Bab 12

Bimo meletakkan map ketiga yang baru selesai dibacanya. Ia merentangkan kedua tangannya jauh-jauh dan menggeliat. Punggungnya pegal sekali.

Laporan visum Ayu Rinita yang diterimanya tadi siang membuat ia bersemangat. Ini kasus yang menarik.

Ayu Rinita sama sekali tidak bunuh diri seperti dugaan semula yang akan timbul apabila melihat keadaannya ketika ditemukan. Cutter yang ada di sebelahnya hanyalah pengecoh. Ia dibunuh dengan sadis.

Lengannya diiris sehingga nadinya terputus lalu dibiarkan kehabisan darah. Dokter mencurigai adanya zat yang beracun di dalam darahnya.

Waktu kematian yang sudah lebih dari 48 jam sampai saat ditemukannya membuat mereka kesulitan mengidentifikasi jenis racunnya.

Noda darah kering yang menempel di handel pintu kamar nomor satu dan noda darah di karpet ternyata darah milik Ayu. Penyewa kamar nomor satu-gadis bernama Aneta-masih belum diketahui keberadaannya.

Dua orang gadis lain yang tinggal di Rumah Melati, Liana dan Kikan-menyatakan bahwa mereka belum pernah melihat atau bertemu dengan gadis bernama Aneta itu.

Liana mengatakan bahwa ia pernah melihat kamar itu terang pada suatu malam, namun setelah itu tidak pernah melihatnya lagi.

Bimo mengambil map ke-empat. Nama Ramon Wigarda langsung membuat kantuknya lenyap. Ia membuka berkas laporan itu dan mulai membaca. Ramon Wigarda dilaporkan mengalami penganiayaan berat dua minggu yang lalu.

Seorang pedagang asongan menemukan Ramon tergeletak berlumuran darah di sebuah jalan setapak. Nyaris meninggal karena darah yang terus mengalir dari kepalanya yang pecah akibat pukulan bertubi-tubi benda tumpul.

Benda itu ternyata tongkat baseball, ditemukan di dalam mobilnya sendiri. Tidak ada sidik jari pada benda itu kecuali sidik jari milik Ramon sendiri.

Ramon sendiri dilaporkan dalam keadaan koma sampai saat laporan ini dibuat sebelas hari yang lalu-dua hari setelah kejadian. Menurut saksi pelapor-asisten Ramon yang bernama Lusi, dompet milik Ramon hilang.

Bimo membuka kembali dompet Ramon. Isi dompetnya mengatakan bahwa Ramon adalah seorang laki-laki muda yang mapan. Lajang dan mapan.

Ia jenis laki-laki yang bisa mengeluarkan uang untuk perempuan yang disukainya tanpa berpikir dua kali. Bimo tidak yakin isi dompet di tangannya itu utuh seperti ketika pemiliknya masih memegangnya. Pasti sudah banyak yang terkuras dari jumlahnya semula.

Bimo mencoba menebak-nebak dalam benaknya, seperti apa tepatnya gadis bernama Aneta yang sampai sekarang masih misterius keberadaannya.

Barang-barang yang ditemukan di kamarnya sama sekali tidak menunjukkan tipe tertentu yang bisa mewakilinya.

Gaun-gaun indah dan perlengkapan aktivitas luar ruangan itu sangat berlawanan untuk memberi gambaran yang jelas tentang seorang Aneta.

Apakah dia gadis yang anggun kemayu, suka bersolek dan mengenakan barang-barang indah dan mahal, atau apakah dia tipe gadis tomboy yang meyukai alam bebas dan berjiwa petualang?

"Gung, bagaimana hasil pemeriksaan sidik jari? Sudah keluar?" tanya Bimo di telepon.

"Nanti sore Pak," jawab Agung di saluran telepon yang lain. "Saya akan ingatkan kembali supaya dipercepat."

"Segera berikan laporannya kepadaku begitu kau mendapatkannya ya. "
Bimo menutup telepon dan memutuskan untuk melakukan sesuatu untuk memastika kecurigaannya.

Pembunuhan Ayu dan penganiayaan Ramon bisa jadi saling berhubungan erat. Ini mungkin kasus cinta segitiga yang berakhir tragis.
%%%

Ramon masih berbaring tak berdaya di atas tempat tidur VIP rumah sakit Harapan Bunda. Kepalanya dibalut perban tebal. Ia sudah menjalani operasi demi mengembalikan keadaannya.

Menurut tim dokter yang menanganinya, Ramon benar-benar beruntung masih hidup, mengingat betapa parah keadaannya ketika ia dibawa ke rumah sakit malam yang naas itu. Saat ini kondisinya sudah mulai membaik, namun dokter tidak mengijinkan ia terlalu lelah.

Bimo memperkenalkan diri juga Ipda Gungun yang mendampinginya. Ramon meminta bantuan untuk meninggikan bantalnya sedikit supaya ia bisa bersandar.

