Arc 1-11: Bagi Hasil

Bab 14: Bagi Hasil

###

Aku merenungi lubang yang berisi bubur bayi ular itu, lalu berganti memandang pria tinggi besar yang bertinggung. Pakaiannya koyak moyak. Hujan salju yang damai menemani serta awan tebal yang sejuk menanungi. Butiran-butiran salju yang turun seketika lenyap ketika bergabung dengan tanah pasir.

"Cris...?" panggilku, memecah keheningan.

Pria yang kupanggil itu tak indah. Ia mengambil pedang, kemudian bangkit membelakangiku. "Apa Ketua bisa berjalan lagi?"

Aku menjawab dengan lemas, "Ini hanya luka kecil, tidak seberapa."

"Kalau begitu, jalan sendiri." Pria itu berjalan memutar, meninggalkanku yang mematung.

"Cris? Cris...!"

Dengan segenap kekuatan yang tersisa, aku berusaha menyusul Cris walaupun kadang harus tertatih-tatih. 'Sepertinya Cris yang biasa telah kembali,' batinku.

Si pria berjubah menuju posisi kereta kuda berada. Kereta kuda itu yang kugunakan untuk bisa sampai ke sini. Cris memegang tali kemudi, sementara aku berbaring di atas gerobak di belakang.

Memegangi luka yang telah tertutup, sembari memandang langit biru, aku berceloteh, "Terima kasih, Cris."

Lawan bicaraku tercengang.

"Kau sangat hebat sekali tadi. Aku tidak menyangka kau memiliki kekuatan sebesar itu hingga mampu mengalahkan Monster Iblis Eksekutif. Tapi, aku sangat percaya kau pasti bisa mengalahkannya. Aku percaya padamu, Cris."

"Bukankah sudah kukatakan penyebabnya?" balas Cris dengan ketus.

"Tapi, tetap saja-"

Cris mengertakkan gigi. "Kenapa Ketua datang ke sini?! Aku tidak perlu bantuan! Aku bisa mengalahkannya sendiri! Ketua seharusnya tidak datang! Harusnya diam saja di rumah!"

Aku tak menanggapi.

"Lihat bagaimana Ketua sekarang? Terluka begitu! Jika Ketua tidak datang, Ketua tidak akan terluka seperti itu! Ketua hanya merugikan diri sendiri!"

Tiba-tiba Cris terdiam. Mungkin ia merasa kelewatan.

Dengan badan yang lemah, aku menoleh kepada pria itu. "Cris...."

Senyap, tak ada jawaban.

Aku melihat Cris menundukkan kepala. Suaranya memelan. "Tapi, terima kasih telah membantuku."

Aku menyunggingkan senyuman, kembali berbaring memandang angkasa. "Sama-sama."

Setelah segala perasaan canggung dienyahkan, selagi kereta kuda laju menyusuri hutan, aku dan Cris mungkin bisa berbaikan. Pria itu memasang tudung jubah, menjadi sang kusir. Aku terbaring di kereta, sebagai penumpang. Kuda nan berpacu sudah memasuki kawasan hutan belantara. Jalur menjadi tak rata serta bergelombang sehingga aku harus berpegangan pada gerobak.

Setelah jauh jarak ditempuh juga lama waktu berjalan, kereta kuda telah keluar dari hutan dan memasuki daerah permukiman. Di desa yang lumayan ramai ini, langkah kuda melambat, berbaur dengan kendaraan lainnya.

Kami memutuskan singgah ke klinik desa untuk mendapatkan sejumlah perawatan. Di sana, wajah kami diplester; di pipi, hidung, dagu, dahi, dan sebagainya. Cedera pada lengan serta tungkai diperban. Luka tusuk di perutku dibalut pula. Aku dan Cris diberikan baju baru model kaus longgar, juga diberikan celana panjang baru. Seusai memperoleh pertolongan medis, kami boleh langsung pulang asalkan cukup istirahat. Aku dan Cris pun melanjutkan perjalanan.

***

Membuka pintu, aku dan Cris akhirnya sampai di rumah. Miss Aya yang mengenakan baju kasual sangat terkejut melihat penampilan kami-terlebih aku-yang dipenuhi plester serta perban.

"Astaga! Marjan, Cris!"

Aku hanya bisa tersenyum simpul, sedangkan Cris langsung naik ke lantai dua, kamarnya, sambil membawa bawaan.

Di kamarku, jin biru berwujud wanita yang bisa melayang, alias Beary, menyambut dengan diliputi amarah. "Tuan Marjan kenapa tidak bisa menjaga diri! Si Cris itu juga, kenapa dia tidak bisa melindungi Tuan!"

Aku hanya bisa memberikan reaksi yang sama kepada Miss Aya tadi, tersenyum simpul.

Sehabis istirahat sejenak, Miss Aya sudah mempersiapkan makan malam. Menu kali ini adalah sup daging sapi. Aku duduk di samping beliau, sedangkan Cris di seberang sedang menatap dingin seperti hendak menerkamku. 'Lama,' mungkin pria itu berpikir demikian.

Makan malam selesai, Cris kembali ke kamar di lantai dua. Dalam pada itu, aku dan Miss Aya berbincang sejenak di ruang makan.

