Arc 2-4: Mesofit, Hidrofit, Xerofit
Bab 18: Mesofit, Hidrofit, Xerofit
Mesofit-jagung
Hidrofit-eceng gondok
Xerofit-kaktus
###
Ketua menghentikan langkah kaki. "Tunggu sebentar, Cris! Ayo mampir ke tempat langgananku dulu."
Aku turut berhenti. "Langganan?" Alisku mengernyit.
"Iya. Aku sebelumnya bertemu di jalan menuju rumah Pak Pungi."
Tangan Ketua menuding ke tembok bangunan di sisi kiri. Ada sebuah tirai yang terpasang sebagai penanda pintu masuk menuju suatu tempat. Tirai ungu tua itu tampak begitu menawan sekaligus mencurigakan. Namun, Ketua tampak tenang-tenang saja. Dia menyiah kain ungu seraya melangkah masuk. Mau tak mau, aku pun mengikutinya.
"Tapi, kan, ini jalan bukan mengarah ke rumah Pak Pungi," kemamku.
Di dalam cukup gulita. Tempat ini seperti lorong nan sempit. Bau-bauan asing memasuki indra pencium. Di sebelah kanan semacam ada stan yang kemungkinan berwarna serbaungu, jika mataku benar menangkap di remang-remang begini. Aku terus mengamati sekitar. Stan itu adalah meja panjang, di depannya ada sejumlah kursi berlengan. Di atas meja, banyak barang tertata. Terdapat bola kaca berisi lilin sebagai penerangan di dalam ruang gelap ini.
"Selamat datang, xixixi...."
Tawa ganjil tertangkap oleh gendang telinga. Netraku acap menyapu sekeliling. Aku bisa-bisa menghunus pedang kepada sumber suara bila Ketua tidak menyapa sosok itu.
Seorang wanita lansia berpenampilan nuansa ungu duduk di seberang meja. Rambut putih disanggul, berbagai perhiasan mengadunkan tubuhnya, dan dia bergigi emas. Sungguh wanita tua yang menyeramkan.
"Selamat datang, Tuan Marjan!"
Kedua pupilku menyempit. Apa? Tuan Marjan...?
"Nenek Xixixi, aku ingin diramal!"
Sepertinya aku tidak salah dengar bahwa Ketua memanggil wanita itu Nenek Xixixi. "Nama konyol macam apa itu?" batinku.
Aku beralih melirik berbagai benda yang tergeletak di meja. Ada sebuah papan nama di situ dan bertuliskan "Nenek Xixixi". Ternyata memang benar namanya itu. Aku pun tercengang sekalian kesal.
Menyilangkan tangan, aku berseru dengan mata terpejam, "Ketua, ayo kita pergi dari tempat mengerikan ini."
Wanita aneh itu berucap sambil menyeringai, sampai-sampai cahaya lilin terpantulkan oleh gigi masnya, "Duduklah, dan aku akan meramal takdirmu, xixixi. Di sini kau bisa mengetahui takdirmu, apa yang akan menimpamu di masa mendatang, dan bagaimana upayamu untuk menghadapinya."
Entah terkena pesona atau apa, Ketua tidak mengindahkanku, melainkan justru duduk seperti kata wanita tua tersebut, melayangkan senyum. Aku kemudian mendekati Ketua, menyikut lengannya. "Ketua, ayo kita keluar dari sini," bisikku.
"Tunggu sebentar, ya, Nenek." Pemuda tersebut memutar tubuhnya ke samping. "Ada apa, Cris?"
"Ayo keluar dari sini," paksaku.
"Eh, nanti. Aku mau diramal oleh Nenek Xixixi di Rumah Ramal." Aku mengikuti gerakan kepala Ketua yang menengadah. Berikutnya aku mengumpat dalam batin setelah melihat papan yang terpampang di atas sana. Rumah Ramal Nenek Xixixi. Sialan.
Aku menggeleng kepala. "Lagi pula, tidakkah Ketua curiga bahwa wanita ini selalu muncul di setiap Ketua mau melaksanakan misi? Kata Ketua, dulu Ketua bertemu di jalan ke rumah Pak Pungi, kan? Jalan yang kita lalui ini malah semakin jauh dari rumahnya!"
"Cris, Cris, biar kuberi tau, Nenek Xixixi berkata kalau dirinya itu punya portal khusus yang hanya bisa digunakan dirinya untuk berkeliling mencari calon klien yang sangat membutuhkan. Ketika berpindah, Nenek Xixixi yakin bahwa di situ ada manusia yang sangat menbutuhkan bantuannya."
Bodoh amat. Persis bocah.
Aku tetap memaksa. "Ayolah!"
"Eh, tapi, aku sudah berlangganan dengan diskon tujuh puluh persen waktu pertama kali meramal!"
"Di-diskon?" Tiba-tiba pemikiran lain terlintas di kepala. Jika Ketua membuang-buang uang untuk hal yang tak bermanfaat seperti ini, aku tentu marah. Namun, bila ada diskon yang bisa dibilang mengecilkan pengeluaran sia-sia itu, mungkin aku setuju.
Aku mengalah. Ketua pun berakhir dengan meminta sekali lagi untuk diramal oleh si wanita tua.
