8/18 "Fake Face"
Matahari bersinar terang di hari minggu yang cerah. Malikka akan pergi ke taman dekat rumahnya untuk bermain-main. Malikka memiliki boneka yang sangat cantik, boneka itu berbentuk kelinci kecil berwarna merah muda dengan pita berwarna putih di kepala boneka itu.
Pagi itu, Malikka mengenakan baju terusan berwarna merah muda yang senada dengan boneka kesayangannya yang ia bawa kemana-mana. Waktu akhir pekan ini keluarga Malikka selalu memanfaatkan nya untuk berpiknik karena mereka merupakan golongan orang-orang yang sangat sibuk.
Di taman, terlihat Malikka sedang bermain di ayunan yang agak besar untuk ukuran anak seperti Malikka. Sedangkan orang tuanya pergi menerima telepon dari clien mereka. Malikka sendirian bermain di ayunan, ia melihat banyak anak-anak sebayanya bermain dengan orangtuanya tapi dia tidak.
"Huh, kenapa Ayah dan Bunda selalu saja pekerjaan yang diurus sedangkan aku yang jelas di depan matanya tak mereka urus dengan baik." dengus kesal Malikka.
"Aku pengen menghilang saja,toh ayah bunda nggak menginginkan ku," sambungnya.
Malikka pun termenung memikirkan bagaimana reaksi orangtuanya jika tahu putri satu-satunya itu tidak ada di hadapan mereka lagi.
Malikka mengayun-ayunkan kakinya sambil memeluk bonekanya. Karena lapar, Malikka kemudian mengambil satu buah apel lalu kembali berjalan-jalan mengelilingi taman. Di taman itu terdapat bermacam-macam bunga yang sangat indah, di antaranya ada bunga melati dan mawar yang cantik-cantik. Malikka sangat suka ke taman itu karena ia bisa melihat bunga yang hakikatnya adalah tanaman kesukaan Malikka.
Orang tua Malikka tidak ragu membiarkan Malikka yang masih kecil itu pergi sendiri mengelilingi taman yang sangat besar.
Malikka melihat sesosok laki-laki yang seumur dengan ayahnya. Laki-laki itu bernama Abdullah. Ia menghampiri Malikka dari belakang dan hendak memeluk Malikka namun tak jadi karena ia memiliki ide yang lebih bagus, ia tiba-tiba mengagetkan Malikka dan memberikan Malikka sebuah permen lolipop warna-warni.
"Hai ... adek siapa namanya?" ucap Abdullah.
"Malikka om," jawab Malikka sambil terus-menerus menatap lelaki yang ada dihadapannya tersebut.
"Nih ... om punya lolipop mau nggak?" tanya Abdullah.
"Nggak," tegas Malikka.
Untung saja Malikka pernah diajarkan oleh orang tuanya untuk tidak menerima apapun dari orang lain yang ia tak kenal. Namun Abdul tak menyerah sampai disitu saja, ia segera menarik tangan Malikka, namun Malikka berusaha melepaskannya dengan cara menggigit tangan Abdul.
"Aku harus lepas dari om ini, dia orang jahat," batin Malikka.
"shh ... sakit dasar anak bodoh!" marah Abdul karena tangannya digigit oleh Malikka.
Namun Abdul tak habis cara, ia memukul pundak Malikka dengan balok-balok yang berada didekat mereka. Malikka menghindar dan lari sekencang mungkin tapi tenaganya kurang, ia pun jatuh. Sesegera mungkin Abdul menangkap tubuh Malikka dan memukul Malikka.
Memang pukulan itu pelan bagi Abdul namun tidak bagi Malikka, itu sangat menyakitkan hingga Malikka jatuh pingsan. Abdul pun langsung menggendongnya dan membawanya ke rumah nya.
"Kan lebih enak kalau kau diam seperti itu anak cantik," ucap Abdul dan melupakan boneka yang dipegang Malikka.
