kelompok 2
FLASHBACK ON
“Lulu, Mama pulang!”
Seorang wanita di penghujung usia 20-an yang baru saja membuka pintu itu langsung berhambur ke arahku. Wajah cantiknya berseri dengan seulas senyum lebar kala kedua tangannya meraih tubuh ku, menggendong ku dengan gemas sebelum memeluk ku. Pelukan yang terasa pas, tidak terlalu erat, dan terasa begitu nyaman dan menyenang kan.
Iya, dia Mamaku yang amat sangat kusayangi di dunia ini.
“Aduh, padahal Mama hanya pergi sebentar tapi Mama sudah kangen sekali kepadamu! Ah, ini Mama ada bawa mainan baru untuk Lulu.”
Mamaku adalah wanita paling cantik, lembut, dan murah hati di dunia. Dengan tubuh tinggi semapai, surai sepinggang berwarna kecokelatan, dan dengan iris serupa. Kulit nya seputih susu dengan bibir yang melengkung indah ketika tersenyum itu bagaikan buah bit. Kalau Mama tersenyum, mata kecilnya juga seakan ikut tersenyum dan membuat orang yang melihat nya menjadi ikutan tersenyum.
Mama adalah seorang penulis dan editor di salah satu penerbit terkenal. Mama yang pekerja keras itu sering kali tidak tidur semalaman hanya untuk mengejar deadline. Pernah sekali waktu itu Mama nyaris tidak tidur beberapa hari karena mengerjakan projek novel terbarunya sampai - sampai mata Mama seperti panda. Aku benar-benar cemas dengan keadaan nya tapi Mama selalu tersenyum dan berkata kalau ia sedang dan selalu baik-baik saja. Mama benar - benar tidak ingin membuatku khawatir.
Mama juga cukup protektif padaku. Kalau aku sedang tidak selera makan, Mama akan langsung panik dan bahkan langsung membawaku ke dokter. Aku juga tidak di perbolehkan bermain jauh dari rumah. Katanya takut aku di culik karena aku anak manis yang menggemaskan, padahal kan aku juga bisa menjaga diriku sendiri. Mama paling senang kalau aku membawa temanku ke rumah, bahkan kadang karena terlalu senang aku sering cemburu karena perhatian yang selama ini hanya Mama berikan padaku jadi terbagi.
Aku menatap wajah Mama yang masih tidak berhenti tersenyum. Rasanya sangat beruntung bisa memiliki Mama yang sehebat ini.
Aku senang melihat Mama bahagia. Sampai hari itu tiba.
Mama tiba - tiba saja pergi lama sekali. Sepertinya sudah dua hari. Saat pulang, aku yang menyambut Mama dengan riang kebingungan karena Mama mengabaikanku dan memilih langsung masuk ke kamarnya. Wajah Mama terlihat begitu pucat dan lemas. Mata Mama juga bengkak, seperti sudah menangis semalaman. Tak lama, aku mendengar suara tangis dari dalam kamar. “Mama menangis?” batinku bertanya.
Aku ingin sekali berhambur masuk ke dalam dan menghibur Mama. Tapi sepertinya Mama sedang enggan untuk diganggu. Jadi, aku hanya menunggu Mama di depan pintu sampai ketiduran. Besoknya, mata Mama terlihat semakin sembab. “Apa sebenarnya yang sedang terjadi? Mama bahkan tidak lagi tersenyum saat melihatku atau memelukku penuh sayang.”
Sesuatu yang buruk pasti telah terjadi.
Ponsel Mama berdering. Dengan lemas, Mama meraih ponselnya di meja dan menempelkannya di telinga.
“Halo. Aku baik - baik saja. Sudah tidur, jadi sudah lumayan lebih enakkan.”
Mama bohong!
“Sebentar lagi aku berangkat ke rumah sakit. Terima kasih sudah menjaganya semalam.”
Wajah Mama tiba-tiba saja menegang. Tatapannya berubah menjadi kosong. Tubuh Mama seakan lemas dan ponsel itu meluncur jatuh mencium lantai. Mama menolehkan kepalanya dan tatapan mata kami bertemu. Tiba - tiba saja bulir air itu jatuh menuruni pipi Mama yang sekarang lebih tirus dari sebelumnya. Sekujur tubuh Mama gemetar luar biasa.
“Luluuu, bagaimana ini? Papamu meninggal hiks hiks.” Ujar Mama kepadaku
Kemudian Mama jatuh bersimpuh di lantai. Aku langsung berlari menghampiri nya dan Mama langsung memelukku. Pelukan yang biasanya hangat, tiba - tiba terasa begitu menusuk. Jerit tangis Mama membuat dadaku sesak.
