Bab 8
Andika mengendap-endap di belakang Kikan. Aku pasti sudah gila, pikirnya gelisah. Untuk apa aku melakukan hal seperti ini.
Ia marah melihat reaksi Kikan yang polos seperti tadi siang. Kikan mempermainkannya. Ia jatuh cinta pada Kikan dan sudah lama menunjukkan hal itu. Kikan juga pasti menyadari hal itu, hanya saja gadis itu ingin mempermainkannya. Kikan selalu menolak ajakannya, baik nonton maupun makan malam dan ia merasa sudah cukup menerima penolakan itu terus-menerus.
Andika tidak melihat Kikan di depannya. Gadis itu mungkin berbelok di jalan kecil yang ada di depan itu. Andika mempercepat langkahnya. Ia tidak berniat apa-apa, hanya ingin membututi Kikan sampai ke tempat tinggalnya.
Kikan pernah mengatakan bahwa ia tinggal sendiri di tempat kost namun tidak pernah mengatakan dimana tempatnya. Tidak ada seorangpun yang tahu dimana Kikan tinggal, karena gadis itu terlalu tertutup.
Ia hanya ingin membuat Kikan melihat padanya sebagai seseorang yang lain. sebagai laki-laki yang mencintainya, bukan sekedar teman kuliah biasa.
Seseorang menepuk bahunya keras. Andika menoleh, terkejut dan marah. Ia menatap orang yang menepuknya dan terperangah. Sepotong kayu tebal menghantam kepalanya telak dan dalam hitungan detik, Andika tersungkur ke tanah. Darah mengalir pelan di bawah kepalanya. Merah tua dan kental.
Andika berusaha berbalik untuk melihat siapa orang yang telah memukulnya. Pandangan matanya tertutup oleh darah yang mengalir dari kepalanya yang pecah ke matanya.
Orang yang berdiri di atasnya itu mengayunkan kembali pemukul dan Andika mendengar suara retakan dari kepalanya. Ia mengerjap dan matanya menangkap gambar buram di depannya.
“Kau…,” Andika mengucapkan kata itu sebelum akhirnya tersedak darahnya sendiri dan kesadarannya benar-benar menghilang.
%%%
Kikan menatap pengumuman yang ditempel di majalah dinding kampus dengan nanar. Kepalanya pusing dan seluruh sendi di dalam tubuhnya lemas.
Ia berpegangan pada dinding supaya tidak jatuh. Beberapa mahasiswa di sekitarnya berbisik-bisik. Sama seperti dirinya, mereka berkerumun di depan majalah dinding karena tertarik pada sebuah berita.
Segenap Civitas Akademika Universitas Mandiri Karya mengucapkan turut berduka cita atas meninggalnya Andika Ramandhana, mahasiswa semester VIII fakultas Seni Rupa jurusan Desain Grafis. Semoga semua amal ibadahnya diterima di sisi Allah SWT dan segenap keluarga yang ditinggalkannya diberi kelapangan hati dan ketabahan.
Air mata Kikan menetes. Ia terisak tanpa suara. Apa yang terjadi pada Andika? Bagaimana mungkin dia pergi begitu cepat. Kikan merasakan kepedihan membuatnya kelu. Ia teringat sikap Andika yang begitu ketus padanya kemarin dan ia menyesal karena belum sempat berbaikan lagi dengannya.
“Air mata buaya,” desis Mayda marah.
“Kau yang membuatnya mati, cewek sialan!”
%%%
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top