Abdul pun membawa Malikka ke rumahnya yang jauh dari keramaian, yang usang dan tua. Setelah sampai di rumahnya, Abdul membaringkan Malikka di ruangan yang sangat gelap dan di ruangan itu terdapat satu lukisan yang di dalamnya ada seorang anak yang diketahui bernama Lili. Lukisan itu juga bernama Lili.
Kenapa lukisan itu bernama Lili yang juga nama dari anak yang ada di dalamnya? Karena dahulu, Abdul memiliki seorang sepupu yang bernama Lili, Lili merupakan seorang anak kecil lucu dan menggemaskan yang selalu disiksa oleh Abdul, ia dipukul, dicubit dan di jadikan kelinci percobaan Abdul yang membuat obat-obatan,
hingga suatu hari tepat di malam ulang tahun ke-18 Lili, ia meninggal karena saat itu Lili memberontak dan Abdul menghunuskan pisau tajam nya tepat ke jantung Lili. Karena Abdul ingin melihat Lili tiap hari, dan takut ada polisi datang,dia pun menyantet Lili agar jiwa nya tetap sempurna dan ia memasukkan nya ke balik lukisan tersebut. Itulah mengapa lukisan tersebut bernama Lili.
Meninggalnya Lili membuat Abdul depresi, sehingga ia setiap hari selalu ingin bertemu dengan anak-anak atau orang dewasa yang berwajah baby-face dan ingin membunuhnya. Dan targetnya kali ini adalah Malikka yang sudah ia pantau dari kejauhan setiap hari jika sedang bermain di taman.
Malikka memiliki kulit yang putih bersih, wajah imut yang cantik, itulah yang membuat Abdul menginginkan Malikka. Wajah Malikka juga sangat mirip dengan Lili.
Setelah membaringkan Malikka, Abdul pergi ke suatu tempat untuk mencari mangsa lain yang sebenarnya adalah anak-anak yang menjadi target selanjutnya.
"Kau baik-baik saja di sini ya ... sayangku, Om akan pulang dengan membawa kan teman untukmu,
Di sisi lain, orang tua Malikka sedang mencari-cari Malikka yang sudah lama tak kembali.
Mereka bersusah payah menyusuri setiap tempat di taman, tapi mereka hanya menemukan boneka milik Malikka dan sebongkah balok yang tadinya digunakan untuk memukul Malikka. Mereka beranggapan bahwa Malikka diculik.
Mereka ke sana kemari memperlihatkan foto Malikka ke orang-orang, siapa tau mereka melihat anak mereka.
"Maaf permisi Bu, Ibu pernah melihat anak ini tidak?" tanya ibu Malikka ke seorang penjual cilok di taman itu sambil memperlihatkan foto Malikka. Tapi jawaban nya sama setiap orang yaitu "tidak.”
"Mas, bagaimana ini Malikka di mana hiks...hiks," tangis bunda Malikka dipundak suaminya.
Sambil memegang boneka milik Malikka yang tadi ia temukan. Tiba-tiba teman dekat Malikka yang hendak beli cilok di taman itu yang bernama Daffa bertemu dengan orang tua Malikka.
"Tante" ucap Daffa, teman Malikka.
"Oh, Daffa kamu lihat Malikka tidak? Malikka diculik," tanya bunda Malikka.
"Emm maaf tante saya tidak melihatnya," jawab Daffa. Daffa adalah anak indigo yang dapat merasakan aura negatif, ia merasakan ada sesuatu yang berbahaya yang mengintai dan mendekati Malikka.
"Tante boleh saya pegang boneka Malikka?" tanya Daffa, ia pun memegang boneka Malikka dan merasakan bahwa Malikka sedang berada di dalam rumah tua dan usang dan Malikka sedang tertidur atau lebih tepatnya pingsan.
"Tante pulanglah ke rumah aku akan menemukan Malikkka, percayakan saja ke padaku, mudah-mudahan Malikka bisaku temukan dan kubawa pulang ke Om dan Tante," ucap Daffa sembari berlari ke arah rumah Abdul.