"Xixixi, baiklah. Lalu, siapakah pria tampan di sebelah Tuan Marjan?" Wajah si wanita menatapku. Aku sangat tercengung.
"Pria ini bernama Cris!"
"Xixixi, begitu, ya?" Wanita tersebut memandangku tajam, menyipit mata, dan tersenyum misterius dengan menampakkan gigi emas. Aku tak berkutik membalas tatapan netra sipitnya.
Wanita bermuka keriput itu menempelkan telunjuk ke bibir. Atas dasar suatu hal, aku merasa lega. Setelah telunjuknya lepas dari mulut, si wanita kembali memandang ke depan.
Ketua mengernyit, heran. "Itu maksudnya apa, Nenek Xixixi?"
Wanita Xixixi pun membalas dengan nada yang barangkali didramatisasi, "Akan ada bahaya besar penuh teka-teki yang mendekatimu. Bahkan sekarang pun, sebentar lagi, salah satu bahaya itu akan mendekatimu. Berhati-hatilah, Tuan Marjan. Selalu berpeganglah kuat pada kata hatimu. Berlindunglah dengan sesuatu yang selama ini kau percayai sebagai tempat berlindung."
Ketua terlihat tenang. Bisa jadi karena ada aku yang akan selalu melindunginya.
Anehnya, mata Nenek juling sehingga satu melirik ke arahku, satu lagi ke arah Ketua. Mungkin karena dia sudah berumur dan bau tanah.
Seusai itu, aku dan Ketua pun keluar. Kami lanjut menyusuri setapak tanpa sadar tirai ungu sudah raib. Di tengah jalan, aku melamun. Mataku memperhatikan punggung Ketua di depan yang terus menjauh.
"Nyonya Aya, tolong aku...."
Dengan wajah memelas seraya berlutut, aku memohon kepada wanita muda berjas putih yang duduk di sebuah bilik kantor. Wanita itu berpakaian rapi serta berkulit putih bersih, berbeda seratus delapan puluh derajat dengan penampilanku. Kaus polosku rombeng, mukaku kotor juga mengenaskan, rambut awut-awutan. Meski berupa bak pengemis begini, wanita tersebut berbelas kasih dengan tersenyum dan mengangguk.
Aku bernapas lega, menunjukkan mimik senang walau kantung mata berlapis-lapis dan bibir pecah-pecah. Wanita itu berdiri, menyilakanku, lalu menuntun menuju ruangan lain. Aku berharap, semoga dengan ini, aku bisa menyembuhkan obsesiku terhadap pemuda itu-Marjan.
***
Aku dan Ketua telah sampai di depan sebuah hotel, yang kira-kira berlantai lima. Letaknya terpencil karena bersembunyi di antara bangunan rumah dan toko. Kami berdiri pada jalan tikus yang belum dicor sehingga kaki kami menapak tanah cokelat.
Ketua begitu syok melihat hotel tersebut. Matanya terbeliak, mulutnya menganga, kedua tangan menjadi kaku di samping badan.
Ya, karena hotel itu adalah hotel cinta.
Aku mengembus napas. Tanganku yang bersarung kulit mengeluarkan plastik bening dari saku jubah. Zipper kubuka, kertas di dalamnya kuambil, lalu plastik kusimpan di kantong lagi. Aku mengangkat kertas berfoto kediaman mewah itu agak tinggi, sengaja agar netraku bisa menerawangnya dengan sinar surya.
Sebelum memulai gerakan merobek, wajahku menoleh dan bertanya kepada Ketua, "Hei, di suatu tempat yang indah, damai, dan asri, menurut Ketua ada bahaya apa di sana?"
Akhirnya tersadar, Ketua berbalik menghadapku kemudian menjawab, "Tidak ada bahaya di tempat yang indah dan damai, Cris, kecuali jika tempat itu memang busuk dari awalnya."
Manik mataku menatap lekat pupil Ketua. Hening. Setelah itu, perlahan aku menoleh ke depan. "Ini adalah ... sarang Iblis Yudikatif, Ketua."
Kertas di genggaman telah sobek.
***
Hai, ini adalah orang yang tidak akan pernah kalian lupakan. Sahabat kalian!
Kepada Geng Alpha Besar (itu jika masih sama namanya), aku mengirim surat ini ke masa depan demi menyelamatkan salah satu anggota kalian. Dia memiliki kenangan masa kecil yang hilang di sana dan aku harap kalian bisa merebutnya kembali di dalam kediaman pada foto.
Kediaman itu akan menjadi sarang Iblis Yudikatif beberapa tahun ke depan, maka dari itu aku mengirimnya untuk masa depan! Kenapa aku tau? Karena aku punya ramalan! Iblis ini menyembunyikan eksistensinya dengan memanfaatkan masa kecil anggota kalian. Masa kecil itu terjebak di suatu tempat di dalam kediaman bangsawan pada foto ini.
Foto ini mengandung sihir! Tinggal robek saja untuk mengaktifkannya! Tapi, ingat, gunakan dengan bijak jika kalian tidak ingin menyesal!
Aku mohon, kalahkan Iblis Yudikatif di masa depan dan selamatkan anggota kalian! Keselamatan serta keberuntungan menyertai kalian!
Pesan khusus kepada Cris: Aku mengandalkanmu!
###
Kudus, 22 Januari 2020
±1200 kata
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top