Bab 6

Aneta mematut dirinya di depan cermin. Ia mengenakan gaun baru, satin biru tua dengan bercak-bercak perak bercorak percikan kembang api yang cantik. Sepatunya berhak tinggi dan tas tangan yang berwarna senada melengkapi penampilannya.

Sempurna, Neta, kau kelihatan cantik sekali malam ini, pikir Aneta puas. Ramon pasti akan terpesona pada dirinya.

Laki-laki itu mengajak Aneta makan malam dan setelah berbicara dengan Mayda, Aneta memutuskan untuk menerima ajakannya itu. Sudah waktunya ia memberi kesempatan kepada Ramon untuk lebih mengenalnya. Selama ini mereka hanya menghabiskan waktu dengan pembicaraan di telepon, dengan bahasa-bahasa yang semakin lama semakin menjurus mesra, namun belum pernah sekalipun Aneta menerima ajakan Ramon untuk berkencan. Kebutuhannya sendiri semakin banyak dan Aneta merasa sudah waktunya ia mulai menjalankan misinya.

“Siap Net?” tanya Mayda. “Hhhmmm…cowok itu pasti akan bertekuk lutut padamu setelah ini.”

Aneta berputar seperti seorang peragawati. “Kau pikir begitu May?”

“Pasti!” jawab Mayda tegas.

Aneta menjangkau tas tangannya. Ia siap beraksi.

“Pastikan kau akan mendapatkan dia malam ini,” ujar Mayda sambil mengelus-elus rambutnya. “Aku lihat kau memandangi terus gaun berwarna kuning pucat di etalase butik yang kita lewati tadi siang. Ramon pasti tidak akan keberatan menggesek kartu platinumnya untuk membayar gaun itu bila kau sudah memastikan diri sebagai pacarmu.”

“Kau tahu May, kalau saja kau laki-laki, aku pasti sudah jatuh cinta padamu. Kau selalu tahu apa yang kupikirkan tanpa harus kukatakan.”

Mayda tertawa dan melemparkan ciuman jarak jauh untuk Aneta. “Pergilah kau gadis cantik, buatlah dia tergila-gila padamu.”
%%%

Ayu membuka pintu kamarnya. Ia mendengar kegaduhan di kamar sebelahnya. Liana, penghuni kamar itu, pasti bertengkar lagi dengan pacarnya, dan sekarang tengah mengamuk sendiri di dalam kamarnya.

Tempat kost ini hanya mempunyai lima kamar berderet sejajar. Penghuninya kebanyakan wanita bekerja dan karenanya jarang sekali bersosialisasi karena kesibukan masing-masing.

Ayu sudah menjadi penghuni tempat kost ini selama empat belas bulan, sejak pertama kali tempat kost ini berganti status menjadi tempat kost khusus wanita.
Kerusakan dan masalah yang ditimbulkan para penghuni tempat kost yang semula merupakan tempat kost khusus laki-laki, membuat pemiliknya memutuskan untuk mengusir semua penghuninya dan mulai menerima wanita.

Ayu berniat untuk keluar dan mengetuk pintu kamar Liana, sekedar mengingatkan bahwa kegaduhan yang ditimbulkannya membuatnya terganggu. Ia melihat kamar Kikan. Kamar itu gelap, mungkin Kikan belum pulang atau sudah tidur.

Kamar di deretan ke empat baru ditinggalkan penghuninya dua minggu yang lalu dan belum terisi lagi. Ada kebocoran yang parah di kamar itu sehingga pemilik tempat kost berniat untuk memperbaikinya dulu sebelum mengiklankan kamar itu.

Kamar paling ujung kelihatannya selalu kosong. Belum pernah sekalipun Ayu melihat penghuni kamar itu keluar atau masuk.

Kamar Liana mendadak terbuka. Ayu mundur kembali, merapat ke pintu kamarnya sendiri. Liana dan pacarnya berdiri di depan pintu, berbisik-bisik dengan suara cukup keras, memperdebatkan sesuatu.

Ayu berniat untuk menutup kembali pintu kamarnya ketika mendengar pintu gerbang berderit membuka.
Ia menjulurkan kepala, sekedar ingin tahu siapa yang datang tengah malam seperti itu. ia melihat sesosok bayangan mendekati kamar paling ujung. Lampu koridor yang remang-remang menghalangi pandangan ayu sampai ke ujung, namun ia masih bisa melihat meskipun kurang jelas.