Daffa pun sampai di rumah Abdul. Sejenak kepala Daffa sangat sakit menahan aura negatif dari rumah tersebut. Ia tidak menyangka, ternyata aura negatif tersebut terasa sangat kental dari dalam, tetapi ia juga bisa merasakan kalau aura negatif tersebut tidak terlalu berbahaya walaupun bisa sewaktu-waktu berubah menjadi bahaya.
Saat ia memegang gagang pintu rumah Abdul, ia dapat merasakan dan melihat apa yang terjadi di dalam sana. Ia melihat melalui kekuatannya bahwa Malikka tengah pingsan dengan rasa sakit di sekujur tubuh nya karena Abdul memukul tubuh nya tadi dengan balok.
Daffa pun tak tinggal diam,ia langsung masuk ke rumah itu. Daffa pun tiba-tiba kaget, “Kenapa rumah ini sangat besar dalamnya?” batinnya.
Ia pun mulai menyusuri tiap ruangan yang ada di rumah itu. Mulai dari ruangan yang berisi foto-foto anak kecil dan orang dewasa yang di gantung lalu di beri tanda silang di fotonya, hingga ruangan yang berisi patun-patung dan lengkap dengan sesajen yang sepertinya milik Abdul.
"Uhh rumah ini seram sekali, cepatlah bertemu denganku Malikka. Aku harus cepat-cepat menemukan dan membawanya keluar sebelum berada dalam bahaya." batin Daffa.
Kursi-kursi bergoyang dengan sendirinya, lantai-lantai kayu berdecit. Daffa sangat tidak suka dengan suasana rumah ini. Hingga Daffa melihat sekilas bayangan putih yang merupakan arwah Lili menuju ke sebuah ruangan yang sangat besar
Lili pun mencoba menghalusinasikan pikiran Daffa, agar ia segera keluar dan pergi dari rumah tersebut, agar Daffa tidak bisa menyelamatkan Malikka.
Kepala Daffa sangat sakit hingga ia terjatuh, ia melihat bahwa ruangan itu adalah ruangan tempat Abdul membaringkan Malikka.
Daffa segera berusaha berdiri dan bangkit untuk menggapai pintu ruangan itu. Ia pun membuka pintu itu dan tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka yang menandakan bahwa Abdul datang. Dan tiba-tiba pula semua isi rumah tersebut jadi kecil dan menjadi terlihat sempit rumah tersebut
“Ahhh sial! Aku harus cepat bertemu dengan Malikka sebelum keadaan semakin runyam.” Sambungnya pelan
Daffa pun mencoba untuk membuka pintu tersebut, tetapi pintu tersebut tidak dapat terbuka karena seperti nya terkunci.
“Wahh ... wah ... wahh ... berani-beraninya tikus kecil memasuki wilayahku. Kau mau membuka nya ya? Tidak semudah itu anak muda karena kuncinya ada padaku hahahah ...,” ujar Abdul yang sudah hampir dekat dengan Daffa sambil memainkan kunci yang ada di tangannya.
“Ahh sial! Ternyata kuncinya ada di lelaki tua itu, pantas saja dari tadi aku sulit untuk membuka pintu ini. Atau ku dobrak saja pintu ini ya. Aku tidak bisa lagi menunggu lebih lama lagi, aku harus bergerak cepat untuk menyelamatkan Malikka sebelum lelaki tua itu berbuat jahat kepada Malikka.” Ujar Daffa pelan dan disambung dengan mendobrak pintu dihadapan nya tersebut.
BRAKK!
Pintu tersebut pun akhir nya terbuka, dan menampilkan Malikka yang sedang terbaring dengan rapi di tempat tidur tersebut. Daffa pun benafas lega melihat Malikka tidak kenapa-kenapa, dengan langkah cepat kemudian ia menghampiri Malikka dan membangunkan gadis itu.