Beliau memandangi aku dari atas muka ke bawah kaki. "Kalau kau terluka seperti itu, kapan kau bisa sembuh?" ujarnya, bisa jadi tersirat kekhawatiran atau mungkin bisa saja malah ejekan.

"Aku tidak apa-apa kok. Luka seperti ini tidak terlalu masalah bagiku."

Aku melirik Miss Aya yang memandangku sambil tersenyum misterius. Seolah, beliau menunggu jawaban berbeda, mungkin.

Aku menghela napas. "Aku memang ingin sembuh, tapi selama ini aku sudah merasa sembuh kok. Bahkan kupikir, tanpa satu jam berbincang dalam satu hari, aku bakal sehat-sehat saja."

"Serius? Kau bakal baik-baik saja?"

Aku mengangguk, mengiakan, mesti tersurat agak ragu.

Miss Aya menarik napas sambil mengejam mata, lalu membuka, menatapku intens.

"Baiklah, kalau begitu, aku sudah memutuskan. Mulai sekarang, kau Marjan, tidak perlu lagi melakukan bincang satu jam setiap harinya. Mengerti?"

Senyum mengembang di wajahku. Aku pun mengangguk. "Terima kasih, Miss Aya!"

"Tapi, ingat ini. Kau belum sepenuhnya, belum seratus persen sembuh. Jadi masih ada kemungkinan penyakit mentalmu itu kambuh lagi. Tolong jangan lupakan hal ini. Mengerti?"

Aku mengatup netra seraya tersenyum. "Baik!"

***

Kamar nan berantakan. Kardus-kardus yang ditata sembarangan memakan sebagian besar isi ruangan. Barang-barang kecil berserakan di lantai dan dipan. Ada kotak yang tergeletak, terbuka dan isinya berhamburan, berupa jam-jam tangan bermodel berbeda. Penerangan di kamar itu minim, lampu sepuluh watt pada lelangit menyala remang-remang.

Cris menggebrak nakas. Ia menatap cermin yang menyatu dengan meja kecil itu. Cerminnya tampak buruk, banyak garitan serta bekas lem. Wajah si pria begitu kelelahan, kantung mata tebal, bibir melengkung ke bawah, rambutnya berantakan.

Cris barangkali agak pusing. Ia memegangi dahi sambil meringis dan mengejam mata. Pria berpakaian santai itu telah lejar.

"Seharusnya dia tidak datang saja, merepotkan dirinya sendiri."

Cris berkata sambil meneleng badan agak ke kiri dan kanan, menggeleng kepala pelan, masih dengan mata yang memaksa terpejam.

"Kan, padahal Pak Pungi izin keluar dari Geng-nya itu ke aku, bukan dia. Aku juga yang menyetujui request-nya, bukan dia. Aku juga yang sebenarnya ditipu si tua bangka itu, bukan dia."

Ia berlagak congkak, bertingkah seperti orang yang sama sekali tidak butuh bantuan.

"Dia repot-repot datang dari jauh untuk menolongku. Kenapa dia bisa tau aku ada di sana? Padahal aku tidak ngomong apa-apa sama dia!"

Cris menunjuk-nunjuk cermin bak menuduh seseorang di hadapannya.

"Setelah babak belur begitu, dia malah sempat-sempatnya memujiku. Padahal sudah kubohongi dia dengan alasan kuat biar dia percaya. Tapi, kenapa dia malah tetap memujiku?"

Cris meringis, ia meremas dahinya seraya menatap ke bawah.

"Aku pun, kenapa memarahinya, mengatakan kata-kata kasar kepadanya tanpa ragu? Padahal dia begitu percaya padaku."

Ia mengacak-acak rambut hitamnya yang kasar.

"Argh!!! Dasar aku!"

Cris menutupi muka dengan kedua telapak tangan. "Tapi, tidak apa...." Manik netranya mengintip di sela jemari.

"Aku akan selalu melindungimu ..., Marjan-ku~❤!" Matanya memandang cabul, mulut menganga, lidah dijulurkan, Cris menunjukkan wajah gilanya yang terpantul cermin.

***

Esok harinya, Miss Aya pagi-pagi sekali memanggil aku dan Cris untuk datang ke ruang makan. Ada seorang wanita berkacamata yang lebih muda berdiri di sampingnya.

"Cris, Marjan, perkenalkan. Ini Miss Aira. Mulai sekarang dia akan menjadi asistenku di sini. Kalian yang akrab, ya, dengannya."

Wanita muda itu sekitar seumuran dengan Cris. Dia memakai blus yang dibalut jas lab. Celana bahan wanita yang dikenakan tampak cocok. Surai si wanita berwarna hitam kemerahan, panjangnya sebahu, dan dibando.

Wanita bernama Miss Aira tersebut tersenyum, menundukkan badan. "Mohon kerja samanya."

###

Kudus, 16 Januari 2020

Hai, hai!
Ini adalah bab terakhir dari Arc pertama. Gimana ceritanya? Seru? Seru 'kan, ya? Iya, lah. Pasti seru!

:')

Nah, rencananya di Arc kedua nanti bakal pakai POV 1 Cris. Ceritanya ... nggg? Pokoknya nanti ketemu Sister Mint yang harusnya udah mati. Hem, hem. Tunggu aja kelanjutannya, ya!

Cheers~

Btw, hari ini ulang tahunnya temenku :')

±1200 kata

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top