Bab 15
Kikan belum bisa ditanyai. Dia masih shock atas apa yang terjadi dengan dirinya. Kikan menangis tanpa henti, sampai kepalanya pening dan tenggorokannya perih. Ia tidak mengerti apa yang telah terjadi padanya.
Polisi bernama Bimo itu menunjukkan benda-benda yang sama sekali tidak dikenalinya. Kikan curiga para polisi itu hanya ingin mempermainkan dirinya. Mereka tidak dapat menemukan pembunuh Ayu sehingga membuat dirinya sebagai korban. Mereka bahkan menanyainya tentang gadis bernama Aneta dan mengatakan bahwa kacamata yg ditemukan di kamarnya itu milik gadis itu. seorang polisi bahkan mengatakan dugaannya bahwa Kikan dan Aneta mungkin kembar. Mereka semua gila.
Bimo baru menerima kabar tentang kondisi kesehatan Ramon tadi pagi. Sudah dua hari Ramon kembali ke rumah dan setelah berkonsultasi dengan dokter yang merawatnya, hari ini Ramon akan datang ke kantor polisi untuk mengidentifikasi orang yang telah melakukan penganiayaan terhadap dirinya.
Bimo merasa gelisah.
Kikan memandang berkeliling. Ruangan tempat ia berada sekarang adalah ruangan berbentuk persegi yang suram karena hanya diterangi sebuah lampu di atas kepalanya. Di dalam ruangan itu hanya ada sebuah meja besi berbentuk kotak dan dua buah kursi yang diletakkan berhadap-hadapan.
Laki-laki yang menakutkan itu-AKP Bimo-masuk bersama seorang polisi lain. Ia menarik kursi di depan Kikan. "Saudari Kikan, apa anda dalam keadaan sehat?" tanya Bimo pelan. Ia melihat wajah Kikan yang sembab dan matanya yang bengkak. Gadis ini pasti belum tidur sejak penangkapannya dua hari yang lalu. Seorang polwan yang ditugaskan menjaganya mengatakan bahwa Kikan terus-menerus menangis di dalam selnya. "Kita bisa menunda proses ini bila anda merasa kurang sehat."
Kikan menatap Bimo dengan tajam. Ia menegakkan tubuhnya dengan sikap menentang. Laki-laki di depannya ini pasti berharap ia akan menyerah supaya tugasnya cepat selesai. Jangan harap. "Saya tidak apa-apa-" ia menghapus air yang tersisa di sudut matanya. "-saya ingin pulang ke rumah secepatnya, saya tidak bersalah..."
"Kita akan tentukan hal itu nanti," ujar Bimo lugas. "Saat ini, seperti yang sudah saya katakana sebelumnya, beberapa bukti mengarah kepada anda, sehingga kami sebagai penyidik harus memeriksanya. Ada beberapa hal yang harus kami tanyakan kepada anda dan kami berharap anda dapat bekerja sama dengan kami, demi kepentingan anda sendiri."
Kikan diam sebentar, namun kemudian mengangguk pasrah. Ia tidak akan bisa keluar dari tempat ini kalau tidak bekerja sama, bagaimanapun ia tidak bersalah dan semakin cepat hal itu terbukti, maka akan semakin cepat pula ia bebas dari segala tuduhan.
"Saya akan menjawab semua pertanyaan," jawab Kikan tegas.
%%%
Bimo di dampingi Agung-yang membawa laptop dan alat perekam-membuka berkas pertanyaan. Kikan menarik nafas dalam dan memberi anggukkan yakin kepada mereka.
"Saudari Kikan Ariana, apakah anda mengenal saudara Ayu Rinita? Bagaimana anada mnegenalnya dan bagaimana hubungan kalian berdua. Tolong dijelaskan."
"Ya, saya mengenalnya. Dia adalah teman saya di Rumah Melati, sebuah tempat kost khusus wanita. Saya baru empat bulan pindah ke tempat kost itu dan kamar yang saya tempati berada di sebelah kamar yang ditempati Ayu. Hubungan kami baik, meskipun tidak terlalu dekat. Kami berdua sama-sama sibuk sehingga jarang mengobrol, begitu juga dengan penghuni yang lainnya."
"Kapan terakhir kali anda bertemu atau melihat Ayu Rinita dalam keadaan hidup?"
"Sekitar satu minggu yang lalu. Waktu itu saya meminta tolong padanya soal kacamata yang saya temukan di laci meja belajar saya di kamar. Ayu sudah lebih lama tinggal di Rumah Melati jadi saya pikir dia pasti mengenal orang yang tinggal di kamar saya sebelumnya."
"Apa selama tinggal di tempat kost yang sama, anda pernah memasuki kamarnya?"
"Tidak, selama saya tinggal di tempat itu saya belum pernah masuk ke dalam kamar siapapun, demikian juga sebaliknya tidak ada seorangpun penghuni kamar yang lain yang pernah masuk ke dalam kamar saya. Kami semua saling menjaga ruang pribadi masing-masing."
"Anda mengenal Aneta, penghuni kamar nomor satu di Rumah Melati?"