“Ahh sial! Kenapa anak itu bisa membuka pintu tersebut dengan mudah, ahh ... ya sudahlah biar saja, toh mereka juga tidak akan bisa keluar dari sini hahaha ...,” ujar Abdul sambil tertawa kemudian berlalu menuju ruangan pribadi nya.
“Mal Mal bangun ... bangun, kita harus cepat pergi dari sini sebelum lelaki tua itu menangkap kita dan tidak membiarkan kita pergi. Orang tua kau cemas mencari-cari keberadaanmu, tetapi mereka tidak menemukan jejak, maka dari itu ayo ... kau bangun terus kita kembali ke orang tua kau Mal.” Ujar Daffa sambil mencoba membangunkan Malikka.
“Nggghhh aku dimana, argh ... kepala aku sakit banget lagi,” Ujar Malikka yang mencoba bangkit sambil sesekali meringis.
“Akhirnya kau sadar juga Mal, kau di culik dan di bawa kesini, Orang tua kau mencari kau kemana-mana, ayo kita pulang.” Sambung Daffa.
Daffa pun mencoba membantu Malikka untuk bangun, setelah Malikka berdiri mereka pun segera melangkahkan kaki keluar dari kamar tersebut dan segera keluar dari rumah tersebut.
Setelah sampai ruang tengah yang sudah hampir dekat dengan pintu tiba-tiba mereka dikejutkan dengan suara tertawa lak-laki dengan keras yang membuat mereka menghentikan langkah nya.
“HAHAHAHA ... mau mencoba kabur dari sini ya tikus-tikus kecil? HAHAHA ... kalian pikir kalian bisa semudah itu melarikan diri dariku? Kalian pikir bisa semudah itu kabur dari aku mengingat dimana kalian berada sekarang? Tidak semudah itu HAHAHHA ...,” ujar Abdul dengan tertawa yang sangat keras membuat Malikka ketakutan.
“Daff gimana nih? Aku takut banget. Gimana kita bisa keluar dari sini? Gimana kita bisa melawan lelaki tua itu, aku mau pulang hiks ... hiks ... hiks...,” Ujar Malikka ketakutan sambil terus mencengkram baju Daffa dan bersembunyi di belakang Daffa.
“Tenang saja Malikka, kita tidak akan semudah itu tertangkap, kita akan selamat dan kau bisa kembali ke orang tua kau, karna aku datang untuk menyelamatkanmu, bukan untuk membuat kita menjadi santapan lelaki tua bodoh itu. Nah ... sekarang kamu berdiri disitu dulu ya... aku akan mencoba menghadapinya, kamu jangan khawatir, kita pasti bisa kembali.” Ujar Daffa sambil mencoba menenangkan Malikka dan menunjuk ke sebelah vas bunga besar tempat dimana Malikka harus bersembunyi.
“HAHAHA ... mau mencoba melawanku anak kecil? Ayo silahkan saja.” Ujar Abdul sambil tertawa keras dan kemudian mulai untuk menghajar Daffa.
Daffa tidak mampu berbuat banyak, ia hanya mampu menghindari setiap pukulan-pukulan yang di layangkan Abdul kepada nya, ia tahu jika ia melawan ia akan kehilangan tenaga karena sudah bisa di pastikan tenaga Abdul lebih besar dari pada tenaga nya. Ia akan mulai melawan Abdul ketika lelaki tersebut lelah.
“Kenapa tidak melawan ku anak kecil? Tidak berani atau takut terluka, huh?” Tanya Abdul meremehkan Daffa karna tubuh mereka yang tidak sebanding.
“Tidak Om, hanya saja sayang sekali tangan aku kalau dipakai untuk memukul orang tua bangka seperti mu.” Balas Daffa tertawa remeh.
Mendengar balasan yang dilontarkan Daffa membuat Abdul menggeram kesal dan marah, ia pun semakin brutal menghadiah kan pukulan-pukulan kepada Daffa, dan melihat Daffa yang terlempar akibat tendangannya membuat nya tersenyum meremeh kan.
“Baru segitu aja udah tumbang? Bicaramu saja yang sombong anak muda, tapi kau tidak ada apa-apa nya HAHAHA.” Tawa Abdul semakin keras.
