Arc 0-2: Tanah:Pasir:Pupuk 1:1:1

Potongan-potongan dari mainan bongkar pasang secara hati-hati disusun sedemikian rupa, hingga begitu kukuh membentuk bangunan berbentuk tabung nan tinggi lagi megah.

Sebuah tangan terulur menuju sisi atas bangunan, mengisi bagian yang masih kosong. Dan, kini bangunan tabung itu tampak sempurna. Tangan lainnya turut mengulur dan berhadapan dengan tangan tadi, seolah hendak membentuk tangkupan, kemudian keduanya berputar-putar bagai melakukan gerakan mengelus-elus.

"Ini adalah istana buatanku," kata anak lelaki-pemilik tangan itu-yang tengah membangun tabung.

Jadilah tiga buah tabung raksasa yang dia sebut sebagai "istana"; ketiganya memiliki wujud yang mirip, tetapi dengan warna berbeda. Semuanya kelabu, pada awalnya. Namun, lambat laun menjadi jelas: merah, biru, dan hijau.

"Aku menamai yang merah ini dengan ᴴᵉᵇᵃᵗ."

Begitulah dia menunjukkan bangunan "istana" berwarna merah.

"Kalau yang biru ini ᴷᵘᵃˢᵃ."

Seperti itulah dia memperlihatkan bangunan "istana" biru.

"Lalu yang hijau adalah ᴮᵉˢᵃʳ."

Macam itulah dia menampakkan bangunan "istana" hijau.

Setelah itu, dia, dengan kedua tangannya, rupa-rupa mempersaksikan bangunan lagi berupa tabung alias "istana" nan sangat megah lagi raksasa, serta dibangun dengan begitu cermat. Ronanya warna-warni; tak dapat dijelaskan begitu saja bila netra memandang untuk pertama kali. "Istana" terbesar itu dia pamerkan dengan amat bangga.

"Dan, istana yang paling besar ini bernama ... ᴾᵉʳᶜᵃʸᵃ."

###

Cristopher melayangkan pandangan tajamnya. "Mereka semua mati dalam misi ini."

Ucapannya penuh rasa tak senang, layaknya aku yang ia ajak bicara ini adalah orang yang Cris paling tidak sukai. Mungkin perkataanku barusan menyinggung perasaannya?

"Mati itu...? Mati karena kehilangan nyawa? Eh, sebentar, aku tidak paham dengan ucapanmu...."

Cris terdiam. Pertanyaanku tak dijawab. Tempat ini hening kembali.

Kepulan debu dan pasir tiba-tiba masuk dari mulut gua. Di luar, badai hebat tengah mengamuk menerbangkan segala yang ada pada padang gurun.

"Ya ampun, Cris! Kau ini memang suka membuatku bingung! Baiklah...." Aku berbalik meninggalkan Cris, berjalan menuju mulut gua yang bagian bawahnya kotor karena dipenuhi pasir serta debu.

Ternyata debu dan pasir yang masuk tidak berhenti, tanda bahwa masih berlangsung badai hebat di luar. Aku pun jadi kesusahan untuk berjalan menuju mulut gua. Ketika hampir dekat, kulindungi mata dengan menekuk lengan di depan wajah, kedua kelopak netraku agak menyipit, semua itu agar debris tak masuk ke dalam mata.

Susah payah aku berjalan hingga sampai di mulut gua. Lanjut aku melangkah dan akhirnya aku bisa keluar. Kucoba untuk melihat ke depan, dengan menahan debu serta pasir yang terus-terusan beterbangan. Kutoleh kepala ke kanan dan kiri, memeriksa keadaan sekitar.

"Oiii!" Aku berteriak di tengah badai, "Kalau kalian ingin aman, segeralah masuk ke dalam! Karena badai pasir sedang mengamuk di sini!" Lagi-lagi aku menoleh ke kanan dan kiri, memperhatikan sekeliling dengan saksama.

Di mana yang lainnya? Ke mana mereka?

"Aw!"

Butiran debris memasuki mataku. Kugosok segera netra, dan, karena tidak menemukan apa pun, aku memutuskan untuk kembali masuk ke dalam. Kakiku melangkah melewati tumpukan pasir serta debu nan tidak begitu tebal. Aku masih menggosok-gosok kelopak mata yang terasa sakit.

"Cris, mana yang lainnya?"

Pada batu pahatan di sebelah tempat duduk panjang, Cris duduk. Mata hitamnya menajam, alis saling bertautan, terbentuk kernyitan di dahi dan kening*, tudung mantelnya terlepas.

(*kening memiliki dua arti yaitu alis atau dahi)

Cristopher berdeceh kesal. "Sudah kuberi tahu, bukan? Mereka semua mati."

Aku agak sebal dengan Cris. "Bercandamu tidak ada lucunya! Aku yakin, dan yakin sekali, mereka pasti sudah sampai!" Kemudian, aku menekuk lengan dan melirik jam di tangan. "Ya, walau jamku tidak berfungsi, hehe...."

Aku memandang Cristopher. Ia menatapku laksana seekor pemangsa yang ingin memangsa buruannya. Mata Cris amat tajam, posisi badan begitu siaga, tangan serta kaki telah diatur. Aku cukup terkejut dengan sikapnya itu.

Cris mengembus napas dan menarik napas bergantian dengan tempo yang lambat. Dada serta perutnya naik turun mengikuti irama napas itu. Kemudian, akhirnya bibir si pria membuka.

"Lihat jammu," suruhnya.

"Iya?"

"Jammu."

