Arc 2-2: Kompetisi Intraspesifik dan Interspesifik
Bab 16: Kompetisi Intraspesifik dan Interspesifik
kompetisi intraspesifik= kompetisi yang terjadi pada beberapa individu yang termasuk dalam satu spesies sama
kompetisi interspesifik= kompetisi yang terjadi pada beberapa spesies berbeda yang termasuk dalam satu famili sama
###
Aku berjalan beriringan Ketua yang sama-sama berpakaian ala kesatria. Pemuda itu kiranya setinggi telingaku. Kami menyusuri jalan setapak khusus pedestrian. Di sisi kanan merupakan jalan raya untuk kendaraan beroda, sedangkan di sisi kiri ada deretan bangunan bergaya kuno khas.
Jalan yang kami lalui lumayan ingar, begitu banyak orang hilir mudik. Aku dan Ketua berbaur dengan arus publik nan ramai. Terkadang kami harus menembus sesaknya para pejalan kaki yang bergerombol, diam antre untuk menyeberang jalan raya, atau mendahului orang-orang yang sengaja melangkah lambat.
Di tengah perjalanan nan panjang lagi rumit ini, Ketua mengajakku berbincang. Pemuda tersebut berjalan sambil percaya diri. "Sungguh rasanya mendebarkan sekali, ya, kan, Cris?"
Sudah jadi hal wajar apabila sesuatu yang tak jelas ditanggapi dengan jawaban yang tak jelas pula. Sama seperti jika seseorang mengatakan ucapan tak jelas, maka tidak harus dibalas dengan jawaban jelas juga. Termasuk orang aneh ini. Di dunia apa dan bahasa apa dia berbicara? Ampun, aku tidak paham apa yang diucapkannya. Maka dari itu, aku tidak perlu menyahut pemuda ini.
Tanganku mengeluarkan sesuatu dari saku jubah. Itu adalah plastik jernih yang di dalamnya terdapat selembar kertas tipis; sebuah kertas foto yang berisi gambar kediaman nan luas lagi megah, di tengah rimbunnya pepohonan pada siang hari.
***
"Apa ini, Cris?"
Ketua memperhatikan plastik berisi kertas yang kulempar.
"Benda yang akan membantu kita dalam melakukan misi ini, datang bersamaan dengan request."
Dia mencermati gambar yang tercetak pada kertas. "Rumah yang mewah, ya? Eh, tunggu, kenapa kertas foto?"
"Rumah di foto adalah lokasi yang akan kita tuju. Tapi, itu foto lebih dari dua puluh tahun lalu. Sekarang, keadaannya berbeda ketimbang di foto itu. Dahulu itu adalah tempat tinggal bangsawan, sekarang menjadi hotel."
"Oh, jadi begitu. Lalu, bagaimana kita sampai ke sana?"
"Tenang saja, aku sudah tahu di mana letaknya. Setelah ini kita akan pergi ke sana. Selain itu, di foto ini ada sihir yang menyertainya."
"Sihir?"
"Nanti Ketua akan tau setelah sampai di sana."
Misi ini adalah misi nang sangat riskan. Kami tidak tau seperti apa musuh yang akan kami hadapi. Apakah memiliki kekuatan dahsyat? Apakah musuh itu sudah merenggut ratusan nyawa? Entah mengapa? Kali ini aku merasakan bahaya luar biasa yang akan amat serius. Aku khawatir bagaimana nasib Ketua nantinya. Aku mengharapkan keselamatan bagi kami semua. Semoga misi ini tidak akan sesulit dan semengerikan misi sebelumnya.
Pemuda itu langsung menuju ambang pintu, seperti manusia yang tidak mempunyai sifat sabar. Berlari kecil di tempat, lengannya menekuk ke atas bergantian bak orang yang melakukan pemanasan.
"Kalau begitu, ayo segera berangkat!" serunya, bersemangat.
Tidak sabaran, terburu-buru, tak terlalu berpikir berat. Seperti bocah yang diajak orang tuanya ke festival atau melihat defile. Semacam itulah Ketua.
"Ketua yakin tidak ketingglan sesuatu?" senyum terulas di wajah seiring aku menyusulnya.
Ketua berpaling dan bertanya-tanya apakah yang dia lewatkan? Namun, aku tak mengacuhkannya, langsung berjalan keluar, mendahului, lalu meninggalkan pemuda itu yang terpaku heran.
***
Aku kembali memperhatikan jalanan yang tidak seramai tadi. Meski agak lengang, masih banyak orang berseliweran. Ketua di depan masih berjalan dengan semangat, sementara aku di belakangnya, mengikuti dengan langkah biasa.