“Cuihh baru segitu saja sudah bangga Pak tua?” Tanya Daffa sambil membuang ludahnya ke samping tubuhnya dan kemudian ia bangkit dan mulai menyerang Abdul dengan lebih brutal di bandingkan serangan Abdul sebelumnya.
Hal tersebut membuat Abdul kewalahan menghadapi serangan Daffa, sebenarnya Abdul sudah lelah menangkis semua pukulan Daffa, ditambah lagi tadi Abdul sudah mengeluarkan tenaga banyak terlebih dahulu karena melawan Daffa.
Dengan tenaga yang juga sudah mulai menghabis membuat Daffa mulai melemah kan serangannya, di detik-detik terakhir ketika dirasanya Abdul sudah tidak mampu lagi menahan serangannya dia pun memukul Abdul dengan sangat keras membuat sang pemilik tubuh tersebut ambruk dan pingsan dengan menabrak vas bunga besar yang ada di sebelah vas bunga tempat Malikka bersembunyi.
Melihat hal tersebut membuat Daffa dengan cepat menarik tangan Malikka menjauh dari vas tersebut sebelum tubuh Malikka ikut jatuh akibat tertimpa vas bunga tersebut.
“Malikka kau tidak ap-apa kan?” Tanya Daffa kepada Malikka sambil mengecek keseluruhan tubuh Malikka, takut-takut ada yang membuat tubuh gadis tersebut terluka.
“Yang seharus nya bertanya itu aku Daf, kau tidak apa-apa? Apalagi tadi aku lihat perut kau terkena pukulan dari lelaki tua itu, luka tidak? Ayo mari sini aku obatin, disini pasti ada kotak obat nih ayo bantu aku mencari nya.” Balas Malikka.
“Tidak usah Mal, jangan khawatirkan aku, kita sebaik nya keluar saja dulu dari tempat ini sebelum lelaki tua itu bangun lagi dan menyerangku lagi karena rasa nya aku juga sudah tidak sanggup untuk membalas serangannya lagi. Dan orang tua kau sudah menunggu kau untuk kembali,” Ujar Daffa sambil menarik pelan tangan Malikka dan menuntun nya untuk keluar dari ruangan tersebut.
Setelah mereka berhasil keluar dari rumah itu sekilas Malikka melihat bayang-bayang Lili yang tengah berdiri di depan rumah tersebut.
Wajah Lili yang cantik, tapi kulit yang sangat pucat bergentayangan di rumah tersebut, membuat Daffa yakin ada yang tidak beres di situ.
Daffa membawa Malika lari sampai mereka menemukan tempat untuk bersembunyi.
"Kau cari bantuan, aku harus memastikan sesuatu," ucap Daffa.
"Apa yang kau lakukan, kita harus melarikan diri," ucap Malika setengah berteriak kepada Daffa.
"Kau ingin ada korban selanjutnya? Kau lihat di rumahnya yang penuh dengan boneka santet!"
"Kau menyuruhku untuk lari sedangkan penjahatnya masih berkeliaran di sana," ucap Daffa.
Malikka terdiam cukup lama. "Baiklah, hati-hatilah disana. Aku akan meminta bantuan," ucap Malika dengan wajah penuh khawatir kepada temannya ini.
"Kau tenang saja, aku pergi dulu." Daffa langsung menuju rumah Abdul dan meninggalkan Malika.
Dirasa Malika tidak melihat Daffa. Ia langsung pergi mencari bantuan disekitar.
Terlihat Abdul yang berjalan disekitaran rumahnya mencari Daffa dan Malika.
Tangan yang memegang pisau, baju yang penuh dengan darah akibat benturan dengan vas bunga dan angin dingin yang menggelitik kulit, tidak membuat Abdul sadar apa yang ia lakukan salah.
"Sial mereka cepat sekali larinya," ucap Abdul.
Ia pun memutuskan untuk mencari ke belakang rumahnya.
