Bab 3
Kikan mengeluh dalam hati. Ia tidak mengerti bagaimana waktu berjalan begitu cepat, sampai ia tidak sadar bahwa malam sudah turun. Kantor tempatnya bekerja hanya mempunyai empat belas karyawan termasuk tiga orang satpam yang bertugas bergiliran.
Kikan tersadar tengah tidur di depan komputernya yang masih menyala, ketika Satpam bernama Anang mengguncang bahunya pelan. Sebagian bilik kerja sudah gelap, tanda bahwa pegawai yang menempatinya sudah pulang.
Ia melihat arlojinya dan terkejut melihat benda itu sudah menunjukkan hampir pukul sembilan malam. Komputernya berdengung pelan dan Kikan menjangkau untuk mematikannya. Tangannya berhenti di pertengahan gerak, bingung. Di layar komputernya terpampang situs tentang Vodoo, tradisi magis bangsa Afrika. Gambar-gambar mengerikan tentang korban-korban Vodoo membuat Kikan bergidik. Ia membenci kekerasan, bahkan melihat seekor ayam di sembelihpun ia akan memalingkan wajah, untuk apa ia membuka situs seperti itu.
Kikan mematikan komputernya cepat-cepat dan meninggalkan biliknya dengan telapak tangan lembab.
Tempat parkir sudah hampir kosong. Kikan benar-benar merasa tidak tenang. Gambar-gambar sadis yang dilihatnya di komputer membuatnya bingung dan takut. Mungkinkah ada orang lain yang memakai komputernya ketika ia tertidur?
Kikan menolak sendiri hal itu. Tidak mungkin ia tidak merasakan ada orang lain di dekatnya apabila memang seperti itu kejadiannya. Sepertinya ia sendiri tidak sadar telah membuka situs itu sebelum kesadarannya hilang ditelan kantuk. Dua malam berturut-turut kurang tidur pasti membuatnya kehilangan konsentrasi.
Kikan menjalankan motornya dengan lebih tenang setelah berhasil meyakinkan dirinya sendiri.
"Si alim itu pasti ketakutan setengah mati sekarang," ujar Mayda senang. Ia melihat Kikan keluar tergesa-gesa. "Kadang-kadang dia memang harus dikerjai seperti itu, supaya dia tahu bahwa hidup itu bervariasi. Kau tahu, dengan kebiasaannya mempermainkan perasaan orang lain, dia beruntung karena hidup di Indonesia. Dapatkah kau bayangkan apa yang akan terjadi padanya kalau dia hidup di Afrika? Pasti sudah sejak dulu dia jadi korban Vodoo."
"Jangan terlalu menekannya May, dia bisa terkena serangan jantung," tanggap Aneta sambil lalu. "Atau jangan-jangan kau menyukai si kutu buku itu May?"
"What? Andika?" hardik Mayda spontan. "Ooh Neta, buang jauh-jauh pikiran seperti ya! Kau tahu komitmenku, aku tidak akan pernah memikirkan laki-laki sebelum impianku terwujud."
"Kenapa kau tidak mencoba membuat keduanya berjalan sama-sama? Kau bisa mencoba mendekati Andika sambil merintis cita-citamu. Akan lebih baik kalau kau bisa mendapatkan keduanya kan?"
"Laki-laki hanya akan membuat konsentrasi buyar. Mereka itu mahluk yang sangat manipulatif dan kadang-kadang jauh lebih bodoh daripada keledai. Aku tidak mempunyai cukup kesabaran untuk menghadapi semua itu sekaligus Net."
Aneta tertawa pelan. Ia mempunyai kecurigaan yang kuat bahwa Mayda mungkin menyukai Andika. Mereka sudah lama menjadi teman sekelas, namun belum pernah berbicara langsung.
Mayda selalu mencemooh bahwa cowok itu kutu buku, bodoh atau aneh. Di sisi lain, Mayda juga selalu emosi setiap kali melihat Kikan menampik Andika.
"Sudahlah Net, ayo kita pulang. Sudah malam."
%%%
Motornya mendadak mati, di jalan sepi yang sebenarnya tidak terlalu jauh jaraknya dari tempat kostnya. Kikan menyesal telah mengambil jalan ini. Satpam Anang yang memberitahunya tentang jalan alternatif ini beberapa hari yang lalu. Seharusnya ia tidak mencoba melaluinya sekarang kalau saja ia tahu sebelumnya bahwa jalan yang harus ditempuhnya ternyata begitu sepi dan penerangannya hanya remang-remang.
Ada beberapa buah lampu jalan yang berdiri di sepanjang jalan yang dilaluinya, namun hanya dua yang menyala, itupun dengan cahaya kecil yang sangat redup.
Kikan sudah berada di tengah-tengah, tidak ada pilihan yang menyenangkan untuk dipilih, ia harus melanjutkan atau berputar balik dengan jarak yang sama jauhnya.
Kikan mendorong motornya maju pelan-pelan. Ia mulai berkeringat dan merasakan rasa dingin mengalir di punggungnya. Pepohonan berdesir di sisi kanan kirinya, menimbulkan suara tidak menyenangkan.
Kikan teringat lagi gambar-gambar di situs Vodoo yang dilihatnya di komputernya beberapa saat sebelumnya. Ia bergidik dan mempercepat langkahnya.
"Mau kemana Non, malam-malam begini," tegur seseorang yang tiba-tiba muncul dari balik pohon di depan Kikan. "Motornya mogok ya?"
Nafas Kikan tersangkut di tenggorokannya. Ia melonjak terkejut dan hampir limbung menahan beban berat motornya.
Laki-laki yang berdiri di depannya, menyeringai sambil mengelus-elus jenggotnya yang tumbuh lebat tak terurus. Ia kelihatan sangat mabuk dan nyaris tidak dapat berdiri dengan tegak.
Kikan dapat mencium aroma alcohol yang pekat samar-samar menerpa penciumannya.
Kikan berdiri kaku di tempatnya. Perutnya terasa kram dan tubuhnya mengejang. Ia mencoba menggerakkan kakinya, namun tidak sedikitpun anggota tubuhnya itu mau bergeser.
Ia mulai merasakan terror ketika laki-laki di depannya terhuyung-huyung menghampiri. Ada kelebatan perak terayun dari tangan kanannya, membuat Kikan semakin dilanda kengerian.
Uang di dalam dompetnya tidak terlalu banyak, namun ia masih mempunyai sebuah telepon genggam dan ada sebuah kalung emas tipis melingkari lehernya.
Laki-laki itu semakin mendekat. Perut Kikan mulai bergolak ketika mencium bau alcohol yang memuakkan. "Kemari manis, malam ini dingin sekali..."
Kikan mundur selangkah, namun batas trotoar menghalangi langkahnya. Laki-laki di depannya sekarang memegangi stang motornya dan bergerak makin mendesak. Kikan melepaskan pegangannya pada motor dan berusaha membebaskan dirinya dari himpitan motor yang di dorong laki-laki itu menjepit dirinya.
Seluruh sendi-sendi di tubuhnya lumpuh total. Ia membuka mulut dan mulai menjerit ketika laki-laki mabuk itu memutari motornya dan menangkap tangannya. Kikan menjerit dan terus menjerit, kemudian sekelilingnya gelap membutakan.
%%%
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top