I. ᛚᛟᛊᛏ
© January 2019. Book one of Dwilogy "The Remorseless".
Acledesent, gerbang ini
melaung;
"Selain dia," katanya;
"seseorang sedang lari
dari tahtanya."
Catalysts; The Ignoble King
I. ᛚᛟᛊᛏ [Lost]
ELLESMERE MERINGIS sakit. Menyumpah serapah sembari memegangi lengan kanan yang tergores panah. Entah sampai kapan ia harus berlari seperti ini. Persetan dengan Fortune, ia benar-benar tidak membutuhkannya!
Kadang ia tertawa mengejek dalam hati. Soal kabur dari perdagangan budak, Ellesmere akui itu bukan ide yang buruk. Bahkan setelah menyaksikan seorang anak mencoba kabur ke perbatasan dan dibunuh begitu saja. Setelah memanfaatkan mereka untuk memberikan beberapa potong roti agar bisa dimakan—dan daripada susah payah mencuri—tetapi gadis itu tahu betul seberapa parah konsekuensinya. Biar bagaimana pun, menemukan cara untuk bertahan hidup menjadi utama bagi Ellesmere.
Sedikit pengisi perut dan luka menganga di lengan kanan.
Untuk sekarang, kedengaran setimpal.
Langkah kaki Ellesmere terhenti di tengah jalan sempit Kerajaan Solvenmber, pelan-pelan memaksa kedua kaki yang hampir menabrak permukaan tanah jalanan itu untuk segera diam—beristirahat sejenak. Ia meringis untuk yang kesekian kali. Bukan karena luka, melainkan merasakan perutnya menegang seakan baru saja menelan makanan basi dan mual.
Benar saja, selain sengatan ketakutan terhadap kejar-kejaran menjengkelkan ini, sepotong roti yang semestinya tetap berada dalam lambung, naik begitu saja—mendorong keluar kerongkongan pula menerobos mulut kecilnya hingga ia terbatuk-batuk. Memuntahkan adonan yang sudah terasa asam memuakkan ke atas tanah lembab.
Belum selesai di sana, kepalanya terasa pusing. Luka yang mau tidak mau Ellesmere terima kini tampak sia-sia. Angin malam pun tidak bisa mengasihani sosok itu, berlalu kasar dengan hembusan yang sungguh mengusik. Terkadang, justru menggoda Ellesmere agar meninggalkan kesadarannya di sana.
Selain bau muntah dan amis darah di sekitar tangan, aroma busuk juga turut menambahsempurnakan koridor kumuh tersebut. Sayuran basi, susu, atau yang paling nampak di antara itu semua, bangkai tikus hitam—dengan bulu yang kuyup oleh genangan sampah organik—menyebar sana sini bak rumput liar.
Tidak ada yang mampu membantunya bertahan sekarang, kecuali darah sendiri.
Semoga ia tak segera kehabisan darah.
Hah, nasib anak desa tunggal memang kurang beruntung. Tidak ada yang lebih menyakitkan permulaannya selain pembunuhan orang tua mereka ketika menjelang tengah malam. Membuat sebagian dari mereka dibawa sebagai budak belian. Hanya sedikit, atau kemungkinan hanya dua atau tiga orang saja yang sangat berani berbuat nekat seperti Ellesmere.
Semua orang juga tahu, percuma bekerja sama dengan suatu kerajaan dalam hal perdagangan. Mereka bakal lebih dirugikan! Namun, ketika tetap menjadi desa tunggal, semua bisa musnah kapan saja. Betapa ironis.
Ellesmere mengatur napas gemetar, sesekali memeriksa luka yang didapatinya tampak parah atau tidak. Nyeri, bahkan setelah bertekad untuk membiasakan diri dengan rasa sakit seperti ini. Tetap saja ....
"Cari yang benar, dasar bodoh!"
"Jangan biarkan Tn. Ulric sampai tahu masalah menyusahkan ini!"
"Gadis sialan! Aku tahu kau bersembunyi di sana!"
Derapnya mulai terdengar nyata dan dekat. Terlebih gertakkan kasar pula sangar didengar itu sontak menggema. Saking keras sampai Ellesmere bergidik tak jelas, nyaris berhalusinasi horor selama merasa suara pria-pria menakutkan itu sudah berada di belakang telinganya.
Tidak, untuk yang pertama kalinya Ellesmere benci suara pria. Bentakan itu ... ia tidak ingin mengingatnya.