Sesuai prosedur, Gungun meminta kesediaan Ramon untuk diambil pernyataannya sebagai saksi korban. Ramon mengangguk-angguk menyatakan kesediaannya.

"Laporan tentang kasus penganiayaan anda sudah masuk ke dalam berkas kami hampr dua minggu yang lalu, namun karena kondisi anda, kami belum bisa memprosesnya. Kami harus menunggu sampai anda bisa memberikan pernyataan sebagai saksi korban," kata Bimo

"Ya Pak, saya sudah diberitahu dokter soal itu. Asisten saya juga sudah mengatakan itu. dia yang melaporkan kejadian ini ke kepolisian waktu itu."

"Anda tahu siapa yang melakukan hal ini kepada anda?" tanya Bimo.

"Ya...sa...ya...tahu...A...neta...," Ramon menjawab terbata-bata. "Ia yang...mela...kukan..." Bimo melihat sakit hati yang tergambar jelas dalam suara Ramon.

"Aneta? Dia juga mengambil dompet anda?"

Ramon mengangguk pelan. ia memejamkan matanya sebentar, mengumpulkan kekuatan. Wajah Aneta melintas di benaknya. "Sa...ya...mengajaknya makan malam, membe...likannya ka...lung berlian. Saya...ingin me...meluknya...tapi dia men...jerit-jerit dan membu...at saya pa...panik... Dia keluar da...ri mobil dan menja...di kalap..."

"Dia mengambil tongkat baseball dari dalam mobil dan memukuli anda?"

"Dia menen...dang saya..., di...situ," Ramon tampak sedikit malu sambil memandang ke bawah tubuhnya yang tertutup selimut. "Saya jatuh dan se...belum saya sadar, dia...mu...lai... memu...kuli sa...ya..."

"Anda bisa menggambarkan seperti apa gadis bernama Aneta ini? Secara fisik?"

Ramon menggangguk dan masih dengan terbata-bata memberikan gambaran tentang Aneta. Semua perkataannya dicatat dengan cermat oleh Gungun. Beberapa kali Ramon harus berhenti untuk minum dan menarik nafas. Bimo menawarkan untuk menunda pernyataannya karena khawatir ia akan terlalu lelah dan akan mempengaruhi proses pemulihannya, namun Ramon berkeras untuk melanjutkan.

"Anda mengenal gadis bernama Ayu Rininta?" tanya Bimo lagi.
Ramon kelihatan berpikir sebentar namun kemudian menggeleng. "Saya punya beberapa kenalan bernama Ayu, tapi bukan Ayu Rininta. Si...siapa dia Pak? Apakah...itu nama asli...Aneta?"

"Mengapa anda bertanya seperti itu?"

"Sebenarnya...," Ramon berhenti untuk menghela nafas dalam-dalam. "Sejak awal perkenalan saya dengan Aneta, saya sudah merasakan ada sesuatu yang...berbeda...ya, itu sebutan yang pas untuk menggambarkannya. Dia bersikap seolah-olah sedang bermain dengan saya. Dia selalu bersikap mesra dalam setiap pembiacaraan di telepon dan sms, namun setiap kali saya mengajaknya melanjutkan hubungan kami kearah yang lebih dekat, dia akan menolak dengan halus. Saya berpikir ada sesuatu yang ditutupinya."

"Jinak-jinak merpati," ujar Bimo menebak. "Membuat anda semakin penasaran dan bersedia melakukan apa saja untuk bisa mendapatkannya kan?"

Wajah Ramon memerah dan dia terbatuk-batuk kecil. Gungun menyodorkan segelas air putih untuknya sambil mengerling kepada Bimo.

"Dia juga...tertutup...,' ujar Ramon melanjutkan. Ia kelihatan merenungkan sesuatu yang baru benar-benar disadarinya. "Beberapa kali saya membicarakan tentang keluarga saya, namun belum pernah sekalipun saya mendengarnya berbicara tentang keluarganya."
Bimo menanyakan beberapa hal lain yang bersifat teknis kepada Ramon sebelum menutup wawancara.

Ramon kelihatan sudah sangat lelah dan dokter yang kemudian datang untuk memeriksanya memberikan obat tidur agar dia bisa beristirahat.

"Gambaran yang diberikan Ramon tentang Aneta itu, rasanya malah membuat ruang penyelidikan kita semakin meluas Pak," komentar Gungun dalam perjalanan pulang.

"Aku juga berpikir begitu," tanggap Bimo. "Dia malah mencurigai bahwa Aneta dan Ayu adalah orang yang sama."

"Tampaknya kali ini kita mendapatkan kasus yang sangat tidak mudah Pak."

Bimo mengangguk tanpa menjawab. Pikirannya penuh dengan berbagai kemungkinan.
%%%

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top