“Mama, jangan menangis. Aku juga sangat sedih, tapi Papa pasti sudah tenang di atas sana.” batinku
* * *
Semenjak hari itu, Mama berubah.
Tidak ada lagi senyum riang dan pelukan gemas. Mama tidak lagi mengajakku bermain seperti biasa. Mama tidak lagi senang saat aku naik ke tempat tidurnya dan menciumi wajahnya. Sekarang tubuh Mama berubah ringkih bagaikan tulang berbungkus kulit. Mata panda mama semakin parah dan pipi tembam mama yang jadi favoritku juga hilang tak berbekas. Mama bagaikan seorang yang HIDUP tetapi selalu merasakan dan terlihat mati.
Setiap malam, aku selalu mendengar isakan tangis dari dalam kamar Mama. Lalu paginya aku menemukan mata Mama yang bengkak karena terlalu banyak menangis. Mama tidak lagi menyentuh laptop kesayangannya untuk menulis. Padahal aku tahu seberapa besar RASA cinta Mama terhadap dunia sastra.
Mama seakan kehilangan jiwanya. Seakan – akan sudah tidak memiliki HARAPAN lagi untuk hidup.
Melihat Mama yang seperti itu membuat hatiku hancur. Sering kali aku diam - diam duduk di depan pintu kamar Mama dan ikut menangis saat suara isakan itu menyapa gendang telingaku. Walau aku juga sangat sedih, aku tidak ingin menunjukkan nya pada Mama. Aku harus tetap ceria agar Mama tidak semakin sedih. Setidaknya tingkah konyol ku terkadang masih berhasil mengundang tawa Mama meski Mama akan kembali menangis kala matanya tak sengaja mengangkap foto besar yang tergantung di ruang utama.
Foto pernikahan Mama dan Papa.
Aku jadi ingin sekali membuang foto itu. Sumber kesedihan Mama.
* * *
Besoknya, aku di kejutkan dengan pintu rumah yang digedor dengan brutal.
Mama dengan langkah gontainya itu berjalan menuju pintu depan. Baru saja pintu terbuka, tiba-tiba sebuah tamparan keras menghantam wajah Mama. Suara nyaring akibat tamparan itu membuatku menjerit. Wanita di depan pintu itu terlihat begitu marah. Wajahnya memerah dan matanya membeliak.
“Kamu! Gaga-gara kamu wanita sialan, anakku mati! Puas kamu sekarang, hah? Dasar wanita jalang tak tahu diri! Sejak awal aku memang tidak setuju dengan pernikahan ini! Tetapi anakku selalu saja membela mu didepanku! Lihat apa yang sudah kau perbuat sekarang! Kau membunuhnya!” ujar wanita yang mengetuk pintu tadi.
Aku terkejut bukan main saat menyadari bahwa wanita mengerikan yang baru saja menampar wanita itu adalah nenek, ibu dari Papaku. Wanita itu terus saja berteriak dengan makian yang semakin menyakitkan untuk di dengar. Tubuh ku gemetaran karena takut.
Setelah mengacungkan jari di depan wajah Mama sambil mengancam, “Lihat saja, aku akan membalas kan semua perbuatan mu yang kau lakukan ke anakku dasar wanita jalang tidak tahu diri! Tunggu saja sampai kau merasakan hal yang sama!” wanita itu meninggalkan rumah kami dengan sekujur tubuh yang dipenuhi amarah.
Mama menutup pintu sebelum tubuhnya ambruk di lantai. Aku langsung berlari menghampiri Mama, menatapnya cemas.
Pipi kiri mama benar - benar merah, bahkan terdapat luka di sudut bibir Mama dan air mata itu kembali membasahi wajah Mama. Mama menarik ku ke dalam pelukan nya dan kembali menangis.
Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Nenek menuduh Mama yang membunuh Papa? Mama kan sangat mencintai Papa dan bahkan menderita seperti ini karena terlalu sedih ditinggalkan Papa. Aku tidak mengerti.
Sebenarnya apa yang sudah terjadi, Ma?
* * *
Hari demi hari terus berjalan. Tak terasa sudah tiga bulan semenjak kematian Papa.
Mama sekarang sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Tubuh ringkih Mama kini sudah lebih berisi. Aku jadi tidak perlu cemas lagi kalau - kalau tangan Mama patah saat menggendongku. Wajah Mama juga sudah lebih segar. Warna hitam di bawah mata Mama sudah tidak sepekat dahulu.