Daffa kembali ke rumah pedofil itu, ia langsung bertemu Lili yang berdiri di depan pintu.
"Aku akan membantumu," ucap Daffa.
Lili mengangguk pelan dan pintu terbuka dengan sendirinya. Daffa membiarkan Lili memimpin jalan menuju ruangan rahasia.
Daffa berhenti tepat di hadapan lukisan yang mirip sekali dengan Lili.
"Ada apa ini? Apa ada sesuatu dengan lukisan ini?" tanya Daffa.
Lukisan itu tiba-tiba terbuka, Daffa dengan kagetnya melihat isi di dalam tersebut. Ia langsung masuk kedalam ruangan yang terdapat mayat Lili.
"Apa karna ini kau selalu di sini?" tanya Daffa dan dibalas anggukan oleh Lili.
Benda di atas meja, di samping mayat itu tiba-tiba jatuh. Daffa yang melihat itu langsung mengambil buku itu.
"Diary? Apa ini milikmu?" tanya Daffa lagi.
Dengan penasarannya ia langsung membuka diary itu dan membaca dengan cepat.
"Astaga ... kau dibunuh oleh Pedofil itu? Ini tidak bisa dibiarkan, ia harus bertangung jawab."
Ia membawa diary itu dan pergi keluar.
"Kau tidak bisa melawannya," ucap Lili yang menghalangi jalannya.
Dengan kasarnya Daffa menghempaskan Lili menggunakan kekuatan dalamnya.
"Cukup! jangan halangi aku!" teriak Daffa.
Ia melihat tulisan diary Lili, yang berisi tulisan Abdul. Sepertinya Lili mengumpulkan bukti ini untuk melawannya.
Terlihat di dalam diary itu, Abdul yang gelap mata menyayangi Lili dengan cara yang salah.
Di saat kematian Lili, yang dibunuh dengan keji mayatnya yang disimpan dibalik lukisan. Abdul menjadi gila dan selalu menyantet anak-anak yang terlihat manis.
Daffa geram dengan itu semua, ia keluar dari ruangan itu bertepatan Abdul yang masuk kedalam rumah.
"Wah ... ternyata di sini kalian," ucap Abdul sambil terkekeh.
"Pedofil sepertimu harus bertanggung jawab!" teriak Daffa dengan lantang.
"Untuk apa? Bukankah kau menyukainya?" tanya Abdul dengan wajah meremehkan.
Lili yang semula berada di samping Daffa tiba-tiba menghilang.
"Cukup omong kosongmu!"
"Yeah ... begitulah manusia, munafik!" teriak Abdul.
Kesabaran Daffa habis dan ia langsung menyerang Abdul, tapi karna mereka tidak sebanding. Perut Daffa dipukul cukup keras.
"Hanya begitu? Buang-buang waktu saja," ucap Abdul.
Lili muncul tepat di belakang Abdul dan berbisik.
"Kalo begitu, mari selesaikan urusan kita," bisik Lili dengan suara dinginnya.
Abdul kaget dan langsung memundurkan badannya menghindari Lili.
"Kau? Kenapa ada di sini!" teriak abdul kepada Lili yang berwujud menyeramkan.
Mata yang merah, kuku-kuku jarinya panjang, rambut hitam terurai menutupi wajah, serta badannya berlapis baju putih bersimbah darah.
"Karena kau! Hahahaha ...." Lili tertawa cukup menyeramkan dan membuat Abdul handak melarikan diri.
Daffa yang melihat hal tersebut langsung mencegahnya dan meninju tepat di depan wajahnya.
"Kau bisa tenang di alammu Lili, pedofil ini akan aku urus," ucap Daffa sambil mengingat abdul dan menghadap ke arah Lili.
"Terima kasih," ucap Lili dengan senyum diwajahnya.
Perlahan tubuh Lili menghilang, Daffa melirik ke arah abdul dan tersenyum tipis.