Sadar apa maksud ucapan Cris, aku menekuk lengan dan melirik jam, kemudian menatapnya kesal sambil berkacak pinggang. "Aku sudah melihatnya! Sepertinya ... ini rusak?" Kulirik lagi jam di tanganku.

Cris masih tetap duduk di sana, memandangku dengan tatapan penuh teka-teki. "Kau bodoh. Jammu ter-setting untuk map saja. Kau tidak bisa melakukan map dan detect pada saat yang bersamaan! Sudah selama ini, tidak ada yang memberitahumu, dan kau tidak sadar sama sekali?!"

Aku mengerjap-ngerjap, berpikir keras dahulu, sebelum akhirnya berseru, "Ah, kau benar!"

Klik-tanganku refleks memencet tombol jam di sebelah samping, kemudian tampilan hologram berubah warna menjadi agak kemerahan. Simbol lingkaran dengan ujung panah-tempat aku berada-berkedip dan menghilang. Panah-panah di pinggir arah timur laut yang diam pun berkedip dan menghilang. Sementara itu, jalur dan simbol tertentu masih tetap terpampang di peta.

Tunggu, warnanya seperti agak berbeda?

Kemudian, aku dapat melihat bahwa bermunculan sejumlah simbol lingkaran dengan ujung panah di dalam simbol gua (gua tempat persinggahan), lalu muncul simbol punyaku, punya Cris, kemudian punya anggota Geng Alpha Besar lainnya ditandai dengan nama dan avatar kelabu yang sesuai.

Mereka semua ada di sini? Di mana?

Kuangkat wajah dan menatap ke depan. Cris masih duduk di sana; di tempat itu, memandangku dengan tatapan tajam dingin nan sulit ditebak. Aku beralih menyapu pemandangan sekeliling. Mau berapa kali pun mencari, mereka tidak bisa kutemukan.

Klik-jam tanpa sadar kumatikan sementara. "Cris-"

"Jammu sudah terpasang benar?"

Ia melempar sesuatu menggunakan tangannya. Tangan yang sedari tadi terselip di dalam mantelnya. Mantel perak nan gelap yang dikenakannya.

Sesuatu yang terlempar itu berjumlah banyak, sekitar belasan, memiliki ukuran kecil dan bentuk panjang, seperti pita atau penggaris, warnanya gelap, mungkin berwarna-warni, kemudian setelah menyentuh tanah dan menghasilkan suara dentingan, dapat diketahui bahwa itu terbuat dari logam, dan berupa benda tiga dimensi. Juga dijumpai bercak noda merah pada sebagian besarnya.

Benda-benda itu tampak tak asing. Ya, mau bagaimana lagi? Bukankah itu jam tangan yang hampir sama dengan yang kugunakan dan Cris gunakan?

Mataku terbelalak. Jariku yang gemetaran perlahan menunjuk benda-benda di sana. "Jam tangan itu...? Jam tangan itu, 'kan!"

"Ya, itu adalah jam tangan milik rekan-rekan kita di party," jawab Cris. Perkataannya cukup tenang bercampur dingin, tidak ada rasa ragu di dalamnya.

"Bagaimana caranya kau mendapatkannya...?"

"Aku tidak bisa membawa mayat mereka, jadi kupungut saja jam tangannya. Tim pembersih dari Cabang akan datang beberapa jam lagi setelah badai selesai. Sekarang kau mengerti 'kan kalau mereka semua telah mati?"

"Cris...."

Aku menunduk. Tanganku mengepal. Badanku gemetar. Aku geram, begitu geram. Aku mengertakkan gigi dan menghela napas berulang kali secara kasar.

"Cris, aku tidak mengerti.... Aku tidak mengerti! Mereka semua benar-benar mati?"

Cris menghirup udara kuat-kuat sebelum menjawab dengan nada tinggi, "Mau berapa kali pun aku katakan, kau tidak akan bisa mengerti!"

Ting! Terdengar bunyi dari jam tanganku. Suaranya begitu nyaring sehingga memecah keheningan di dalam gua. Muncul pemberitahuan yang ditandai dengan lampu putih kecil di bagian samping jam.

"Eh, apa ini?"

Klik-aku menyalakan jam dengan memencet tombol daya. Notifikasi itu ada satu di bagian atas, berupa tulisan kecil yang tidak bisa dibaca jelas dalam sekilas saja.

Kedua mataku mengerjap.

Klik-aku menyentuh bagian atas pemberitahuan, sehingga aku bisa mengetahui notifikasi apakah itu. Muncullah tampilan layar yang menampilkan sebuah daftar dengan gambar-gambar kotak tersusun rapi dan tulisan-tulisan di bawahnya.

Kedua pupilku menyempit seketika.

Daftar nama berikut adalah nama-nama pahlawan yang gugur dalam pertarungan terakhir pada Area 19

Lokasi: UGFkYW5nIFNhaGFycmEg

Kode: IFZGKYI=19

Waktu: tidak ditentukan

Misi: Menara Resonansi

Musuh: YmxhM TIyQmx hZ2hqazsi PyM=

Daftar Nama Pahlawan yang Gugur

1. Sprinter: killed as the chief

2. Mint: killed as the vice

3. Colla: killed by tortured a lot times

4. Fantta: killed because so much talk

5. Mento: killed by accident

6. Juice: killed when fell asleep

7. Cincou: killed twice

8. Milky: killed because too funny

9. Relexa: attempted to be killed, but survived, but attempted to be killed again and finally dead

10. Tuti: killed because twin

11. Fruity: killed because twin

12. Kissy: killed because a bitch

13. Zosro: killed because die hard

14. Lime: killed by friend

15. Orange: killed by himself

###

Klaten, 21 Juni 2019

±1310 kata

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top