Kendati begitu, senyum ceria Mama masih enggan kembali sepenuhnya.
Walau Mama masih tersenyum saat menggendong ku dan tertawa saat aku mulai bertindak bodoh atau manja, matahari di balik kedua bola mata Mama tidak dapat lagi ku temukan. Mama berusaha keras untuk terlihat baik-baik saja, padahal Mama sedang tidak baik - baik saja.
Aku ingat, setelah kematian Papa Nenek ku menghampiri kami dan mengatakan akan membalaskan dendam nya, ia pun menepati omongan nya. Berulang kali Nenek ku datang ke rumah ku untuk menyakiti ku dan Mama ku, di mulai dengan membawa bodyguard dengan mengatakan kalau rumah tersebut merupakan rumah pembelian Papa yang ternyata bukan, hingga sampai ke tindakan kasar Nenek sampai mencelakakan Mama ku serta sampai menculik ku.
Hal tersebut membuat ku tidak habis fikir, padahal bukan Mama ku yang membuat Papa ku meninggal, tetapi entah bagaimana Nenek ku selalu beranggapan kalau Mama ku lah yang membuat Papa ku meninggal. Bahkan terror dari nenek yang selalu ingin menyelakakan kami tidak berhenti sampai aku besar.
FLASHBACK OFF
* * *
Saat ini aku sudah berusia 20 tahun, aku saat ini berencana untuk merayakan Anniversary ku dengan pacar ku yang ke 3, pacar ku yang akrab di sapa Fhadel ini merupakan kakak kelas ku semasa aku duduk di bangku SMA.
TINN TINN
Suara mobilnya sudah terdengar, yang berarti dia sudah ada di depan rumah ku. Karena aku tidak mau dan tidak bisa membuat nya menunggu terlalu lama aku pun bergegas untuk turun kebawah. Ketika di tangga terakhir aku melihat Mama ku yang sedang sibuk dengan laptop nya duduk besebrangan dengan Fhadel. “Ahh ternyata dia sudah masuk kedalam.” Batinku.
“Sayanggg kamu ngapain disitu aja? Ini nak Fhadel sudah nungguin kamu dari tadi lohh.” Ujar Mama ku tanpa sedikit pun mengalihkan mata nya dari laptop yang ada di hadapan nya.
“Iyaaa Ma ini Lulu mau kesitu kok.” Balasku
“Oke, kalau gitu saya izin bawa Lulu jalan ya Tante, saya janji sebentar saja kok, nanti pukul 22.00 WIB akan saya kembalikan lagi ke Tante tanpa ada sedikit pun lecet ditubuh nya.” Ujar Fhadel ke Mamaku sambil tersenyum dan menyalim Mama ku.
Mendengar perkataan dan sikap Fhadel yang sopan membuat Mama ku tersenyum “Iyaa Tante pegang janji kamu yaa” balas Mamaku lembut.
Aku pun bergantian menyalami dan mencium kedua pipi Mama ku, “Lulu pamit dulu ya Ma,”
“Iya sayang hati – hati yaa, Fhadel jangan ngebut – ngebut kamu yaa. Jaga putri kesayangan tante baik-baik, ya!” balas Mamaku yang kemudian dianggukin oleh kami berdua.
Sedikit informasi, Fhadel ini merupakan pacar pertama ku. Sebenarnya aku dilarang berpacaran sama Mama ku, tetapi karena dia nekat datang ke rumah dan meminta izin kepada Mama ku membuat Mama ku menyetujui nya, walaupun masih dengan beribu – ribu peraturan yang di tetapkan Mamaku.
Sesampai nya di tempat tujuan aku pun terkejut dengan kejutan dan hadiah yang diberi kan Fhadel kepada ku membuat ku tersenyum sepanjang malam.
“Aaaaa terima kasih sayang, kamu selalu bisa membuatku tersenyum maluu, tetapi kamu tidak perlu terus – terusan begini karena ini bisa membuat kamu boros. Kan kamu sendiri yang bilang kalau tahun depan kita mau nikah.” Ujar ku sambil tersenyum kepadanya.
Perkataan ku membuat Fhadel mengernyit kan dahi nya, “Apa maksud kamu? Jadi aku tidak boleh ginikan kamu? Jadi aku tidak boleh bikin kamu senang?” ujar nya denganmembentak ku
Nah ini yang membuat ku malas berbicara dan berpacaran dengan nya, sikap dan sifat nya yang pemarah membuat ku muak dan terkadang membuatku sakit hati. “Bukan gitu maksud aku sayang.” Ujar ku sambil memegang tangan nya untuk meredam amarah nya.