Kuangkat kertas foto yang dibungkus plastik. Netraku memandangnya di bawah matahari serasa melihat angkasa kerlap-kerlip terdifraksi oleh polimer bening.
"Aku sudah memastikan klien yang meminta request kali ini tidak menipu kita," ucapku tiba-tiba.
"Bagaimana, Cris?"
"Ini tentang Pak Pungi."
"Ah, Pak Pungi, ya...."
"Sebenarnya aku telah memeriksa request dari Pak Pungi, jadi aku tau dia berbohong, tetapi aku membiarkannya karena iblis yang kita tuju di dalam hutan memanglah iblis yang berbahaya juga."
"Jadi begitu, pantas kau berani melawan Iblis Eksekutif sendirian, Cris." Ketua melirik ke atas, membulatkan mulut, dan mengadu kedua tangannya yang mengepal.
"Apa yang mau Ketua katakan?"
"Ah, tidak, sebenarnya ... ya, ya, bagus jika klien kali ini jujur."
Menghela napas panjang, aku harus menjelaskan tentang klien itu. "Kemarin, ada surat datang berisi request yang dikirim oleh klien kita, bersamaan dengan kertas foto ini."
Aku teringat ketika memasuki ruang tempat kumpul, seorang wanita tua kecil menundukkan badannya seraya menyodorkan amplop putih dan mengatakan bahwa itu adalah pesan untuk Geng Beta Besar. Setelah kubuka, di dalamnya adalah surat berisi berikut.
Kepada Geng Alpha Besar (itu jika masih sama namanya), aku mengirim surat ini ke masa depan demi menyelamatkan salah satu anggota kalian. Dia memiliki kenangan masa kecil yang hilang di sana dan aku harap kalian bisa merebutnya kembali.
Pesan khusus kepada Cris: Aku mengandalkanmu!
Sungguh surat yang begitu mencurigakan. Aku masih terngiang-ngiang isi pesan itu, dan aku bisa-bisa tenggelam dalam lamunan jika Ketua tidak berseru sambil melambai-lambaikan tangannya ke arahku.
"Cris! Cris!" Ketua mengawai ke dinding bangunan di samping kiri, yang ada gorden ungu nan berdaya pikat.
Namun, merasa tak ditanggapi, pemuda itu berbalik lalu berjalan dahulu.
Refleks, aku mengulur tangan "Ketua, tunggu-" Mendadak, sebuah memori berputar di benakku.
Aku bergeming mengamati punggung Ketua yang perlahan semakin menjauh. Seperti segalanya terkena lenturan cahaya, terbentuk sulur-sulur sinar maya di garis bidang setiap benda yang ditangkap mataku. Bagian belakang tubuh Ketua seolah membentuk bayangan ganda yang saling berpisah dengan objek aslinya.
Aku berkedip sekali. Pemandangan yang kutampak ialah barisan bangunan yang tinggi. Di depanku sedang ada pendirian konstruksi suatu gedung tinggi yang masih setengah jadi. Para pekerja melakukan tugas masing-masing seperti membawa bahan bangunan, menempa logam, mengaduk semen, dan sebagainya.
Di sampingku ada seseorang. Dia adalah pemuda yang berpostur rata-rata pada umurnya, mengenakan baju kaus dan jaket bahan kulit. kacamata petualang terpasang di atas kepalanya. Wajah si pemuda begitu tak jelas hingga aku hanya bisa melihat muka itu sebagai sesuatu yang buram juga gelap.
Pemuda itu seperti memanggil namaku, tetapi tanpa suara. Dia bak mengatakan sesuatu, lamun tak ada yang dapat kudengar. Pemuda bersurai hijau teh tersebut mengulas senyum miring, tatkala selembar kertas dia keluarkan dari sakunya.
Aku tak merespons, diam mengamatinya.
Pemuda bertubuh kurus itu terus dan menerus mengucapkan kata-kata dengan semangat, tetapi apa daya tak ada satu pun yang dapat diterima oleh indra pendengaranku.
Semuanya menjadi blur.
Aku terpaku, membisu. Kubiarkan Ketua berjalan santai menuju entah ke mana. Dengan bibir sedikit bergetar, aku memanggil pemuda yang membawa pedang itu, "Ketua, aku harus mengatakan sesuatu padamu."
Setop, memutar badan, Ketua menoleh kepadaku. "Eh? Apa?"
"Rumah yang ada di foto itu adalah ... tempat tinggal Sister Mint."
Aku mengatakannya dengan bibir juga tangan nan gemetar, serasa potongan-potongan ingatan masa lalu kembali dan menyeruak masuk ke dalam otakku.
###
Kudus, 20 Januari 2020
±1080 kata
Bentar, nangis darah dulu..
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top