Bab 13
Aneta bersiul-siul kecil. Ia memakai kalung berlian berliontin bintang yang dibelikan Ramon kepadanya. Lehernya yang jenjang tampak semakin cantik dengan kerlap-kerlip mewah yang dipancarkan untai berlian yang membentuk bintang itu.
“Kita tidak bisa terus berada disini Net,” ujar Mayda pelan. “Si Bodoh itu pasti akan menyadari keberadaan kita pada akhirnya.”
“Biarkan saja,” jawab Aneta acuh tak acuh. “Toh kalaupun itu terjadi, tidak akan ada ruginya buat kita. Kita akan tetap aman, dimanapun kita berada.”
“Si tolol Jodi itu bisa membuat kita ketahuan. Dia terus-menerus mengatakan hal-hal bodoh tentang menyerahkan diri.”
“Dia masih muda May, keadaan yang kacau akhir-akhir ini sedikit banyak pasti akan membuatnya bingung. Kau ingat ketika untuk pertama kalinya ia datang?”
“Ya,” jawab Mayda sambil bergidik. “Dia tertawa dan menangis bersamaan melihat tangannya berlumuran darah, tapi setelah itu dia mulai terbiasa meskipun kadang-kadang sifat cengengnya muncul.”
Aneta tertawa kecil. Ia sama sekali tidak mengkhawatirkan apapun. Ia sedang merasa gembira. Kalung berlian itu penyebabnya. Benda yang begini indah, siapapun pasti akan merasa bahagia memakainya.
%%%
Bimo mengamati bon pembelian perhiasan di tangannya dengan seksama. Bon itu terselip di antara bon-bon lainnya. Beberapa dari bon-bon itu adalah untuk pembelian barang-barang pria, mungkin untuk dipakai sendiri oleh Ramon, namun bon pembelian perhiasan itu menarik perhatian Bimo karena tanggalnya tepat bersamaan dengan hari dimana Ramon dianiaya.
Bimo mengajak Agung untuk memeriksa langsung ke toko perhiasan yang namanya tertera dalam bon itu. ia akan menanyai Ramon lagi soal bon itu nanti, setelah ia mendapatkan informasi dari toko perhiasan itu. Mungkin ada sedikit titik terang sekarang tentang gadis bernama Aneta yang telah menganiaya Ramon.
Toko perhiasan Indah Jayanti adalah toko yang besar, dengan etalase dipenuhi berbagai jenis perhiasan yang terbuat dari benda-benda berharga. Ketika Bimo dan Agung tiba di toko itu, beberapa pembeli yang kebanyakan wanita—berhenti melakukan kegiatan mereka. Para pramuniaga juga kelihatan bingung melihat kedatangan mereka.
Bimo memandang berkeliling toko dan melihat beberapa buah kamera cctv di tempatkan di dinding toko.
Bimo memperlihatkan lencananya kepada salah satu pramuniaga yang berdiri paling dekat dengannya. “Saya perlu bertemu dengan pemilik toko ini.”
Pramuniaga itu mengangguk gugup dan menghampiri meja di belakang tempatnya berdiri. Ia memijit nomor-nomor tertentu kemudian berbicara dengan orang di saluran lain yang dipanggilnya. Tidak sampai lima menit, seorang laki-laki setengah baya bertubuh tambun keluar dari sebuah pintu di belakang etalase.
Ia menghampiri Bimo dengan sikap ragu-ragu.
“Selamat siang Pak, saya Rusli Tanudirja, pemilik toko ini. Ada yang bisa saya bantu Pak?” Rusli Tanudirja mengulurkan tangan memperkenalkan diri kepada Bimo dan Agung. “Mari kita bicara di dalam saja Pak.”
Rusli membawa tamunya ke dalam ruang kerjanya di belakang toko dan menyuruh salah satu pegawainya membuatkan minuman. Ia mempersilahkan kedua tamunya duduk, berhadapan dengannya. Agung mengeluarkan buku catatannya.