“Alah bilang ajaa kamu sudah bosan di ginikan karena ada yang sering ngasih kamu beginian kan? Jujur sajalah! Kalau tau gitu lebih bagus tidak usah aku bikin begini! Kalau gitu lebih baik kita putus saja! Aku juga sudah muak sama kamu!” ujar nya dengan nada keras dan berlalu meninggalkan ku sendirian dengan tangisan ku yang menggebu – gebu karena kesal dan menyesal telah memperlama hubungan ku dengan dia.
Padahal sudah dari dulu aku ingin memutuskan nya karena sifat nya yang sering membentakku itu, tetapi karena dengan berakhir dia yang meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi nya lagi membuat ku mengurungkan niat ku dan kembali menerima nya lagi. Iya, harusnya aku sudah mengakhiri hubungan ini sejak dulu.
Walau rasanya masih saja menyakitkan, ada rasa lega yang menyelip dalam hatiku.
* * *
Tiga bulan telah berlalu semenjak putus nya hubungan ku dengan Fhadel. Malam terakhir dimana setelah di putuskan nya aku dan malam terakhir aku bertemu dengan nya aku kembali ke rumah dengan Mama yang menjemput ku, sepanjang jalan aku menangis dan menangis membuat Mama ku iba melihatku, dan pada saat itu juga Mama ku menasehati ku untuk tidak lagi bertemu dengan orang seperti nya.
Setelah hari dimana aku putus dan Fhadel, Nenek ku kembali lagi datang dan berulah. Dia kembali dengan membawa seorang lelaki yang di duga sudah bersekongkol dengan Mama untuk membuat Papa ku meninggal. Hal tersebut membuat ku kesal setengah mati, dengan perasaan yang sangat marah karena selama ini aku dan Mama ku sudah diganggu tetapi aku diam saja, kali ini tidak. Aku gantian memaki dan menghujami Nenek ku dengan kata – kata yang merupakan fakta – fakta dari kebenaran yang terjadi kenapa Papa ku meninggalkan kami semua yang membuat Nenekku terdiam dan berlalu pergi.
Setelah beberapa bulan putus dari Fhadel aku kembali lagi menjalin hubungan dengan seorang pria yang bernama Haris, aku mengenalnya di tempat ku bekerja karena kami bekerja di satu kantor yang sama. Dan bulan depan kami akan berencana untuk melangsung kan pernikahan.
Aku dan Mas Haris memang tidak terlalu lama berpacaran seperti aku berpacaran dengan Fhadel, karena Mas Haris yang sudah mapan dan dewasa membuat nya ingin malnjutkan hubungan yang lebih serius dengan ku. Hal tersebut membuat ku senang, di tambah lagi Mama ku juga menyukai karena dia berbanding terbalik dengan sifat Fhadel yang pemarah.
* * *
Hari ini merupakan hari dimana aku akan melangsungkan pernikahan ku dengan Mas Haris. Aku tidak menyangka, MIMPI ku untuk menikah akhirnya dapat terlaksanakan. Sudah 2 jam aku menunggu kedatangan Mas Haris dan keluarga nya. Para tamu undangan juga sudah resah karena acara belum juga dimulai. Aku juga sudah mulai panik sedari tadi, tetapi Mama berhasil menenangkan ku dengan cara nya.
Keresahan ku mulai menjadi – jadi karena tiba – tiba dua orang polisi menghampiri ku. “Permisi selamat pagi kami dari kepolisian apakah benar ini rumah Saudari Lulu?” Tanya salah seorang polisi ke Mama ku.
“Iya selamat pagi pak benar ini kediaman Lulu saya sendiri, ada apa ya pak?” jawabku
“Maaf mengganggu Bu, kami dari kepolisian ini memberitahu kan kabar bahwa Saudara Haris beserta keluarga nya mengalami kecelakaan mobil yang berakibat mobil tersebut jatuh ke jurang. Kami berhasil menemukan kontak dengan nama Lulu di panggilan terakhir handphone Saudara Haris, kami sudah menelfon kembali tetapi tidak aja jawaban jadi kami memutuskan untuk menghampiri ke kediaman Anda. Belum ada korban yang berhasil diselamatkan mengingat jurang tersebut yang sulit untuk dilalui. Baiklah itu saja yang ingin kami sampaikan terima kasih, selamat pagi” ujar polisi tersebut panjang lebar
Ucapan polisi tersebut membuat ku terdiam untuk beberapa saat. Sekujur tubuhku mendadak kaku dan tak bisa kugerakan. Napasku seakan tercekat di tenggorokan. Bulir air hangat keluar dari pelupuk mataku. Dadaku sesak, aku kesulitan bernapas. Saat Mama menghampuriku, barulah tangisan ku pecah dan aku menjerit – jerit berteriak menyerukan nama Mas Haris. Aku tidak dapat lagi menopang tubuhku dan aku menangis tersedu – sedu hingga terjatuh ke lantai. Aku tidak percaya semua ini terjadi menimpa ku, aku berharap kalau ini mimpi dan ILUSI semata, tetapi tidak, karena memang benar ini ada nya.
