PROLOG

12 Februari 2019
Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS)

Seorang gadis bersurai legam dipotong dibawah telinga, terlihat mengamati sebuah monitor yang menampakkan gambar peta dalam stasiun. Rambut gadis itu melayang diudara begitupula dengan tubuhnya. Matanya bergulir, membaca data-data stasiun luar angkasa tersebut dalam bahasa inggris.

"Finally, we're going home!" seruan itu  berasal dari seorang pria berkacamata.

Gadis itu melirik pria yang sedang melayang tersebut lalu memutar bola mata malas. "Masih ada waktu seminggu sebelum hal itu terjadi, August."

"I know, Ciara. Tetapi, apakah kamu tidak merasa senang kita bisa kembali pulang?" tanya August sembari membenarkan kacamatanya yang terus terlepas karena zero gravity.

Ciara menoleh sejenak lalu beralih menatap jendela kabin yang menampakkan wujud planet bumi. Tak terasa sudah hampir enam bulan dia berada di Stasiun Luar Angkasa Internasional atau ISS. Sebagai astronot utusan NASA, ia diberi tugas untuk memonitor semua kegiatan yang ada distasiun dan menjaga stasiun itu agar tetap hidup. Dan seminggu lagi ia akan kembali ke planet asalnya, yakni Bumi. Namun ada beberapa hal yang memberatkannya untuk kembali ke Bumi. Dirinya masih belum siap bertemu dengan dia.

"Jangan bilang kamu masih mau menghindar dari dia?" ujar August sambil memicingkan matanya.

Ciara mendelik tajam kearah pria berkacamata. "Sotoy! Aku itu pusing dengan misi kita berikutnya!"

Sebelah alis August terangkat. "Misi? Misi menuju Mars maksudmu?"

Ciara menganggukkan kepala membuat August ber-oh ria. "Untung aku tidak terpilih untuk ikut kesana."

Ciara kembali memutar bola matanya malas lalu kembali fokus pada monitor dihadapannya. Tiga bulan lagi, dirinya akan kembali dikirim ke luar angkasa untuk menjelajahi Mars. Planet berwarna merah itu memang sedang mendapatkan perhatian NASA karena memiliki beberapa kemiripan dengan Bumi.

"Aku doakan kamu akan ikut dilemparkan kesana," ujar Ciara tanpa melihat kearah pria berkacamata itu.

August mencibir, ia kemudian menekan tengkuk Ciara membuat gadis itu terpekik. Spontan sikunya menyikut wajah pria itu hingga membuat August terlempar dan menabrak dinding titanium yang berfungsi sebagai atap.

"Mampus," ujar Ciara kesal yang hanya dibalas ringisan oleh August.

"NASA to ISS, I repeat NASA to ISS. This is Brown talking," suara terdengar berasal dari radio yang menghubungkan ISS dengan kantor NASA di Bumi.

August mendekat kearah radio itu lalu menarik alat berbentuk walkie talkie yang ada didekatnya untuk membalas pesan dari Bumi. "Miller over here, what's wrong, Cat?"

"Oh, hi August! Bisa kau berikan radio-nya kepada Ciara?"

"Kau bisa mengatakannya padaku, apa ada masalah?"

"This is privacy, Gust. I can't tell it to you." Suara diseberang sana mulai terdengar geram.

"Huh? Why?" August masih kekeh pada pendiriannya.

Suara decakan terdengar dari seberang sana. "Can you just give it to Ciara?! I said this is privacy! Kenapa kau kepo sekali dengan pembicaraan para wanita?!"

August menjauhkan walkie talkie itu dari telinganya begitu mendengar suara cempreng diseberang yang melengking. "Fine, fine! I'll give it to her! Lain kali jangan gunakan fasilitas kantor jika hanya untuk bergosip dengan Ciara, Miss Brown."

"Shut the f*ck up! Setidaknya aku tidak sepertimu yang kerjaannya hanya memakan gaji buta! Selama di ISS pasti Ciara yang mengerjakan semua tugas yang ada disana."

"Nyenyenye."

Ia kemudian menyodorkan walkie talkie itu tepat kedepan wajah Ciara yang tengah membaca monitor. Tingkah August itu membuatnya terkejut, ia memandang pria dari kelas fisika itu aneh.

"What's wrong?"

August mengedikkan bahu. "I don't know, just take it!" paksanya. "Aku mau tidur." Ia kemudian berjalan— melayang menuju kabin tempatnya tidur.

Gadis berambut legam itu menatap kepergian August dengan tatapan aneh. Ia mendekatkan walkie talkie itu ke telinganya. "Ardiningrum talking, what's wrong, Brown?"