"Saya hanya tahu namanya saja tapi belum pernah melihat orangnya. Tidak ada yang pernah melihatnya, kecuali Ayu. Waktu itu Ayu pernah mengatakan pada saya bahwa ia melihat Aneta masuk ke dalam kamar membawa banyak barang. Keesokan paginya saya menemukan Ayu sedang mengintip ke dalam kamar Aneta tapi kamar itu sudah kosong. Kata Ayu, dia melihat Aneta tidak terlalu jelas karena saat itu sudah sangat gelap tapi ia merasa pernah mengenal Aneta sebelumnya."
"Anda mengenal Ramon Wigarda?"
"Tidak."
"Kalung yang kami temukan di dalam kamar anda, adalah kalung yang dibeli oleh Ramon Wigarda untuk Aneta, bagaimana kalung itu bisa berada di dalam kamar anda?"
"Saya tidak tahu, saya tidak pernah melihat kalung itu sebelumnya."
"Anda mengenal Andika Ramandhana?"
"Ya, saya kenal baik dengannya. Ia teman saya satu kampus, satu kelas."
"Kapan terakhir kali anda bertemu dengan Andika?"
"Tiga hari sebelum dia meninggal. Waktu itu kami bertemu sebentar di perpustakaan, tapi kelihatannya saat itu dia sedang marah pada saya. Saya tidak tahu sebabnya dan dia langsung pergi begitu aja."
"Ini tulisan anda kan? Ditujukan kepada Andika. Noda darah ini adalah darah milik korban" Bimo menunjukkan surat yang ditemukan di dalam tas Kikan sebelumnya. "Kapan anda menulis surat ini dan apa maksudnya?"
"Itu memang tulisan saya, tapi saya tidak pernah menulis surat itu," Kikan membaca surat yang ditunjukan olek Bimo. Ia mencoba mengingat-ingat sesuatu. "Andika pernah menawari saya dua buah tiket nonton, tapi saya menolak karena sedang banyak pekerjaan di kantor, dan saya tidak pernah berubah pikiran-jadi untuk apa saya menulis surat itu."
"Anda mengenal seorang gadis bernama Mayda?"
"Tidak."
"Apa ini bon perbaikan motor dari bengkel langganan anda?"
"Ya. Motor saya rusak dan saya memang biasa memperbaikinya di bengkel itu."
"Gambaran yang diberikan oleh petugas bengkel langganan anda itu tentang motor anda, sama dengan gambaran yang diberikan oleh pekerja di rumah pemilik tempat kost anda, ketika gadis bernama Mayda itu mengambil kunci untuk kamar yang disewa atas nama Aneta. Bagaimana itu bisa terjadi? Kebetulankah?"
"Saya tidak tahu," pertahanan Kikan hampir goyah. Ia semakin bingung dengan pertanyaan-pertanyaan yang dirasanya semakin aneh. "Saya tidak pernah mengenal Aneta atau Mayda, saya tidak mengenal mereka semua."
"Anda mengenal laki-laki ini?" Bimo menunjukkan foto Ramon Wigarda.
"Tidak, saya sama sekali tidak mengenalnya."
"Anda mengenali foto ini?" Bimo menunjukkan foto Aneta yang diambil dari rekaman cctv di toko perhiasan Indah Jayanti. Foto itu hanya memperlihatkan bagian samping wajah Aneta namun masih cukup jelas untuk dikenali.
Kikan mengamati foto itu, dan semakin lama wajahnya menjadi semakin pucat. Ia berganti-ganti menatap foto itu dan wajah Bimo yang datar tanpa ekspresi. "Itu...sepertinya saya, dalam penampilan yang lain...tapi..."
Bimo mengangguk dan memberi isyarat kepada Agung untuk mencatat pernyataan Kikan barusan. Ia kemudian memanggil seorang polwan yang berjaga di depan pintu untuk membawa kembali Kikan ke dalam selnya.
Kikan bergerak seperti robot, masih diliputi kebingungan dan keniscayaan. Ia menatap wajah Bimo dengan ekpresi tak terbaca.
%%%
Ramon Wigarda menyaksikan jalannya pemeriksaan di dalam ruangan interograsi melalui kaca satu arah. Ia mengamati gerak-gerik Kikan dengan seksama.
Gungun menemaninya dengan sabar. wajah Ramon semakin lama semakin menampakkan kebingungan. Ia menoleh pada Gungun.
"Itu...perempuan itu, memang seperti Aneta...tapi...dia bukan Aneta. Mereka sama tetapi sangat berbeda. Saya bingung..."
Gungun menatap Ramon dengan penuh tanda tanya. "Anda tidak yakin?"
"Tidak, tidak, ada yang aneh...," Ramon mencubiti bibir bawahnya. "Aneta itu wanita yang berkesan..., apa ya istilahnya..., glamour, mungkin itu kata yang tepat. Dia anggun dan sikapnya benar-benar seperti wanita kelas atas. Penampilannya indah dan menyenangkan bahkan hanya dengan melihatnya sekilas."
"Anda tidak bisa mengenali wanita yang ada disana? Bagaimana kalau saya tegaskan bahwa dia adalah Aneta yang anda kenal?" tanya Gugun menguji.
Ramon menatap lekat-lekat sosok di balik kaca. Dia benar-benar tidak mengerti. "Mirip sekali, namun juga berbeda. Wanita itu agak terlalu...polos, untuk seorang Aneta. Atau..., apakah mereka kembar?"
"Tidak. Mereka itu adalah orang yang sama."
Ramon semakin bingung.
%%%
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top