“Baiklah terima kasih pekerjaan mu cukup memuaskan, uang nya nanti akan Saya transfer” ucap seseorang dibalik telefon yang masih bisa ku dengar, tetapi aku tidak mengingat itu suara siapa karena keadaan ku yang tidak memungkinkan. Tetapi yang jelas aku bisa mengetahui nya kalau itu suara wanita.
Tidak lama setelah kepergian kedua polisi tersebut, kedatangan Nenek ku beserta antek – antek bodyguard nya yang selalu mengikuti nya kemana pun itu membuat ku menghela nafas. “Apa lagi yang akan di buat nya Ya Tuhannn” batinku
“HAHAHA gimana rasa nya kehilangan orang yang kau sayangi anak manis? Menyakitkan bukan? Itu belum seberapa” ujarnya yang dilanjutkan dengan berlalu nya Nenek ku dari hadapan ku. Perkataan Nenekku membuat hati ku menjadi semakin sakit dan aku kembali menangis tersedu – sedu. Samar – samar aku mendengar suara para tamu undangan yang menyayangkan sifat Nenek ku dan panggilan dari Mama ku yang menyebut – nyebut nama ku sebelum kemudian aku jatuh pingsan tak sadar kan diri.
Aku terbangun dengan merasakan sedikit rasa pusing di kepala. Apa yang aku lakukan? Apakah ini mimpi? Semoga saja iya ini mimpi.
Mama menghampiriku dengan teh di tangan. Beliau memandangku dengan sedikit sendu. Aku tau perasaan ini,aku sudah peka akan tatapan Mama
"Maa.."ucapku parau
"Tidak apa apa,jangan menangis,dia sudah tenang disana." benar bukan dugaan ku? Dia-Haris- sudah tiada. Bolehkah aku mengumpat sekarang? Aku ingin mengumpati Nenek ku. Dasar wanita tua tidak berperasaan!
Aku kembali menangis,aku lelah dengan semua FATAMORGANA ini,aku ingin menyudahinya. Tapi,apakah bisa? Aku hanya salah satu makhluk ciptaan tuhan.
Mama mengelus kepalaku tanda sayang,ia tersenyum padaku sambil berkata,"sudah sayang tidak usah menangis. Kasihan Haris,ia sudah tenang disana"
Aku mengangguk sambil mengusap air mataku. Aku tersenyum tapi,rasanya hatiku tetap saja menangis tanpa henti. Ia meronta ronta,ini sangat menyakitkan sungguh.
-------
Tiga bulan kemudian, aku menjalani hidupku seperti biasanya lagi, namun ya! Rasa sakit dari peristiwa kelam itu masih menghantui ku. Tidak sampai aku bertemu dengan seseorang lelaki yang sangat tampan, kami bertemu di stasiun kereta dan dia berkenalan denganku setelah ia membantu ku mengambil barangku yang jatuh.
Lelaki itu memiliki badan yang berisi, dia juga tinggi, karismanya juga sangat terlihat dari caranya berjalan, mungkin jika dilihat dia bukanlah siapa siapa melainkan seorang lelaki yang sibuk bekerja. Namanya Alif, akhir akhir ini kami sering menghabiskan waktu bersama, dia selalu cerita kalau dia adalah seorang guru sekolah dasar kelas 5, dia selalu menceritakan tentang murid muridnya yang lucu-lucu.
Hari demi hari, kami merasa semakin dekat, dia bahkan memperkenalkan ku dengan anak anak muridnya.
"Kalian terlihat cocok!" Teriak salah seorang anak kecil saat melihat kami berdiri sampingan dengan nada dan tatapan lugunya.
Murid murid lain sontak berkata hal yang sama, itu membuat kami berdua tersipu malu dan kami pun melakukan hubungan yang disebut pacaran, kami melakukan hubungan pacaran tidak terlalu lama berhubung Alif sudah menyiapkan tekad dan melamarku dengan sangat romantis. Siapa yang menolak? Orang sederhana seperti dia ini berhasil meluluhkan hati ku dan menebas semua masa lalu kelamku.