“Begini Pak Rusli, kedatangan kami kemari sehubungan dengan kasus yang sedang kami selidiki. Ini,” Bimo menyodorkan kwitansi pembelian kalung milik Ramon. “—kwitansi ini berasal dari toko Bapak. Saya lihat di depan tadi, ada beberapa kamera cctv dipasang untuk mengawasi keadaan toko, kami ingin melihat rekaman yang dibuat ketika transaksi di dalam kwitansi ini dilakukan. Tanggal dalam kwitansi ini menunjukkan waktu sekitar dua minggu yang lalu. Saya yakin Bapak masih menyimpang rekamannya.”
Rusli mengamati kwitansi itu. “Saya kenal baik dengan Pak Ramon Wigarda, dia ini langganan tetap toko kami. Dia sering membelikan perhiasan untuk ibunya Apa yang terjadi dengannya Pak—kalau saya boleh tahu?”
“Ramon Wigarda dianiaya di malam setelah dia membeli perhiasan dari toko Bapak ini. Kami mendapat keterangan bahwa dia membeli perhiasan di toko ini sore harinya bersama seorang wanita. Wanita itu belum kami temukan jejaknya. Kalau Bapak masih menyimpan rekaman kamera cctv dari dua minggu yang lalu, mungkin kami bisa menemukan jejak wanita itu. “
“Astaga,” Rusli berseru kaget. Ia bangkit dari tempat duduknya dan bergegas pergi. “Sebentar Pak…”
Bimo dan Agung menunggu sekitar sepuluh menit sebelum Rusli masuk kembali ke dalam ruangan itu. Ia membawa sesuatu di tangannya. Sebuah kaset. “Ini rekaman asli dari toko kami pada hari dimana Ramon membeli perhiasan itu Pak. Pramuniaga yang melayani Ramon pada hari itu bersedia memberikan pernyataan bila diperlukan.”
Bimo menjabat tangan Rusli dan menyatakan terima kasih untuk kerjasama pemilik toko itu. Ia dan Agung bergegas meninggalkan toko perhiasan Indah Jayanti dan kembali ke kantor untuk memeriksa rekaman cctv yang diberikan Rusli.
%%%
Bimo dan beberapa orang anak buahnya yang tergabung di dalam tim penyelidik kasus Ramon Wigarda memperhatikan rekaman cctv dari toko Indah Jayanti. Gambar diambil dari berbagai sudut toko. Pembeli lalu lalang di dalam toko, sampai kemudian gambar Ramon Wigarda bersama seorang wanita memasuki toko—muncul.
Wanita itu mengenakan gaun berwarna biru tua, sepatu dan tas tangan yang senada.
Bimo mencatat dalam hatinya, semua yang dikenakan wanita dalam rekaman itu adalah benda-benda yang dilihatnya di dalam kamar kost Aneta dan sekarang berada di ruang penyimpanan barang bukti.
Rambutnya diikat tinggi di belakang kepalanya dan langkahnya terlihat anggun berjalan di samping Ramon.
Kamera menyorot Ramon dan wanita itu dari depan, namun wajah wanita itu tidak bisa terlihat dengan jelas karena dia selalu menunduk. Agung yang menonton sambil berdiri di belakang Bimo mendecak gemas. Pada suatu saat, kamera menangkap profil wanita itu dari samping. Bimo menyuruh Gungun mematikan sementara rekaman itu dan memperbesar gambar.
Wanita itu—dipastikan dia adalah Aneta—mengenakan kacamata bergagang besi berwarna biru tua dan dia mengenakan make up lengkap. Itulah satu-satunya gambar yang dapat menangkap sosoknya dengan jelas.
Bimo mendekatkan wajahnya ke layar untuk mengamati lebih dekat. Tindakannya itu diikuti oleh anak buahnya, Agung dan Gungun. Sesuatu melintas di dalam benak AKP Bimo. Dugaan, kebingungan…
“Itu…kan…gadis yang bernama…Kikan Ariana…,” gumam Agung. Nada yang terkandung di dalam suaranya penuh keraguan dan kebingungan.
%%%
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top