"Panggil saja aku seperti biasanya, Ci. Ada sesuatu yang harus kusampaikan, tetapi jawab dulu pertanyaanku."

"Okay, what is it, Cat?" tanya Ciara tanpa mengalihkan pandangan dari monitor.

"Are you already married?"

Wajah Ciara berubah pucat. Ia terdiam sambil menatap walkie talkie dipegangannya rumit.

"Hey, Ci! Are you there?" Ciara berdehem canggung sebagai jawaban.

"Maaf kalau aku menanyakan topik yang sensitif bagimu. Just ... you know, someone called your phone last night. Do you know a guy named Niskala?"

Nafas Ciara tercekat lalu mulai tidak beraturan. Ia terdiam dengan detak jantung yang berdetak secara anomali. Dalam hatinya merutuki pria bernama Niskala yang meneleponnya itu. Mengapa pula pria itu menghubunginya saat ia sedang bertugas?! Dan satu lagi, kenapa pria itu baru menghubunginya sekarang?!!!

"Aku anggap itu sebagai 'ya'. Kamu tahu, dia mengaku sebagai suami. Setahuku kamu belum menikah, karena itu aku langsung menanyakannya padamu. Jadi, apa jawabanmu?"

Ciara menggaruk dahinya yang tak terasa gatal. Manik oniksnya bergulir memperhatikan seisi ruangan itu. Ia mencoba mencari alasan untuk menghentikan obrolannya dengan Catherine.

"Ci?"

"Cat, can we talk about this later? Ada kerusakan kecil di kabin milikku and I have to fix it."

"Oh, umm, okay. Aku akan menagih penjelasan darimu seminggu lagi."

"Yup, by the way, berhenti menggunakan fasilitas kantor jika hanya untuk membicarakan hal sepele semacam ini, Cat. It's not professional."

"Yeah, yeah, I know. Sorry for that, so I'm gonna go. Bye, bye, have sweet dream."

"Yeah, you too." Setelah komunikasinya dengan kantor pusat terputus, ia kembali meletakkan alat berbentuk walkie talkie itu pada tempatnya.

Ia menatap nanar monitor didepannya lalu mematikan monitor tersebut dan kembali ke kabinnya. Didalam kabin ia memikirkan kembali ucapan Catherine tadi. Niskala menghubunginya setelah tiga tahun mengabaikannya? Apa yang pria itu inginkan?

Ciara masih muda, dia baru berusia 22 tahun. Tetapi diusianya yang baru menginjak dewasa itu, ia telah menjalin hubungan pernikahan dengan seorang pria. Dan hubungan pernikahan itu telah berjalan selama tiga tahun.

Tidak seperti kehidupan pernikahan yang diharapkan oleh semua wanita, termasuk dirinya. Kehidupan pernikahannya bisa dikatakan hancur lebur sebelum dimulai. Dia dan Niskala menikah atas dasar perjodohan, dan pria yang dinikahinya jatuh hati pada perempuan lain.

Bahkan setelah akad nikah mereka, Niskala tidak mau repot-repot mendatangi kamar —tempat mereka tidur— dan pergi ke apartemen kekasihnya. Mendengar hal itu, Ciara merasa direndahkan. Perempuan mana yang tidak sakit hati melihat suaminya pergi kerumah perempuan lain?

Tanpa pikir panjang, pada malam itu juga ia memesan tiket penerbangan menuju Colombia. Keesokan harinya ia terbang kembali ke Colombia untuk melanjutkan studinya di Universitas Stanford. Dan sampai sekarang, mereka tidak pernah bertemu lagi. Tetapi apa maksud Niskala menghubunginya setelah tiga tahun lamanya?

Ciara berdoa dalam hati, Niskala menghubunginya untuk mengajukan perceraian. Ia juga lelah kali menjalani hubungan yang menyesakkan semacam ini. Lagipula, dia memiliki seseorang yang ia sukai di kantor tempatnya bekerja.

Bayangan seorang pria bersurai pirang keriting dengan wajah manis memasuki sistem limbik-nya dan menetap pada lobus occipital pada bagian otak belakang.

"Isaac ..." lirihnya seraya tersenyum

Ciara berbaring diatas ranjang kabin lalu mulai menutup matanya. Ia ingin melupakan percakapannya dengan Catherine tadi. Tanpa ia ketahui, selama tiga bulan kedepan sang "suami" akan terus mengekorinya kemana-mana.

*****

Cerita lain kagak bakal Orca anggurin kok, cuman lagi buntu aja nih otak+banyak ditagih tugas ama guru huhu.

Oh iya, buat Beatrice itu bukannya Orca gak mau lanjutin, cuman Orca malu mau nulis scene-nya kek mana😭

Minggu, 6 Maret 2022.

Orca_Cancii🐳

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top