***
Tiba hari pernikahan pun, keluarga Alif serta Alif sendiripun belum tiba - tiba juga. Aku teringat kembali peristiwa gelap itu, aku kemudian bergetar ketakutan dan menutup telingaku, tiba tiba tangan kecil yang hangat memegang tanganku, itu adalah murid Alif, dia tersenyum dan berkata "Jangan takut, pak guru itu orangnya menepati janji."
Mendengar itu aku merasa kembali bersemangat lagi, ya benar! Alif tidak akan menepati janjinya.
Tiba - tiba beberapa petugas kepolisian datang dan bertanya kepadaku.
"Permisi, kami dari petugas kepolisian ingin bertanya, apa benar ini adalah kediaman saudari Lulu?"
Mendengar kata-kata itu aku langsung menutup telingaku dan teriak menjerit, petugas kepolisian itu kemudian melanjutkan perkataannya. Dia mengatakan kalau Alif sudah meninggal dunia karena tembakan yang diduga peluru nyasar.
Sekali lagi, aku kehilangan HARAPAN ku, aku rasa aku ingin mati saja. Dunia ini begitu gelap, dia memberikanku sebuah CAHAYA namun dia sendiri yang melenyapkan CAHAYA itu sendiri.
Di pemakamannya, suasananya sangat kelam, seolah - olah iblis telah menelan matahari dan menyebarkan keputus asaan, jeritan tangis dari para murid muridnya membuatku makin sesak dan membuat hati ku seakan akan terkena lubang yang lebih besar lagi.
Kemudian, diantara orang-orang yang datang ke pemakaman itu aku melihat dua orang yang memperhatikan pemakaman kita dari jauh, ya benar! Mereka itu adalah bodyguard nenek. Diantara rintikan hujan yang jatuh dan mengalir bersamaan dengan air mataku, aku berpikir bahwa bisa saja ini adalah kasus pembunuhan, tetapi aku tidak mau mengambil pemikiran seperti itu, aku terlalu takut.
***
Sekali lagi, aku depresi. Hari demi hari aku hanya terduduk diam di rumah dan membaca buku-buku menyedihkan untuk mengisi waktu ku. Mama selalu menghampiri ku dan berkata bahwa aku tidak perlu bersedih lagi karena aku memilikinya, dia berjanji akan selalu berada disisiku.
Hari itu kemudian tiba, dimana Nenek mengunjungi rumah kami dan Mama hanya terdiam mendengar maki - makian yang kasar itu. Kemudian Nenek memaksa untuk masuk ke rumah namun Mama melarang, Nenek kemudian berteriak "Mau sampai berapa banyak orang yang menemui kematian karena mu hah?" Dengan nada yang sangat kasar.
Aku hanya terdiam sambil menutup telingaku ini, namun kata kata Nenek membuatku semakin gelisah.
***
Hari itu, aku diinterogasi oleh petugas kepolisian, dia berkata bahwa kematian Alif bukanlah suatu kebetulan ataupun peluru yang menyasar. Pemikiranku tentang pembunuhan berencana itu ternyata benar.
Petugas kepolisian katanya sedang menyelidiki kasus pembunuhan itu, dia bertanya "apakah ada yang kau curigai?" Tanya petugas kepolisian itu.
Aku terdiam. Dalam pikiranku hanya kata "Nenek" lah yang bermunculan dan membuatku menggigil hebat. Aku kemudian mengatakannya perlahan dan kemudian petugas kepolisian berterimakasih atas informasi yang kuberikan.
Saat aku hendak pulang, salah seorang petugas kepolisian menawarkan untuk mengantarku pulang. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum kecil menerima tawarannya. Di perjalanan dia bertanya bahwa dia berjanji akan mengawasi Neneknya itu dan akan membongkar misteri ini.
Saat aku turun dari mobilnya, dia memperkenalkan namanya, dia dipanggil Johnny. Umurnya berkisar sekitaran 2-3 tahun lebih tua dariku
Ah! Kenapa aku mengharapkan cinta lagi ... Aku hanyalah pembawa bencana saja, sebaiknya aku menjaga jarak kepada orang lain mulai sekarang. Aku tidak ingin ada korban lagi. Selain itu, luka menganga di hatiku ini masih belum siap kalau-kalau harus ditaburi garam kembali.