Tidak ada waktu. Diliriknya sekali ke belakang dinding sinis, Ellesmere langsung berpaling—merangkak bersembunyi ke dalam koridor sempit minim cahaya. Luka pada lengan kanan gadis itu terasa sangat membakar. Terlalu memilukan hingga ia sendiri tak sanggup menekan pendarahan terlalu lama.
Sedikit lagi, terhitung kurang dari sepuluh langkah dan ia bisa terlepas dari kawanan tersebut.
Alih-alih melangkah lebih cepat, tubuhnya justru terhuyung ke depan. Nyaris jatuh pingsan di tengah jalan—di antara rumah-rumah sepi, kemudian suara ringkkikan kuda terdengar. Ellesmere tersentak, berusaha menahan berat badan sendiri untuk tetap berdiri, sedangkan sekarang ia baru sadar hampir terkena cedera kalau saja sebuah kereta kuda putih berhasil menabraknya.
"Hei! Apa yang kau lakukan di sana!? Cepat minggir!" teriak salah satu kusir membentak. Ellesmere menurut. Meski susah payah, ia berusaha menyingkir dari jalan hingga kereta putih tersebut melanjutkan perjalanannya. Dalam beberapa detik iris kehijauan Ellesmere bertemu dengan sorot sang penumpang.
Matanya berkilat sama seperti Ellesmere menunjukkan sorot tajamnya setiap saat. Kosong, tetapi menusuk.
Hampir satu menit Ellesmere tertegun. Seharusnya ia tidak perlu peduli siapa, hanya karena gadis itu belum begitu mengerti tentang kerajaan ini, atau barangkali para penghuni Solvenmber beserta kisah mereka. Sembari tetap menekan luka, ia kembali melangkah pergi. Perlahan berhenti menghiraukan kereta misterius yang kian menjauh dari pandangan.
Bukan hanya tangan, kakinya yang terus menerus melangkah tanpa alas kaki pun mulai terasa pedih. Barangkali bukan cuma satu atau dua luka goresan yang tercipta di sekitar jemari kaki gadis itu.
Udara malam ini juga terasa lebih dingin dari biasanya. Seperti ... akan datang Musim Dingin.
"Kejutan."
Dua orang berbadan kekar mendadak saja berdiri di hadapannya, membuat Ellesmere terlonjak bukan main. Gawat, mengapa ia begitu lengah!? Kontan saja Ellesmere membalikkan badan tetapi sia-sia, kawanan yang mengejar dirinya berhasil membuat sosok itu terpojok. Beberapa dari mereka tak lagi menahan seringai—yang entah mengartikan apa, ia tidak mengerti.
Tidak mau mengerti.
Begitu dua orang di belakangnya mengunci pergerakan Ellesmere–menguasai kedua lengan tanpa peduli keberadaan lukanya, ia sontak berontak kasar sekuat tenaga setelah berteriak nyaring—kesakitan. "Lepaskan. Lepaskan aku!!!"
"Aku benar-benar berharap dia bisa diberi pelajaran."
"Tunggu, dari awal Tn. Ulric meminta kita untuk membawa gadis busuk ini dalam keadaan utuh. Mereka tidak akan mau membeli seseorang yang sudah dipakai, menjadi bekas."
Satu dua pasang mata menatap jengkel ke arah Ellesmere. Gadis itu tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Pandangannya segera mengabur sementara ia belum sempat memikirkan apa pun untuk kabur dari mereka. Tak membutuhkan waktu lama memberikan ucapan selamat malam kepada Ellesmere dengan membiusnya menggunakan kain.
Kesadarannya terenggut. Menghilang di saat itu juga, meski ia benci jika sampai terjadi. Begitu memaksa menghiraukan segala nyeri bahkan ketika raganya sudah meraung-raung minta istirahat.
Sekarang, semua tenang, tak mendapati suara apa pun seperti kala ia tenggelam di sungai. Senyap dan gelap, tanpa tahu sampai sedalam apa air mau memeluk dirinya, menyeret paksa ke suatu tempat asing. Sendirian. Entah kapan Ayah akan datang untuk membuatnya kembali terjaga.
Takut ....
Namun, dunia kini tidak menghadirkan suara untuk menenangkan batinnya, di saat bersamaan sudut kecil Solvenmber seketika kehilangan bising. Secara perlahan, di bawah langit yang tengah membentang dalam warna kelabu, tanpa rembulannya. []
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top