CHAPTER 7: Kabur

Aku akan mati. Tepat pada malam yang sunyi ini, di tengah suara lolongan anjing, diriku kedatangan yuurei. Ditambah, yuurei yang mendatangiku sudah siap membawa gunting besi di tangan mungilnya.

Sial. Kuharap aku mati karena terkejut melihat rupa mengerikan sang yuurei saja. Aku tidak mau mati karena sebelumnya disiksa. Itu terlalu mengerikan bagiku.

Klik. Klik. Klik. Klik.

"Kamu bebas, Onee-san." Terdengar suara anak laki-laki yang berbisik di tengah kesunyian.

Diriku lantas perlahan menggerakkan tangan lalu berlanjut ke kaki. Dia benar. Sekarang aku bisa bebas bergerak lagi. Kupicingkan netraku untuk melihat ke sudut-sudut meja. Rupanya tali tambang yang dipakai untuk mengikatku kini telah dirusak.

"T-terima kasih," ucapku kaku begitu kudapati seorang pemuda yang sepertinya berusia tidak jauh lebih tua dariku. Tubuhnya memang mungil, tetapi wajahnya sudah terlihat dewasa. Jadi tadinya kukira dia adalah anak kecil.

"Kenapa kamu menolong aku? Kukira di desa ini hanya ada aku dan si pembantai," bisikku lirih.

"Dia bohong. Aku masih di sini," bisiknya. Pemuda itu menoleh ke sana dan ke sini, waspada kalau-kalau Shiro muncul. "Dan sekarang aku akan menyelamatkanmu dari si kanibal itu."

"K-kanibal?!" Aku terpekik pelan. Yah, sebenarnya aku tidak harus terkejut, sih. Karena memang aku sudah tahu sejak awal.

"Nanti, di rumahku, akan aku ceritakan tentang desa ini dan juga si kanibal yang mengurungmu," jelasnya.

Kemudian, tanpa menunggu apa pun lagi, si pemuda mungil langsung menyeretku ke luar dari rumah Shiro. Udara malam menyambutku dengan gilanya. Tubuhku pun refleks menggigil kedinginan.

Namun, selang beberapa detik kemudian, si pemuda mungil memakaikan jaket bertudungnya ke tubuhku. Sambil tersenyum, dia berkata, "Gomen, aku tidak sadar kalau kamu kedinginan."

"Hai, daijoubu yo," balasku kikuk. Namun, jauh di dalam hati, saat ini aku sedang bersyukur karena Tuhan masih menyisakan satu pemuda waras untuk menyelamatkanku.

🕸

Duduk di teras sambil menikmati cahaya mentari pagi tanpa perasaan gelisah adalah hal terbaik yang bisa kurasakan pagi ini. Angin dingin berembus malu-malu menggoyangkan dedaunan yang ada di halaman.

"Merasa lebih baik?" Suara si pemuda mungil terdengar dari sebelah kiriku.

Aku sempat dibuat terkejut karena aku tidak tahu kapan dan dari mana dia datang.

"Hai. Aku merasa ... lebih bebas," jawabku mencoba memasang senyum.

"Sou ka. Baguslah," gumamnya tersenyum. Lalu tangannya yang penuh dengan dua gelas berisi air panas didekatkan salah satunya kepadaku. "Ambil."

Aku mengangguk lalu menerima gelas yang ia sodorkan. "Terima kasih banyak. Aku tidak tahu akan jadi seperti apa nantinya jika tadi malam kamu tidak menyelamatkanku."

"Yah, tidak masalah," balas si pemuda mungil lalu mulai menyesap air panas bagiannya perlahan. "Oh, ya, namaku Takegawa Haruto. Siapa namamu?"

"Aku tidak ingat siapa namaku. Hanya saja Shiro-san memanggilku Kuro," jawabku seadanya.

Haruto seketika mendelik. Alisnya terangkat sebelah, pemuda itu tampak keheranan. "Shiro ...-san?"

"Eh? Doushite?" tanyaku.

"Kamu tahu dia akan memakanmu, tetapi kamu menambah sufiks -san di belakang namanya. Haha, sopan sekali," komentar Haruto. Bibirnya tersenyum miris.

Dia ada benarnya. Entahlah, meskipun Shiro adalah pemuda aneh yang suka mengkonsumsi daging sesamanya, tetapi aku tidak pernah merasa kalau dia benar-benar punya niat menghabisiku. Aku malah ... merasa Shiro akan melindungiku.

"Kamu tampaknya ragu. Kenapa?" tanya Haruto. "Kamu tidak menyukainya, kan?"

Aku menggeleng. "Iie. Bukan seperti itu."

"Dia itu memandangmu sebagai mangsa, lho," ucap Haruto lagi. Sepertinya pemuda mungil itu tampak kesal dengan sikapku yang penuh keraguan.

"Aku ... tidak tahu," gumamku lirih. Kupandangi ujung sepatuku yang sudah dipenuhi lumpur dan rumput teki yang menempel. Lalu berpikir, menjelajah kenangan bersama Shiro.

Kenapa, ya? Kenapa aku ... ragu kalau Shiro akan membunuhku?

"Ah, gomen gomen. Aku tidak bermaksud membuatmu memikirkannya terlalu keras," ujar Haruto tiba-tiba. "Lagipula si gaijin itu sudah tidak penting."

Gaijin? Haruto menyebut Shiro gaijin. Seketika aku pun jadi teringat ketika Shiro tampak frustrasi mengingat sebutan gaijin yang melekat pada dirinya.

"Ah, hahaha, aku jadi terbawa suasana. Namun, kamu ada benarnya, Haruto-san," ucapku terkekeh geli. "Kamu dulu tinggal di sini, Haruto-san?"

Mendengar pertanyaanku, Haruto mengangguk. Namun pandangannya fokus ke arah pohon di halaman belakang. "Sejak lahir."

"Menurutmu apa yang membuat Shiro melakukannya?" tanyaku pelan. "Kamu ... akan menceritakannya, kan?"

Haruto tersentak sebentar. Lalu bibirnya membuka, tatapannya beralih kepadaku, "Tahan dulu minummu sebentar. Akan aku ceritakan semua yang kutahu."

NEW CAST UNLOCK!

Takegawa Haruto

Penduduk asli desa Inunaki. Lahir tanggal 13 Juni 1999. Tahu segala peristiwa masa lalu yang berkaitan tentang tragedi pembantaian pada tahun 20XX.

Alasan kenapa dirinya tidak mengungkapkan segalanya kepada polisi dan pemerintah tidak diketahui. Termasuk alasan ke mana menghilangnya Haruto sewaktu tragedi pembantaian tidak diketahui.

By the way, suka yang bule apa asia? XD

- Mz Shiro

- Dedeq Haruto

Itu foto dedeq Haruto emang kebalik, guys. Emang gambarnya gitu. Bahahaha.

Atau jangan-jangan sukanya yang lokal?


- Bangz Anoe Moeda

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top