***
Suatu pagi, setelah aku selesai makan aku mendapatkan kabar bahwa Mama datang ke rumah Nenek dari Johnny. Dia berkata bahwa mereka berdua bertengkar dan saling memaki maki, Johnny mengatakan bahwa Mama ku dihina dan dituduh sebagai seorang orang gila karena teriak tidak jelas ke Nenek dengan berbagai makian yang ada.
Tiba-tiba Johnny mematikan teleponnya dan sejak saat itu aku pun selalu menaruh ponselku tepat di hadapanku. Mama kemudian pulang dan bersikap seolah tidak ada yang terjadi, Mama pasti juga sangat tertekan apalagi karena aku satu satunya anak yang dia punya juga dia juga tau betapa sakitnya kehilangan seorang yang sangat berharga. Terimakasih Mama, karena telah berusaha menjaga perasaanku ini.
***
Besoknya aku mendapatkan ajakan dari Johnny untuk makan malam, hati ku sangat menginginkan untuk menerima ajakan itu namun pada saat yang sama aku tidak tega jika tiba tiba dia harus terlibat dengan kehidupanku.
Tapi aku berusaha memberanikan diri dan menerima ajakan Johnny, malamnya saat aku hendak pergi aku pamit ke Mama, Mama hanya melihatku dengan raut wajah cemas. Aku kemudian tersenyum dan berkata bahwa aku akan baik baik saja, Mama yang mendengar itu hanya mengangguk dan melambaikan tangannya padaku.
***
Sampainya aku di restoran tempatku bertemuan dengan Johnny, Johnny sudah ada duduk dan memanggilku untuk kesana. Aku pun duduk dan dia menawarkan ku untuk memesan makanan, sambil menunggu pesananku itu Johnny berkata "Aku dengar dari Nenekmu, bahwa Ibu mu itu pernah membunuh suaminya sendiri."
"Itu hanya pemikiran bodoh dari Nenek, dia hanya tidak terima Papa ku mati."
"Tapi bagaimana jika Mama mu yang membunuh calon suami mu itu?" Kata Johnny.
Mendengar itu aku tanpa memikirkan apapun langsung menamparnya dengan keras dan berkata "lebih baik kau hati hati dengan ucapanmu!"
Aku marah. Benar-benar marah. Bisa-bisanya lelaki ini mengatakan hal yang tidak sepatutnya pada seseorang yang paling berharga dalam hidupku.
Johnny kemudian kutingkalkan di restoran itu dan aku pulang penuh dengan amarah, jangan - jangan Johnny bersengkongkol dengan Nenek.
***
Besoknya, aku terbangun dengan rasa bersalah ... Aku mungkin terlalu kasar kepada Johnny, meskipun Johnny itu salah, aku tidak seharusnya menamparnya begitu saja.
Aku kemudian mengajak untuk bertemu kembali, Mama yang mendengar hal itu lantas berkata "Aku kira kemarin kau sudah bertemu dengannya? Apa jangan - jangan ... Kau jatuh cinta padanya?" Sambil tersenyum kecil.
"Tidak seperti itu." Jawabku dengan singkat.
"Kalau bisa, Mama ingin berkenalan dengan Johnny ini." Kata Mama.
Tentu saja, aku rasa tidak masalah sih.
Aku dan Mama pun pergi untuk menemui Johnny, saat disana suasananya begitu canggung sehingga membuatku sangat gugup. Baik aku, mama, dan Johnny masih enggan buka suara untuk memecah keheningan yang canggung ini. Diam-diam aku melirik Johnny yang terlihat tampan dengan setelah kemeja putih dan celana bahan beraarna hitam. Ah, apa yang kupikirkan ini! Sepertinya aku terlalu gugup.
"Ma, Johnny, aku pergi ke toilet dulu sebentar, ya."
Aku pun pergi ke toilet untuk menenangkan diri, aku berpikir untuk mencari topik yang bagus. Kalau Mama dan Johnny masih betah dengan kebisuan yang canggung ini, mau tidak mau harus aku yang mencari topik obrolan dan mencairkan suasana. Hah, tahu begini sebaiknya kami tidak perlu makan bersama seperti ini saja.
Saat aku menentukan topik yang ingin kubahas aku keluar dari toilet dan mendengar suara tembakan bertubi-tubi yang sangat keras. Aku langsung berlari keluar. Mengabaikan kakiku yang sakit karena sempat teratuk pintu. Begitu sampai di ruang utama restoran, mataku menangkap pemandangan tang mengerikan. Semua orang di restoran itu mati tertembak oleh pistol yang dipegang oleh Mama.
