, hingga anak perempuan itu akhirnya angkat suara. "Ih, ketinggalan di Jake, Won ...."

"Lah? Ketinggalan? Kunci motor, kan, udah lo ambil barusan dari si Curut. Itu, kuncinya lo taruh di meja, tadi!"

"Bukan!" Keya tak berkedip sama sekali. "Hati gue ketinggalan pas di depan kantin tadi, nyangkut di Jake. Tapi, kok, Jake cuma balikin kunci, ya, Won? Hati guenya mana?"

Kampret. Jungwon berubah pikiran. Mbak Marta, kayaknya si Kupret mending Mbak rasukin beneran, deh.

🐝   🐝   🐝

Psst, aku enggak expect bab pertama bisa nyampe dua ribu kata. Se-stres itukah aku? WKWKW. Coba kalo belajar selancar ini. Btw, insiden jatoh depan kantin itu based on true story ygy. Kalo butuh testimoni, boleh DM.🙏

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top