Arc 2-9: Metode Gravimetri

Bab 23: Metode Gravimetri

###

Napasku memburu, gelembung-gelembung kecil dihasilkan tanpa kendali. Air hijau terlihat gelap akibat kelamnya cahaya. Aku tunggang-langgang menapaki koridor, tanpa jurusan dan tak kenal lelah. Lorong-lorong tembok tanpa pintu ini membuat lengar, seakan ansietas memenuhi kepala.

Sebelumnya, setelah aku mencegah Ketua dari hasratnya yang ingin melawan Iblis Yudikatif berupa Lime, tiba-tiba benakku tertarik untuk menyusuri lorong. Tahu-tahu langkah demi langkah makin cepat hingga kami berdua berlari laju.

Tempat ini macam labirin, begitu membingungkan dan bercabang-cabang. Aku berkelok ke kanan, berbelok ke kiri, asal memilih cabang tatkala menjumpai persimpangan. Terus-menerus berlari sampai memutar jalan, tidak tahu mau menuju mana. Akibatnya air pun terusik menciptakan gelembung melimpah.

Apa itu? ada sesuatu ... !

Satu persona terefleksikan oleh korneaku. Manik netra mengekor arah geraknya si bayangan hitam. Gawat! Dia lenyap di balik persilangan! Aku langsung mengejarnya sebelum kehilangan jejak. Tidak! Sekelebat itu telah gaib, entah ke mana?

Aku berhenti sejenang, mengatur pernapasan tersengal-sengal yang mengeluarkan gelembung udara. Pemuda kesatria di belakang menyusul, turut berjeda di sisi. Ketua menoleh, memperhatikan raut lejar yang tergambar di wajahku.

"Cris, kau tidak apa-apa?"

Aku melakukan inhalasi dan ekshalasi nan berat bergantian. "Iya. Hanya sedikit lelah berlari."

Pemuda itu menatap lorong gelap di muka. "Tadi itu apa?"

"Aku tidak yakin ..., tapi kemungkinan ... Sister Mint."

Keheningan melanda, hanya terdengar letupan bola udara. Mungkin bila gelembung tiada, sudah pasti amat sunyi atmosfer di sini. Selepas terisi tenaga, kami akhirnya mengakhiri masa istirahat lalu lanjut mengejar sosok yang telah lama menghilang.

Aku berkelok dan berbelok, selalu beralih arah tatkala jalur berganti ke kiri maupun kanan. Tidak kunjung kutemui bayang-bayang hitam misterius yang suah raib. Kaki berlari tergesa, napas terputus-putus, manik mata menyapu sekeliling. Terus kucari figur itu tanpa jeda, harap-harap dia berhenti di tengah jalan sehingga kami bisa mengejarnya.

Di persimpangan lorong, bahwa cabang membentuk perempatan, sang bayangan bergeming di tengah-tengah. Dia mematung, postur semampai membelakangi kami. Memang benar hitam semua tubuhnya laksana menyatu dengan keadaan temaram di sini. Akhirnya persona yang dicari tertangkap mata juga.

Setelah sebelumnya sempat mengalami adegan kejar-kejaran, sosok itu alhasil berhenti pula. Dia diam di hadapan kami, kemudian berbalik. Netranya berkilat menatap dengan intens. Aku dan Ketua turut beradu, tercengang menatap figur tersebut.

Samar-samar kulihat dia merupa jasad wanita sekitar umur dua puluhan tahun. Awalnya hanya tampak gelita dengan air kehijauan melingkupi tubuh—kepala, tangan, kaki, perut, kemudian terbentuk muka juga surai model kucir kuda. Wajah wanita yang menatap kami itu begitu cantik, dan jika aku peka, dia sebenarnya adalah Sister Mint. Lambat laun, terlihat jelas wanita tersebut mengenakan gaun one piece putih nan begitu anggun.

"Sister ... Mint ... ?" gagapku.

"Heh?" Ketua bergidik terkejut.

Sosok Sister Mint itu tak berkedip, langsung berlari menuju koridor di kanannya. Dia menghilang lagi.

"Tunggu!"

Aku mengejar figur Sister Mint yang lenyap di balik belokan lorong, diikuti Ketua di belakang. Laju sekali lariku sehingga Ketua agak kewalahan menyusul.

"Sister Mint! Sister Mint!" Sekumpulan bola udara kecil tercipta saat aku meneriakkan nama tersebut. "Di mana kamu? Di mana? Jangan pergi!"

Aku berkelok dan berbelok, menyusuri koridor bak labirin ini. Terkadang aku menemui jalan buntu sehingga harus memutar arah dan mencari jalur lain. Suara langkah kaki serta jejak air yang bergelombang menjadi petunjuk kecil bagiku untuk mengejar sosok Sister Mint.

Teriakan Ketua menggema dari belakang, menyuruhku memperlambat laju lari, menyatakan dia telah lelah melelah, juga merasa ketakutan ditinggal sendiri. Namun, semua itu tak lekang membuatku berhenti.

Kemudian, satu visual pelik tertangkap. Sontak sepasang kelopak mataku melebar.

Pada lorong panjang yang kususuri ini, aku melihat satu daun pintu terbuka, memendarkan sinar kekuningan nan terang. Iluminasi menyeruak pada koridor remang-remang. Lantas langkahku beradu, lambat laun setop.

Ketua meneriaki namaku, kemudian akhirnya berhasil menyusul. Napas pemuda itu terengah-engah diikuti gelembung udara nan tercipta. Dia menopang telapak tangan pada lutut, seraya mengatur respirasi.

Aku jadi merasa agak bersalah. "Ketua, maaf aku terburu-buru ... kau tidak apa-apa?"

Kuhampiri pemuda itu guna memindai wajahnya, memastikan dia baik-baik saja. Ketua beralih ke pose tegak, lalu mengulas senyum terkesan memaksa kepadaku. Berkat itu, kami bisa lebih merilekskan suasana.

Ketua tertawa lepas. "Cris, kau ini seperti citah."

"Setidaknya tidak seperti hedgehog biru."

Dia mengernyit. "Apa maksudnya?"

"Tidak, tidak ada."

Ketua tak paham, ya? Jangan tertawa, nanti dia merasa terintimidasi.

Pengalihan isu, aku menoleh ke arah lain. "Ketua lihat pintu itu?" Tanganku menunjuk sebuah daun yang terbuka. "Kemungkinan di dalam sana ada bahaya yang menanti kita. Meski begitu, apakah Ketua masih ingin tetap lanjut?"

Ketua menatap mantap. Aku balas mengangguk tegas. Selepas mengembalikan energi yang sempat habis dari aksi kejar-kejaran, kami pun berjalan menuju pintu.

Menerka-nerka, akan ada apa pemandangan di baliknya?

Kemudian, aku tercengang. Itu adalah sebuah ruangan kamar. Banyak wanita dewasa berbagai busana ada di sana, yang kesemuanya memiliki wujud serupa Sister Mint.

"Apa ... ini ... ?"

###

Kudus, 21 Januari 2021

+- 800 kata

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top