Wanita yang baru datang itu mungkin penghuni kamar di ujung itu. Sosoknya tinggi dan langsing, dengan rambut di ikat tinggi di atas kepalanya. Ia kelihatan kerepotan membawa jinjingan di kedua tangannya. Tampaknya ia baru pulang berbelanja.

Ayu mengerutkan kening, mengingat-ingat. Rasanya ia pernah melihat sosok wanita itu, entah dimana dan kapan. Ia menutup kembali pintu kamarnya, bersamaan dengan kepergian pacar Liana yang diiringi oleh bantingan pintu.
%%%

Kikan capek sekali. Ada memar di betisnya dan telapak kakinya pegal. Ia mengambil air panas dari dispenser dan mencampurnya dengan air dingin di dalam ember. Ia menambahkan sedikit garam ke dalamnya dan memasukkan kedua kakinya ke dalam ember itu. Semua sendi-sendi kakinya menggelenyar.

Entah apa yang dilakukannya kemarin, sampai kakinya sepegal ini. Kikan mencoba mengingat-ingat. Kemarin ia ke kampus pagi-pagi untuk mengembalikan buku ke perpustakaan. Ia berharap menemukan Andika disana namun cowok itu sama sekali tidak Nampak. Setelah itu Kikan ke toko buku dan melihat-lihat beberapa novel fiksi yang baru terbit. Ia memang berdiri di toko buku itu, namun rasanya tidak akan sampai membuatnya capek seperti ini. Dari toko buku Kikan menyempatkan diri mampir ke kantor untuk menyerahkan rencana desain buku panduan wisata kepada atasannya. Ia bahkan tidak sampai satu jam di kantor. Selepas itu Kikan ke supermarket untuk berbelanja keperluannya sehari-hari karena banyak persediaan kebutuhannya yang sudah habis. Pukul tujuh lewat beberapa menit ia sudah sampai di tempat kostnya.

Kikan mengurut-urut betisnya, tidak habis pikir darimana memar itu berasal. Ia lelah sekali. Kikan merebahkan dirinya di tempat tidur dan mulai menutup mata. Baru beberapa menit ketika ia mendengar ketukan di pintu kamarnya. Kikan mendengar seseorang menyebut namanya. Suara Ayu, peghuni kamar di sebelahnya.

“Ya Mbak?” tany Kikan setelah membuka pintu kamarnya.

“Kikan, kamu pulang jam berapa kemarin? Aku ingin meminjam novel yang waktu itu kau tunjukkan padaku tapi kamarmu gelap.”

“Jam tujuh juga aku sudah pulang kok Mbak. Aku tidur, capek sekali Mbak. Banyak pekerjaan di kantor yang harus aku selesaikan secepatnya. Buku itu sudah aku kembalikan ke perpustakaan, tapi kalau Mbak mau aku bisa meminjamnya lagi besok.”

“Aku tidak bisa tidur kemarin. Si Liana dan pacarnya bertengkar lagi, berisik sekali. Menyebalkan!”

“Kenapa Mbak tidak minta pindah kamar saja ke ujung, jadi tidak akan terganggu oleh keributan di sebelah. Mbak kan bisa bertukar dengan penghuni kamar yang di ujung itu. Kelihatannya orang yang menempati kamar itu jarang berada di kamarnya, jadi mungkin tidak terlalu masalah untuknya.”

“Aku tidak kenal dengannya. Kau juga kan? Selama ini dia sama sekali tidak pernah muncul untuk sekedar berkenalan dengan kita apalagi basa-basi. Oya, tadi malam aku melihatnya masuk ke dalam kamar. Sekilas aku seperti pernah melihatnya, tapi aku tidak bisa mengingatnya dengan jelas. Cara berjalannya mirip sekali dengan seseorang yang aku kenal.”

“Mbak tidak menegurnya?”

“Tidak, terlalu jauh dan gelap. Lampu koridor paling ujung mati sehingga pandanganku terbatas. Lagipula Liana dan pacaranya melanjutkan pertengkaran mereka di depan kamar.”

“Begitu…”

“Ya sudah, aku kembali ke kamar dulu ya. Besok tolong pinjamkan buku itu kalau ada ya.”

Kikan menutup lagi pintu kamarnya. Ia kembali berbaring di atas tempat tidurnya dan langsung lelap. Tidurnya benar-benar pulas tanpa mimpi.
%%%

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top