Perasaan campur aduk ini…
Hati dan pikiranku saling berlawanan…
Aku mengingat ingat kembali semua kejadian samar yang kelam itu, aku melihat Mama berada di suatu ruangan yang gelap, dengan tatapannya yang kosong memandangi mayat mayat calon suamiku dan dia hanya tersenyum kecil.
Lantas gambaran itu kemudian hancur oleh api kebencian ku, semuanya sudah kubuang dan tiba-tiba Mama berkata "Enak yah, padahal sudah berkali-kali kubunuh calon suami mu, namun ada saja laki laki yang mendekatimu. Mama iri deh rasanya."
"M-Mama? A-Apa ini?" Kata ku sambil mendekati Mama secara perlahan. Tubuhku yanv gemetar itu praktis membuktikan seberapa terkejut dan takutnya aku sekarang.
"Kau terlalu beruntung Lulu, setelah melihat ini kau pasti tidak ingin hidup lagi, bukan? Baiklah...Mama akan membuat tidak merasakan rasa sakit lagi." Kata Mama sambil menodongkan pistol kearahku.
Saat itu juga, seorang lelaki tiba - tiba mendorongku dan muncullah Nenek.
"Dasar iblis!" Teriak Nenekku kencang.
Yang mendorongku tadi ternyata bodyguard Nenek.
"Sudah sadar kan? Inilah Mama mu yang sangat kau cintai." Kata Nenek sarkastik.
"Berisik kau tua bangka! Apa kau ingin kubawa ke Neraka juga?" Teriak Mama dengan suaranya yang serak yang terdengar begitu mengerikan.
Salah satu bodyguard Nenek yang lain muncul dari belakang dan langsung menerjang dan menangkap Mama. Kepolisian pun datang dan mengamankan kejadian itu, aku diinterogasi berjam-jam namun aku hanya bisa terdiam sambil menangis kesakitan.
Aku tidak bisa menerima kenyataan seperti ini, ini terlalu berat untukku.
Kenapa? Kenapa harus Mama? Dari sekian banyak orang dan dari sekian banyak kemungkinan… kenapa harus Mama yang melakukan hal ini padaku? Orang yang sangat kucintai, kenapa Mama bisa menjadi seperti itu. Apakah Mama sudah kehilangan akal sehatnya sejak hari itu? Ini salah nenek bukan? Harusnya Nenek kan? Selama ini nenek yang selalu berbuah jahat padaku dan mama. Selama ini nenek yang selalu memaki dan mengatakan berbagai hal mengerikan untuk melukai kami. Tapi kenapa malah jadi begini? Ada apa ini?
Aku pun keluar dari ruangan tempatku diinterogasi dan bertemu Nenek, Nenek tidak tersenyum ataupun menangis, dia hanya menatapku tanpa ekspresi apapun.
Sedangkan aku hanya mampu membalas nenek dengan tatapan serupa. Semuanya terlalu tiba-tiba bagiku dan masih terasa tidak nyata.
"Kau… baik-baik saja?... Cucuku?"
Saat itu, tetes air yang kupikir sudah kering tiba-tiba berjatuhan dengan begitu deras. Dadaku kembali terasa sesak dan aku bahkan harus membekap mulutku sendiri untuk menahan isakan tangis. Berbagai emosi yang bercampur dan saling timpang tindih itu bahkan sama sekali tidak bisa kujelaskan. Sedih, kecewa, marah, terharu?
Hal yang paling tidak pernah kusangka pun selanjutnya terjadi. Lengan Nenek terbuka lebar. Senyumnya yang sama sekali belum pernah kulihat seumur hidupku itu ia tunjukan dan langkah pelannya mendekatiku. Aku bisa merasakan rengkuhan Nenek yang begitu hangat. Mengingatkanku akan sosok mama yang kini tak mampu lagi aku kenali.
"Tidak apa-apa. Ada nenek di sini."
Tangan nenek bergerak lembut mengusap puncak kepalaku dan tangisku pecah saat itu juga. Aku balas peluk nenek erat dengan napas terputus-putus.
"Ne-nenek… ma-afkan ak-aku… se-selama i-ini se-lalu ja-hat pada… hiks ne-nek."
Nenek mengelus kepalaku lagi. "Tidak apa-apa. Kau tidak salah. Wanita itu yang salah."
Hari itu terasa begitu panjang. Banyak hal terjadi, bahkan itu terlalu banyak. Seperti membuka kotak pandora dan mendapati berbagai macam keburukan.
Syukurlah ada Nenek di sini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top