Bab 18
Bimo meremasi rambutnya sendiri. Ia kesal karena menuruti kemauan Lindya untuk meninggalkannya berduaan dengan Kikan di dalam ruangan interograsi. Reaksi Kikan yang histeris seperti tadi sebetulnya merupakan hal yang seharusnya sudah bisa diperkirakan, namun tetap saja ia dan anak buahnya terlalu lambat bereaksi.
"Bukan Kikan yang melakukannya Bim," ujar Lindya sambil menyerahkan kertas kerjanya, berisi laporan pemeriksaan psikologis yang baru saja dilakukannya terhadap Kikan. "Dia mempunyai beberapa alter ego yang menguasai jiwa dan raganya pada suatu saat tertentu yang tidak pernah disadarinya. Mereka yang ada di dalam dirinya muncul tanpa pernah diketahui oleh Kikan sendiri. Melakukan hal-hal yang tidak akan pernah dilakukan oleh pribadinya yang sebenarnya. Mereka adalah pelindungnya dari suatu keadaan yang ingin dihindari oleh Kikan sekaligus juga wujud keinginan Kikan yang terpendam."
"Bagaimana hal itu bisa terjadi Lin, mungkinkah seseorang bisa mempunyai banyak kepribadian yang berbeda dalam satu tubuh?"
"Ada banyak penelitian tentang hal itu terutama di luar negeri. Kepribadian seseorang terpecah seperti itu dikarenakan orang tersebut tidak sanggup menghadapi kenyataan hidup yang harus dijalaninya sehingga akhirnya ia menciptakan karakter-karakter baru yang dianggapnya bisa melindungi dirinya. Ia bersembunyi di balik karakter cipataannya setiap kali ia harus menghadapi hal baru yang tidak sanggup dihadapinya."
"Lalu mengapa Kikan tidak mengenal mereka yang ada di dalam dirinya, kalau memang mereka itu-Aneta, Mayda dan Jodi-adalah hasil ciptaannya sendiri?"
"Mereka diciptakan di bawah alam sadarnya Bim," ujar Lindya menjelaskan dengan sabar. "Trauma atau ketakutan yang hebatlah yang biasanya menjadikan seseorang menjadi seperti itu. Aneta mengatakan bahwa Jodi selalu melakukan hal itu, melindungi Kikan. Saat ini yang harus kita gali lebih dalam adalah, mengapa Jodi melakukan kejahatan itu dan apa yang mendasari Kikan sampai memiliki kepribadian ganda seperti sekarang ini."
"Kau bersedia melakukannya? Mungkin aku bisa mengusahakan agar kasus ini tidak cepat-cepat kita limpahkan ke kejaksaan. Kita bisa menahannya disini selama kau melakukan risetmu terhadap Kikan."
"Aku tidak tahu apakah pendapat profesionalku masih bisa diterima sebagai sesuatu yang akurat sekarang, mengingat apa yang terjadi padaku setahun belakangan ini. Aku tidak ingin membuatmu malu..."
"Kau yang paing tepat untuk kasus ini. Aku tidak peduli pendapat orang lain, mereka sama sekali tidak mempunyai kualifikasi apapun untuk menilaimu. Ilmu yang dimiliki seseorang tidak akan bisa hilang hanya karena apa yang telah dilaluinya dalam hidup."
Lindya tersenyum pada laki-laki yang duduk di depannya. Wajah Bimo kelihatan lelah dan sembab. Ia pasti sudah banyak melewatkan jam tidurnya akhir-akhir ini. "Terima kasih untuk kepercayaanmu. Aku akan membantumu sebisanya. Sudah malam, pulanglah dulu Bim, kau pasti lelah sekali."
"Aku sudah biasa begini Lin, tidak apa-apa."
"Aku...minta maaf," ujar Lindya pelan. Ia memberanikan diri mencondongkan tubuhnya pada Bimo. "Atas sikapku sebelumnya padamu. Aku tidak sepantasnya melakukan itu kepadamu."
"Aku mengerti Lin, sangat mengerti. Kebodohanku yang mungkin bisa membuatmu jatuh pada keadaan yang sama. Seharusnya aku tidak memintamu membantu dalam kasus ini."
"Jangan begitu Bim, aku ingin dan akan melakukannya. Bukan semata-mata karena kau memintaku, namun aku harus belajar untuk bangkit diatas kakiku sendiri dan kasus ini mungkin salah satu peluang untukku. Sebenarnya sudah beberapa waktu ini aku ingin sekali menemuimu, namun aku terlalu pengecut untuk itu. Aku takut kau akan menatapku dengan pandangan berbeda setelah apa yang terjadi padaku di waktu yang lalu. Aku sendiri harus mengakui bahwa sedikit banyak aku menyalahkan dirimu waktu itu."
Bimo menyentuh rambut Lindya yang jatuh ke keningnya. "Aku mengerti Lin, sangat mengerti dan bisa menerima bahkan seandainya saat ini kau masih berpikir seperti itu. Kau mengalami saat-saat yang sulit dan aku tidak ada disana menemanimu. Bukannya aku tidak ingin..."
Lindya tersenyum sedih. Ia berdiri dari kursi yang di dudukinya, menyandangkan tas ke bahunya dan menghampiri Bimo. Ia ingin menyentuh Bimo, menyelipkan jarinya diantara jemari Bimo, seperti yang dulu sering dilakukannya. Ia merindukan semua yang ada pada laki-laki di hadapannya ini, namun yang dilakukannya hanyalah menatap dengan pandangan kosong. "Aku mengerti Bimo Setiawan..."
Lindya melangkah cepat menjauh dari Bimo. Ia tidak ingin lelaki itu, yang sampai saat ini tidak pernah lepas sebagai pengisi mimpi-mimpinya, melihat genangan air di sudut matanya. Bimo sudah cukup tertekan dengan kasus yang sedang dihadapinya sekarang. Ia tidak ingin menambah bebannya.
%%%
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top