BUGHH
BUGHH
BUGHH
Daffa melayangkan tinjunya keperut Abdul dan wajahnya, terlihat sobok disudut bibir Abdul.
"Itu untukmu yang berani menculik Malikka dan melukai kami," ucap Daffa.
"Cih ... bocah sepertimu hanya bisa melawan pada saat seperti ini, LEMAH!" ucap Abdul dan sengaja menekan kata lemah sambil menghadap Daffa.
"Kau lupa satu hal om," ucap Daffa sambil menyisir rambut Abdul.
Abdul tampak risih dan hendak membuka ikatan pada kedua lengannya.
BRAKK!
Pintu terbuka secara kasar dan terlihat Malikka dengan beberapa polisi, seperti perintah Daffa. Malikka membawa bantuan.
Daffa berjalan mendekati Mailikka, polisi langsung mengamankan Abdul.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya malikka.
"Seperti yang kau lihat, aku baik," balas Daffa.
Mereka mengikuti Abdul ke kantor polisi untuk diintrogasi sebagai saksi.
Abdul tampak tertawa remeh melihat Daffa dan Malikka yang terlihat dekat.
"Jadi atas motif kau melakukan kejahatan?"
"Jikaku memberitahu apakah akan mendapatkan keadilan?" tanya Abdul, tanpa menjawab pertanyaan polisi tersebut.
"Tergantung pembelaan yang kau buat dan informasi dari saksi," jawab polisi itu dengan wajah serius.
Malikka memberikan kesaksian apa yang ia lihat, dari penculikan yang Abdul lakukan, boneka santet yang berada di rumahnya, dan apa yang berada dibalik lukisan Lili.
"Iya itu benar, tapi karena alasan tertentu," jawab Abdul dengan santai.
"Kau akan ditahan untuk sementara sampai kami menemukan bukti-bukti yang kuat," ucap polisi itu lalu langsung memanggil bawahannya untuk menahan Abdul.
Daffa mengantar Malikka pulang ke rumah. Katanya takut jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
"Makasih Daffa sudah menemukan Malikka," ucap ibunya sambil tersenyum.
"Iya tante sama-sama, Daffa pamit pulang, ada urusan. Mari om, tante, Malikka," ucap Daffa.
Dirasa Daffa sudah pergi, Malikka dan orang tuanya masuk ke dalam rumah.
Abdul duduk termenung di depan sel tahanan. Suasana yang sepi membuat Abdul merenungkan dosa yang ia lakukan dengan keji.
Tanpa ia sadari di hadapannya ada seseorang bermasker hitam tengah berdiri.
"Hai om." Abdul menoleh asal suara dan langsung kaget.
"Mau apa kau kesini!" teriak Abdul.
"Untuk melihat om kesayanganku yang pedofil dan suka santet," ucap orang tersebut terkekeh pelan.
Abdul semakin kaget pada saat orang itu mengeluarkan pisau dan mengarahkan kepada dirinya.
"Sepertinya aku sudah tidak membutuhkanmu om," ucap orang itu.
"Jauhkan benda itu sialan!" teriak Abdul dengan marah.
"Percuma om teriak, di sini tidak ada orang sama sekali." orang itu masuk ke dalam sel tahanan dan berjalan mendekat.
Abdul memundurkan badannya menghindari orang yang berada dihadapannya. Dengan tatapan tidak suka ia menangkis tangan orang itu.
"Kenapa om? Apa kau tidak suka? Aku sudah menyiapkan kado untukmu jauh-jauh hari," ucap orang itu dan berjongkok di depan Abdul dan menatap dengan tajam.
"Selamat tinggal om, semoga kau tenang di sana." Ucapnya sambil membuka masker dan tersenyum sinis.
"Akhh ... kau, da-dasar penjajat, Da-Daffa ...."
Daffa langsung mengambil pisaunya lalu tersenyum jahat.
"Hahaha ... om yang baik," ucapnya dan pergi meninggalkan tubuh Abdul yang mengeluarkan darah cukup banyak dan perut yang tertusuk cukup dalam.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top